Tinta Media - Menteri pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menilai indeks kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih rendah. Maka dari itu reformasi birokrat sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) wajib dilaksanakan. “Pertama transformasi berbasis kinerja. Indeks kualitas ASN di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Oleh karena itu, pemerintah mendorong transformasi dari segi organisasi, kepegawaian, maupun sistem kerja dalam penyelenggaraan birokrasi di Indonesia. Ke depan perlu transformasi kinerja. Supaya ke depan fungsinya hebat,” ujarnya saat memberikan pembekalan kepada jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Blora, Aula Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Blora, dikutip Senin (26/9/2022) (CNBCIndonesia, 26 September 2022) Hal inilah yang menurut Anas menjadi alasan mengapa gaji ASN dan TNI/Polri sebesar 8% menjelang Pilpres 2024.
Di sisi lain, Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara menetapkan penghapusan Status Tenaga Honorer pada Desember 2024. Dengan ketetapan ini, maka pembubaran tenaga kerja honorer akan diundur dari jadwal semula 28 November 2023. Dikutip dari salinan draf RUU ASN versi rapat Panja 25 September 2023, masalah tenaga honorer itu diatur dalam Pasal 67 RUU ASN. Dalam pasal itu disebutkan bahwa pegawai non-ASN atau Honorer wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024. (CNBCIndonesia, 2 Oktober 2023)
Apakah akar permasalahan tingkat kinerja ASN hanya karena masalah gaji? Apakah solusi untuk meningkatkan kinerja ASN hanya dengan menaikkan gaji? Di sisi lain, tenaga kerja honorer yang mungkin sudah lama mengabdi malah akan dihapuskan apakah ini juga merupakan solusi yang tepat dengan banyaknya tenaga kerja honorer yang belum diangkat menjadi ASN dan digaji dengan gaji seadanya. Hal ini bukannya menunjukkan betapa sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan sulitnya mencari pekerjaan saat ini.
Sistem Berstandar Materi
Masalah kinerja pekerja/pegawai baik ASN maupun honorer bukan sekedar masalah gaji. Namun, sistem saat ini yakni sistem Kapitalis-Sekuler yang berdiri atas dasar pemisahan agama dengan kehidupan/negara yang berorientasi pada materi sehingga solusi yang diberikan adalah dengan materi (kenaikan gaji). Segala sesuatu dalam sistem ini berorientasi materi sehingga seluruh lini termasuk lini yang berkaitan dengan kemaslahatan umat.
Menjadi pegawai ASN membutuhkan jenjang pendidikan yang telah diatur oleh UU yang tentu saja kita ketahui bahwa hari ini pendidikan merupakan barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang memiliki modal. Nah, ini menjadi salah satu kendala yang menjadi penyebab kinerja ASN yang kurang memadai. Mengapa? Untuk mengecap pendidikan harus mengeluarkan modal maka tujuan setelah diterima menjadi ASN yang pertama terpikir adalah bagaimana mengembalikan modal dengan mudah.
Selain itu, output dari pendidikan kita juga bukan individu-individu yang memiliki syakhsyiah islamiyah tapi out put yang memikirkan bagaimana mendapat pekerjaan ketika menyelesaikan jenjang pendidikan. kembali lagi orientasinya adalah materi (pekerjaan). Aturan pun diberikan hak kepada manusia yang lemah dan terbatas sehingga aturan yang lahir menyebabkan perselisihan dan tidak menjadi “problem solving”. Standar yang dimiliki bukan halal/haram tapi materi sehingga wajar saja jika ASN pun melakukan aktivitas-aktivitas haram. Contoh kasus ASN korupsi, ASN berselingkuh/Zina, dll. Kondisi kehidupan yang serba sulit saat ini terutama dalam hal ekonomi juga menjadi tekanan yang luar biasa baik ASN dan yang bukan ASN.
Islam Mengatur Kepegawaian
Islam telah merinci secara jelas, rinci dan tegas dalam hal kepegawaian (ijarah). Pegawai ini berada dalam struktur administratif (kemaslahatan umat) yang terdiri atas departemen-departemen yang mengatur kemaslahatan negara berupa pendidikan, kewarganegaraan, kesehatan, pertanian, jalan, dll. Masalah administratif merupakan salah satu cara atau sarana sehingga selama tidak melanggar hukum syara’ boleh diambil dari sistem mana pun.
Strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi dengan kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan dan profesionalisme orang yang mengurusi. Hal ini didukung oleh sistem pendidikan Islam yang akan melahirkan generasi yang cemerlang dan tangguh sehingga menjadi individu-individu yang amanah. Selain itu, pendidikan dalam sistem Islam merupakan hak bagi seluruh rakyat baik muslim maupun non-muslim dan disediakan secara gratis. Selain itu, sistem ekonomi yang memberikan jaminan akan kebutuhan dasar manusia yang menjadi tanggung jawab negara sebagai pengurus rakyat menjadikan kinerja setiap individu tanpa tekanan ekonomi seperti pada sistem kapitalis.
Siapa saja yang memiliki kewarganegaraan Daulah Khilafah (sistem Islam) baik laki-laki atau perempuan, muslim maupun non-muslim boleh diangkat menjadi direktur suatu departemen. Karena statusnya di sini mereka sesuai dengan hukum kepegawaian adalah ajir (pekerja/pegawai). Dalam sistem Islam tidak ada pembagian ASN dan honorer. Pegawai/pekerja adalah orang yang digaji.
Gaji pegawai ini akan disediakan dari pos pembelanjaan yakni pos Kemaslahatan Umat ini merupakan pos yang wajib dibiayai sehingga ketika Baitul Maal tidak mencukupi maka negara tetap harus membiayai pos ini salah satunya dengan mengambil pajak dari kaum muslim yang kaya sesuai dengan ketentuan syara’. Semua ini hanya bisa terwujud dengan adanya institusi yang menerapkan syariah secara keseluruhan (kaffah). Saatnya kita kembali pada sistem yang menyejahterakan dan sesuai fitrah kita yakni sistem Daulah Khilafah Islamiyah.
Oleh: Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Sahabat Tinta Media