Fitrah Ibu yang Tersingkirkan - Tinta Media

Kamis, 08 Februari 2024

Fitrah Ibu yang Tersingkirkan


 Kasih ibu kepada beta
 Tak terhingga sepanjang masa
 Hanya memberi tak harap kembali
 Bagai sang surya menyinari dunia

Tinta Media - Lirik lagu ini begitu sering didengar semenjak masih masa kanak-kanak. Lagu yang menggambarkan betapa bernilainya seorang ibu dengan segala kiprah yang dicurahkan sejak mulai menempati posisi sebagai seorang ibu. Fitrah yang Allah berikan pada seorang perempuan bernama "ibu" sangat indah dan penuh dengan nilai kemuliaan. Luncuran kasih sayang adalah bagian yang tidak bisa lepas dari naluri seorang ibu.

Namun sayang seribu sayang, nilai itu seakan pudar. Tersapu oleh perilaku amoral yang sangat kejam, yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya sendiri.
Seperti dikutip dari Detik.com 12/1/2024, di Musi Rawas  Dusun IV, Desa Leban Jaya, Kecamatan Tuah Negeri pada Kamis (11/1/2024) sekitar pukul 21.40 WIB, seorang ibu yang bernama Suminah (43)  telah menusuk tubuh anak kandungnya SR (7) sampai akhirnya tewas.

Begitu juga yang terjadi Di Desa Membalong, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, seorang ibu bernama Rohwana alias Wana (38), membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air, sesaat setelah dilahirkan. Setelah sang bayi tidak bernyawa, Wana membuangnya ke semak-semak di kebun milik warga setempat. Perempuan yang telah memiliki dua anak ini tega melakukan pembunuhan dengan alasan tidak memiliki biaya untuk membesarkannya. Suaminya hanya seorang buruh. (Kumparan, 24/1/2024).

 Tersingkirnya Fitrah Ibu

Ada api ada sumbernya. Demikianlah yang terjadi pada banyak kasus pembunuhan yang dilakukan ibu terhadap anaknya. Faktor  internal maupun eksternal telah  mendorong seorang ibu tega menghilangkan nyawa anaknya, menyingkirkan fitrahnya sebagai ibu yang penuh kasih sayang. 

Beberapa faktor tersebut antara lain: 
Pertama, faktor internal. Keimanan dan ketakwaan yang lemah menutup mata, hati,  rasa, pikir dan jiwa seorang ibu hingga hilang kesadarannya untuk menjaga anak sebagai anugerah indah serta amanah dari Allah Swt. 

Alih-alih mengasuh, membesarkan dan mendidiknya, seorang ibu malah membunuhnya. Sistem kapitalisme yang berasaskan materi semakin mendukung lemahnya ilmu terkait tugas seorang ibu, di mana seorang ibu lebih mengedepankan materi dari pada memerhatikan pola asuh yang baik untuk anak-anaknya. Pemahaman yang mendasar bahwa ibu adalah seseorang yang penuh limpahan kasih sayang untuk hadirkan surga di rumahnya, malah neraka yang dirasa. Hal ini turut mendukung pola sikap ibu yang tega berbuat kejam sampai menghilangkan nyawa anaknya.

Kedua, faktor eksternal. Ketahanan keluarga menjadi hal yang juga berpengaruh terhadap perilaku seorang ibu. Dalam sistem kapitalisme, kaum ibu  dipaksa harus menanggung beban ekonomi keluarga. Menjadi tulang punggung keluarga yang sangat membebani hidup seorang ibu, memengaruhi kondisi ibu baik secara fisik maupun psikologis, hingga  kelahiran anak bisa dianggap sebagai  tambahan beban. 

Stres tingkat tinggi menghantui kaum ibu, hingga tak lagi bisa berpikir jernih dan tenang menghadapi hidup, dan anak menjadi pelampiasan amarah yang akhirnya hilang kewarasan seorang ibu untuk meneguhkan dirinya sebagai sosok yang penuh kasih sayang. Padahal keluarga seharusnya mendukung kaum ibu untuk menjalankan fungsi utamanya sebagai ibu. Alih-alih terealisasi yang ada sebabkan anaknya meninggal dunia.

Faktor eksternal lainnya adalah, lingkungan masyarakat. Sistem kapitalisme telah menjadikan masyarakat bersikap individualis yang tidak peduli pada nasib orang lain.

Kesibukan masing-masing telah menghilangkan perhatian terhadap adanya kesulitan yang sedang dihadapi orang lain.  Tidak peduli lagi apakah ada yang butuh bantuan atau tidak. Konsep ta'awun (tolong menolong) seakan hilang ditelan arus kehidupan.

Dan faktor eksternal yang juga tidak kalah pentingnya terkait dengan kasus ini adalah peran negara. Negara yang seharusnya menjadi garda terdepan mengurusi urusan perempuan (ibu), seakan ghosting di saat dibutuhkan, lenyap dikala rakyat (kaum ibu) disergap duka lara. 

Negara yang seharusnya memiliki peran utama dalam melindungi kaum ibu serta mampu untuk menanamkan keimanan yang kokoh  pada kaum ibu agar kaum ibu kuat menjalani ujian hidup dan yakin bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan, yakin bahwa Allah Ta'ala pasti turunkan pertolongan, negara lalai dalam merealisasikannya.

Negara  seharusnya menjadi aktor utama dengan sistem yang dijalankannya,  sigap memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, termasuk untuk kaum ibu. Alih-alih menyejahterakan, yang terjadi malah menyempitkan hidup rakyatnya (adanya pajak, regulasi yang merampas ruang hidup, dll). Penguasa lupa diri. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyampaikan: 

"Barang siapa menyulitkan (orang lain) maka Allah akan mempersulitnya pada hari Kiamat" (HR Al-Bukhari no. 7152)."

Negara seharusnya selalu berupaya mengondisikan masyarakat dan keluarga untuk peduli pada keselamatan jiwa dan raga ibu agar ibu bisa menjalankan amanahnya dengan baik.

Demikianlah individu, masyarakat dan negara dalam sistem kapitalisme dapat  menjadi faktor tersingkirnya fitrah ibu pada diri perempuan.

 Sistem Islam Menjaga Fitrah Ibu

Berbeda dengan sistem Islam. Islam sangat menjaga fitrah ibu. Islam memuliakan posisi ibu. Dalam sistem Islam, negara  melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk kesulitan ekonomi.

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu secara merata. Pos pemasukan negara dipastikan  memiliki dana yang cukup untuk menyejahterakan rakyatnya.

Berbagai mekanisme dilakukan agar  negara benar-benar merealisasikan kesejahteraan ibu. Pertama, mekanisme penjagaan keimanan baik secara formal (sekolah sejak usia dini) maupun non formal (berbagai forum untuk edukasi kaum perempuan). Sehingga ketakwaan senantiasa terjaga, menghindarkan dari perbuatan tercela (ibu bunuh anak).

Kedua, mekanisme penafkahan. Perempuan berhak mendapatkan nafkah dari suami atau walinya,  tidak perlu bekerja menanggung beban ekonomi keluarga, sehingga  perempuan fokus pada  fungsi utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dengan penuh ketenangan.

Ketiga, mekanisme ta’awun. Mekanisme ini mendorong masyarakat untuk peduli pada kesulitan hidup orang lain kemudian akan membantu meringankan bebannya.

Keempat, mekanisme negara.  Sistem Islam menuntut penguasa (Khalifah) benar-benar meriayah rakyatnya. Santunan akan disalurkan negara pada fakir atau miskin, sehingga kebutuhan dasarnya terpenuhi. Dengan ini kaum ibu tidak tereksploitasi untuk tugas ganda (sebagai ibu dan pencari nafkah). Stres karena tekanan hidup yang membebani terhindarkan dari hidupnya. Ketenteraman didapat sehingga ibu mampu menjalankan tugasnya dengan baik sesuai fitrahnya.

Demikianlah saat sistem Islam diterapkan,  penjagaan fitrah ibu pasti terealisasi. Sistem kapitalisme yang telah menyingkirkan fitrah ibu harus segera dibuang sejauh-jauhnya dan menggantikannya dengan sistem Islam kafah secara paripurna, karena dengan sistem ini saja sejahtera menjadi niscaya adanya.

Wallaahu a'laam bisshawaab.



Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty 
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :