Dirty Vote Dirilis Bukti Krisis Ideologis - Tinta Media

Sabtu, 24 Februari 2024

Dirty Vote Dirilis Bukti Krisis Ideologis


Tinta Media - Pekan lalu , tepat tiga (3) hari sebelum pelaksanaan Pemilu 2024 yakni pada tanggal 11/2/2024, publik Indonesia dibuat gempar dengan dirilisnya sebuah film dokumenter yang membongkar tentang dugaan adanya kecurangan-kecurangan yang disinyalir akan mewarnai pelaksanaan pemilu 2024. 

Dalam film yang berdurasi hampir dua jam ini, tiga pakar hukum tata negara turut berkontribusi menjadi narasumber, yaitu, Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari yang ketiganya merupakan para pakar hukum dan ketatanegaraan. Film yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono ini berhasil ditonton oleh 9,2 juta viewers setidaknya sampai hari (21/02). 

Dandhy selama ini memang dikenal sebagai  seorang Jurnalis yang sering mengkritik berbagai kebijakan pemerintah melalui film. Kita tentu masih ingat, pada tahun 2019, saat itu masih dalam suasana yang sama yaitu menjelang dilaksanakannya pemilu 2019, Dandhy  dan timnya membuat dan merilis film dokumenter dengan judul “Sexy Killer” yang membongkar sisi gelap eksploitasi batu bara di Indonesia.

Kedua judul film dokumenter yang kami sebutkan di atas adalah dua diantara sekian banyak film yang pernah dibuat dan disutradarai oleh Dandhy. Keduanya sama-sama berhasil membuat publik terkaget-kaget. Bagaimana tidak, di dalamnya kita disuguhi fakta-fakta tentang adanya kongkalikong yang kentara diantara para pengusaha pemilik modal dan penguasa.

Sayangnya, menurut kami film “Sexy Killer” ataupun “Dirty Vote” kemudian hanya memiliki daya kejut sementara bagi masyarakat Indonesia yang ramai memperbincangkannya di awal kemunculan tapi dengan begitu mudah dilupakan tanpa diikuti dengan kesadaran tentang adanya bahaya dan ancaman nyata yang siap menghancurkan Indonesia sampai ke akar-akarnya.

Di tingkat masyarakat grass roots misalnya, film Dirty Vote sendiri hanya dilihat dari sisi adanya pihak-pihak yang berencana mencurangi pemilu 2024. Berbagai fakta dan data disampaikan, akan tetapi efeknya hanya sebatas pada munculnya himbauan-himbauan agar tidak memilih salah satu paslon karena disinyalir merupakan bagian dari pihak-pihak yang melakukan kecurangan. Padahal, lebih dari itu Dirty Vote menjadi bukti nyata bagaimana kondisi kita hari ini yang sedang dikuasai oleh satu kekuatan hegemoni para kapitalis pemilik modal.
Seharusnya, menurut kami film ini harus dilihat dari sisi bagaimana kemudian sistem demokrasi kapitalisme sekuler yang diterapkan hari ini sangat berpeluang menjadi jalan bagi para kapitalis serakah untuk menguatkan hegemoni mereka melalui kekuasaan. Bukan malah sekedar menjadi alasan untuk tidak memilih salah satu paslon peserta pemilu yang baru selesai dilaksanakan hanya karena alasan kecurangan.

Adanya kecurangan dalam pemilu itu sebenarnya adalah akibat dari diterapkannya sistem demokrasi sekuler yang memisahkan peran Agama dalam pelaksanaan kekuasaan, sehingga wajar bila kecurangan demi kecurangan dalam pemilu yang justru melahirkan pemimpin-pemimpin korup itu sampai hari ini tidak bisa dielakkan dan terus berulang.

Dalam hal ini, kami sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Joko Prasetyo, salah seorang Wartawan senior Tabloid Media Umat. Menurutnya, “Dirty vote terjadi karena dirty regime, dirty regime subur karena dirty system, dirty system tegak karena evil ideology. Ganti evil ideology dengan Islam untuk mengakhiri segala ke-dirty-an ini! Allahu Akbar!” Tulisnya dalam salah satu status facebook beberapa hari yang lalu.

Oleh karena itu, Inilah yang seharusnya yang kita sadari, bahwa sebenarnya hari ini kita sedang berada dalam satu fragmen pertempuran ideologi, antara sosialisme-komunisme, kapitalisme-sekularisme, dan ideologi Islam.

Islam bukanlah sekedar agama yang membahas aspek ritual ibadah semata. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan hidup, mulai dari aturan yang mengatur urusan manusia dengan al-Khaliq (Penciptanya), aturan manusia dengan dirinya sendiri yang mencakup urusan makanan, minuman, pakaian dan akhlak, sampai aturan terkait hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam bab mua’amalah termasuk di dalamnya terkait dengan urusan tata-kelola kenegaraan (Daulah).

Keseluruhan cakupan aturan Islam ini bisa dibuktikan dan dikuatkan dengan berbagai landasan dalil yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, tidak hanya didasarkan pada asumsi satu golongan. 

Jadi bagaimana, mau bertahan dengan segala ke-dirty-an ini atau bersegera beralih kepada penerapan Ideologi Islam?

Wallahu a’lam.[]



Oleh : Rahmat S. At-Taluniy
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :