Demo Kades, Suara Warga atau Suara Hati? - Tinta Media

Sabtu, 03 Februari 2024

Demo Kades, Suara Warga atau Suara Hati?



Tinta Media - Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para Kades (Kepala Desa) yang terjadi di depan gedung MPR/DPR RI pada 31 Januari 2024, berakhir ricuh. Para demonstran menuntut Revisi UU Desa. Dalam Revisi tersebut, Apdesi mengusulkan agar masa jabatan kepala desa diubah menjadi 9 tahun, serta dapat diemban selama 3 periode, sehingga bisa menjabat selama maksimal 27 tahun. Selain itu, Apdesi juga menuntut peningkatan alokasi anggaran desa menjadi 10 persen dari APBN. 

Tidak ada perwakilan anggota dewan yang keluar gedung pun, memancing emosi para demonstran sehingga tindakan anarkis tidak dapat dihindarkan. Akibatnya, beberapa tembok dan besi pagar gedung MPR/DPR RI mengalami kerusakan. Pelemparan batu pun dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, menyebabkan adanya korban yang mengalami luka di bagian kepala. Petugas keamanan pun mengamankan beberapa orang yang dianggap sebagai provokator kericuhan.  

Sebagian masyarakat menilai peristiwa ini harusnya tidak terjadi, Kepala Desa yang dianggap sebagai pemimpin warga tidak memberikan contoh yang baik di hadapan publik. Apalagi disertai dengan tindakan anarkis yang dianggap tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin. Haus akan jabatan, dianggap masyarakat penyebab terjadinya hal tersebut. Sebagian di wilayah lainnya pun, masyarakat yang tidak setuju akan revisi UU yang ada. Hal tersebut lantaran masih ditemukannya kinerja Kepala Desa yang tidak mumpuni bahkan condong menjadikan jabatan sebagai lahan basah meraup keuntungan pribadi.  

Sistem aturan liberalis kapitalis yang masih diberlakukan, menjadikan segala sesuatunya hanya untuk mengejar materi dan kepentingan sebagian kelompok. Merampas segala hak rakyat menghalalkan segala cara untuk ambisi yang dikejar. Sehingga aksi demonstrasi yang ada dianggap bukanlah untuk memenuhi suara rakyat namun suara hati pribadi untuk ambisi akan mempertahankan jabatan yang diemban namun abai terhadap kewajiban. Maka, sudah seharusnya ada perubahan terhadap aturan yang ada. Aturan yang mampu menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai hal utama, memunculkan para pemimpin yang amanah bukan hanya dalam lingkup daerah namun juga seorang pemimpin negara.  

Islam dengan aturannya, mempunyai aturan menyeluruh terhadap problematika kehidupan. Hukum yang mampu menjadikan para pengembannya amanah terhadap kewajiban. Hukum sanksi yang tegas, menjadikan oknum yang tidak bertanggungjawab jera terhadap perbuatannya. Sehingga kehidupan masyarakat yang sejahtera dapat terlaksana. 

Oleh: Putri YD
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :