DBD Kembali Meningkat, Bukti Negara Gagal Jamin Kesehatan Rakyat - Tinta Media

Jumat, 16 Februari 2024

DBD Kembali Meningkat, Bukti Negara Gagal Jamin Kesehatan Rakyat



Tinta Media - Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis di dunia. Di Indonesia sendiri DBD menjadi salah satu isu kesehatan masyarakat dan termasuk penyakit dengan penyebaran tertinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Indonesia, sebagai negara endemik dengue menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgen karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus. (Liputan6.com, 04/02/24) 

Di awal tahun ini, kasus DBD kembali meningkat di berbagai daerah di Indonesia, bahkan kasus tersebut sudah merenggut jiwa, termasuk anak-anak. Dilansir dari laman pikiran-rakyat.com (04/02/24), DBD di Cianjur melonjak. Dua anak dilaporkan meninggal. Kasus Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, pada awal 2024, terdapat ratusan warga yang terjangkit DBD. Hal ini dikarenakan musim hujan yang terjadi sehingga banyak genangan air yang menjadi salah satu tempat yang disukai nyamuk. 

Selain itu, DBD meningkat di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana dikutip dari rmolsumsel.id (30/01/24), data Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan ada 74 kasus DBD yang terdeteksi selama Januari 2024. Sebanyak empat kasus berakhir dengan kematian. 

Jaminan Kesehatan dalam Kapitalisme Hanyalah Ilusi Belaka

Jika DBD termasuk penyakit endemik, seharusnya  pemerintah bisa memprediksi dan mengantisipasi terjadinya penularan penyakit tersebut. Namun, faktanya kasus penularan DBD kembali meningkat, bahkan hingga merenggut nyawa. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menangani kasus penyakit endemik DBD belum efektif di tengah masyarakat. 

Sayangnya, hingga saat ini belum ada vaksin ataupun obat khusus untuk mencegah penularan dan menyembuhkan penyakit DBD. Sementara, jika tidak ditangani dengan baik, maka penyakit ini bisa menyebabkan risiko kematian yang tinggi. Hal tersebut menjadi bukti bahwa negara gagal menjamin kesehatan bagi setiap warga negaranya.

Adapun penyebab tingginya angka kematian akibat DBD disebabkan adanya keterlambatan penanganan kasus tersebut. Keterlambatan yang terjadi diakibatkan karena banyak faktor. Beberapa di antaranya bisa jadi karena tidak adanya biaya untuk berobat, atau tidak memiliki ilmu yang cukup tentang penyakit tersebut. 

Sudah menjadi rahasia umum kalau biaya kesehatan saat ini tidaklah murah. Di tengah impitan ekonomi seperti sekarang, bagi sebagian orang pergi ke Rumah Sakit tentu hanya menambah beban pengeluaran. Faktanya, fasilitas kesehatan saat ini sulit diakses oleh masyarakat. Layanan kesehatannya juga cenderung tidak lengkap dan kurang berkualitas. Fasilitas dan layanan kesehatan yang baik dan berkualitas hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayarnya.

Kesulitan hidup yang dialami masyarakat hari ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Rakyat dibuat serba sulit, akibat kemiskinan ekstrem yang melanda. Alhasil, bukan saja tidak bisa berobat ketika sakit, faktanya banyak rakyat tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik berupa sandang, pangan, dan papan. 

Kemiskinan juga menjadikan sulitnya keluarga mendapatkan makanan dengan gizi yang cukup. Hal ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh keluarga, khususnya bagi anak-anak yang masih dalam fase pertumbuhan. Selain itu, banyak masyarakat yang tinggal di tempat dan lingkungan yang tidak layak huni, jauh dari kata asri. Kurangnya akses air bersih, permasalahan sampah yang tak kunjung usai, hingga sanitasi yang bermasalah menjadi beberapa faktor rakyat rentan terpapar penyakit menular. 

Fakta di atas merupakan potret buram negara dengan sistem kapitalisme. Negara gagal menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. Sistem kapitalisme sekulerlah yang menjadi akar masalahnya. Alih-alih mengurus urusan rakyat, pemerintah dalam sistem ini justru berperan seperti pedagang, yang menjadikan kebutuhan dasar masyarakat sebagai objek komersil layaknya barang dan jasa yang diperjualbelikan kepada rakyatnya.

Negara kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator saja, bahkan tak jarang menyerahkan pelayanan kesehatan pada pihak swasta. Pemerintah berdalih bahwa anggaran kesehatan dari APBN terbatas jumlahnya sehingga tak mampu mendanai. Alhasil, mahalnya biaya kesehatan yang ada justru berimplikasi pada sulitnya akses kesehatan bagi rakyat yang tidak mampu. 

Maka, tak heran jika banyak masyarakat yang mengeluh, bahkan merasa kecewa terhadap sistem kesehatan yang tak beres di negeri ini. Oleh karena itu, mengharapkan jaminan kesehatan yang berkualitas dalam sistem kapitalisme saat ini hanyalah ilusi belaka. 

Jaminan Kesehatan yang Unggul dalam Islam

Fakta di atas tentu sangat jauh berbeda dengan jaminan kesehatan dalam sistem Islam. Islam bukan hanya sebatas agama, tetapi juga pandangan hidup yang memiliki aturan sempurna dan paripurna dalam setiap aspek kehidupan. 

Pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Salah satu bentuk tanggung jawab khalifah terhadap rakyat adalah memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma alias gratis. 

Rasulullah dalam hadisnya mengatakan, “Kepala negara (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari) 

Untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD, negara khilafah akan mendorong masyarakatnya untuk menerapkan pola hidup sehat, termasuk mengedukasi masyarakat terkait kesadaran masyarakat akan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Bagaimanapun, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk menekan peningkatan kasus penyakit menular. Negara khilafah juga akan memastikan rakyat tinggal di tempat yang layak huni, dengan tata ruang yang rapi, bersih, dan sesuai standar tata ruang perkotaan yang ideal. 

Masyarakat yang ada dalam negara khilafah merupakan masyarakat yang islami, yang memiliki karakteristik yang khas. Aktivitas amar makruf nahi munkar atau saling mengingatkan akan menjadi kebiasaan yang sangat berguna, khususnya dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar selalu terhindar dari penyakit-penyakit menular. Mereka menjaga kebersihan bukan hanya karena dorongan untuk sehat semata, melainkan juga ada dorongan dari sisi ruhiyah. Mereka memahami bahwa dengan kondisi tubuh yang sehat, mereka bisa menjalankan aktivitas ibadah dengan maksimal. 

Di sisi lain, negara khilafah akan mengupayakan penyediaan layanan kesehatan yang unggul dengan sarana dan prasarana yang mendukung. Jika diperlukan pembuatan vaksin atau obat khusus, maka akan dilakukan di laboratorium yang mumpuni dengan teknologi mutakhir. 

Visi yang dimiliki khilafah dalam bidang kesehatan adalah melayani kebutuhan rakyat secara totalitas dan menyeluruh, baik di kota-kota besar maupun di pelosok desa, bahkan di dalam penjara sekalipun. Itu semua demi terjaminnya layanan kesehatan bagi setiap masyarakat negara khilafah. 

Untuk merealisasikan itu semua pasti dibutuhkan dana yang cukup banyak. Karenanya, dana kesehatan rakyat akan ditanggung secara penuh oleh negara. Dana yang digunakan oleh negara berasal dari baitul mal, yang diambil dari anggaran pos kepemilikan umum, yakni dari sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara khilafah tanpa intervensi pihak mana pun. 

Pelayanan kesehatan berkualitas diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa diskriminasi, tidak memandang status miskin atau kaya, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda, muslim ataupun nonmuslim. Semuanya mendapatkan layanan dengan kualitas yang sama. 

Birokrasi layanan kesehatan dalam Islam juga tidak dibuat berbelit-belit, sehingga memudahkan rakyat untuk mengakses. Sebab, prinsip sistem administrasi dalam negara khilafah bersifat mempermudah, bukan mempersulit. 

Begitulah mekanisme negara khilafah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit menular, sekaligus mekanisme jaminan kesehatan dalam Islam. Sudah saatnya umat sadar bahwa hanya Islam saja yang mampu memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma dengan kualitas yang paripurna. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :