Buruknya Pelayanan Rumah Sakit Akibat Sistem Kapitalisme - Tinta Media

Senin, 05 Februari 2024

Buruknya Pelayanan Rumah Sakit Akibat Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Kasus buruknya pelayanan rumah sakit di Bandung, Jawa Barat viral di media sosial terkait adanya keluhan pasien terhadap RSUD Otista Soreang, Kabupaten Bandung. Rumah sakit ini dibangun megah, tetapi pelayanannya buruk dan toiletnya bau tak terawat. 

Dalam unggahan media sosial, seorang pasien menyebutkan bahwa pelayanan seorang perawat di IGD dan Poli dalam yang ketus dan tak ramah, bahkan pasien duduk di lantai saat menunggu pemeriksaan di Poli dalam, hingga toilet yang bau dan tak layak. Padahal, rumah sakit ini baru dibangun dan mulai beroperasi tahun 2021. 

Yani Sumpena Muchtar selaku Direktur RSUD Otista membenarkan kejadian tersebut dan menyampaikan permohonan maaf kepada pasien terkait pelayanan tersebut. Pihaknya akan melakukan perbaikan. Saat di tanya soal pelayan atau petugas yang kurang ramah terhadap pasien apakah ada sanksinya, Yani mengatakan bahwa pihaknya akan mengklarifikasi terlebih dahulu. Kalau memang betul ada, mereka akan melakukan pembinaan. 

Di dalam sistim kapitalis demokrasi, layanan kesehatan adalah ajang bisnis yang dikomersialkan. Ini jelas-jelas merupakan penyesatan cara pandang masyarakat. Rakyat menjadi korban kerakusan para kapitalis. 

Sebaliknya, di dalam sistem Islam, negara akan menjamin layanan kesehatan terbaik, berkualitas, dan gratis. Hal ini ditopang prinsip-prinsip dasar jaminan kesehatan dalam sistem Islam, yakni kesehatan telah ditetapkan oleh Allah Swt. sebagai kebutuhan pokok publik. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam hadis beliau. 

"Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya." (HR. Bukhari) 

Sistem Islam telah mewajibkan pemimpin sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap jaminan pemenuhan layanan kesehatan setiap individu rakyat. Layanan itu diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tanpa pengecualian. Tugas penting dan mulia ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam hadis beliau. 

"Imam (pemimpin di dalam sistim Islam) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab pada urusan rakyatnya." (HR. Bukhari) 

Sebagai kepala negara, Rasulullah saw. telah memberikan keteladanan tentang jaminan pelayanan kesehatan ini ketika beliau dihadiahi seorang dokter dari Muqauqis, raja Mesir. Beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat. 

Begitu pula disebutkan dalam satu riwayat bahwasanya serombongan orang dari Kabilah Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. meminta mereka tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul mal di dekat Quba. Mereka diperbolehkan meminum air susunya secara gratis sampai sembuh. 

Sepeninggal Rasulullah saw., tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok kesehatan juga dilanjutkan oleh para pemimpin setelah beliau. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khattab juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati asam lambung. 

Dalam sistim Islam, jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas disediakan secara gratis dan haram diperdagangkan, walaupun hanya secuil kapas, apa pun alasannya. 

Hal ini bisa terwujud karena terdapat sumber pendapatan yang besar di baitul mal bagian pos pengelolaan umum. Pemasukannya berasal dari pengelolaan SDA dan energi, seperti tambang minyak, gas, batubara, emas, kekayaan hutan, laut, dan sebagainya. Seluruh hasil pengelolaan milik umat ini wajib dikembalikan kepada rakyat dan haram diserahkan kepada swasta, baik lokal maupun asing. 

Para pemimpin Islam berlomba-lomba memberikan sebaik-baik pelayanan pada rakyat. Begitu bagusnya hingga ada pengelana Eropa yang berpura-pura sakit hanya agar dapat merasakan pelayanan kesehatan dari rumah sakit di sistem Islam. Meski para dokter tahu bahwa itu hanya sakit pura-pura, dia tetap dilayani dengan baik oleh penguasa di sistem Islam. Bahkan, saat keluar dari rumah sakit, ia diberi uang saku. 

Kemudian, konsep mutu jaminan kesehatan di sistem Islam berpedoman pada tiga strategi utama, yakni administrasi yang sederhana, kecepatan dalam pelaksanaan, dan orang yang mampu di bidangnya. 

Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya Allah Swt. telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu." (HR. Muslim) 

Pada abad ke 9, Ishaq bin Ali Rahawi menulis kitab Adab at-Thabib yang pertama kalinya ditujukan untuk kode etik kedokteran. Ada 20 bab di dalam buku itu, di antaranya merekomendasikan agar ada 'peer-review' atas setiap pendapat baru di dunia kedokteran. Kalau ada pasien yang meninggal, maka catatan medis akan diperiksa dewan dokter untuk menguji apakah yang dia lakukan sudah sesuai standar layanan medis atau tidak. 

Al-Kindi menunjukkan aplikasi matematika untuk kuantifikasi di bidang kedokteran, misalnya mengukur derajat penyakit, mengukur kekuatan obat, hingga dapat menaksir saat kritis pasien. 

Dengan prinsip-prinsip tersebut, sistem Islam menjadi mercusuar dalam bidang kesehatan, baik dari aspek layanan kesehatan maupun teknologinya. Sistem Islamlah yang menjadi peletak dasar penemuan-penemuan baru di bidang medis. 

Ilmuan pertama yang terkenal berjasa luar biasa adalah Jabir Bin Hayan, tahun 721-815 M. Beliau menemukan teknologi destilasi pemurnian alkohol untuk disinfektan serta mendirikan apotek yang pertama di dunia, yakni di Baghdad. 

Banu Musa, tahun 800-873 M menemukan masker gas untuk dipakai para pekerja tambang dan industri, sehingga tingkat kesehatan para pekerja dapat diperbaiki. 

Sekitar tahun 1000 M, Ammar Ibnu Ali al Mawsili menemukan jarum hypodermic yang dengannya dia dapat melakukan operasi bedah katarak mata. 

Pada tahun yang sama, Abu Al-Qasim Az-Zahwari menemukan plester adhesive untuk mengobati luka dengan cepat. Penemuan ini sangat membantu pasukan Islam di medan jihad  Abu Al-Qasim Az-Zahwari dianggap sebagai Bapak Ilmu Bedah Modern karena dalam kitab Tashrif (tahun 1000 M) sudah menemukan berbagai hal yang dibutuhkan dalam bedah, termasuk plester, 200 alat bedah dan anestesi (pembiusan). 

Beberapa zat bius telah digunakan, seperti campuran opium yang sering digunakan dengan tepat oleh Abu al-Qasim, Ibnu Zuhur, dan Ibnu Sina. 

Sungguh, umat kini berada dalam seburuk-buruk sistem kapitalisme. Jangankan memberikan pelayanan terbaik, menyelenggarakan layanan kesehatan saja penguasa negeri ini tidak melakukannya, bahkan justru mengomersialkan pelayanan kesehatan dan menzalimi para praktisi kesehatan. Wallahua'alam bishshawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :