Benarkah Investasi Menjadi Jalan bagi Pembangunan Suatu Negara? - Tinta Media

Kamis, 08 Februari 2024

Benarkah Investasi Menjadi Jalan bagi Pembangunan Suatu Negara?



Tinta Media - Kota Bandung bukan hanya memikat hati bagi para turis lokal maupun internasional, tetapi juga investor dari berbagai negara.
Ini dibuktikan dengan investasi di kota Bandung yang melampaui target pada tahun 2023.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bandung mencatat bahwa investasi di Kabupaten Bandung mencapai Rp30,3 triliun sampai akhir triwulan IV atau semester II tahun 2023, tercapai lebih dari 100 persen, dari target hingga akhir tahun 2023 sebesar Rp28,7 triliun.

"Jika dibandingkan dengan tahun 2022, ini mengalami kenaikan signifikan. Tahun 2022 targetnya Rp6,65 triliun. Terealisasi Rp7,79 triliun," ujar  Ronny Ahmad Nurudin, Rabu ( 31/01/ 2024).

Bupati Bandung Dadang Supriatna menyatakan bahwa investasi sangat dibutuhkan untuk proses pembangunan di Kabupaten Bandung, sehingga dirinya akan memperhatikan iklim investasi agar berjalan secara kondusif. 

Benarkah investasi dibutuhkan dalam proses pembangunan dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat? Iklim investasi seperti apakah yang dapat mewujudkan hal tersebut?

Dalam sistem kapitalisme-sekularisme-liberal yang diterapkan di negeri ini,  sudut pandang ekonomi politik neoliberal yang menjadikan masalah pembangunan dilandaskan pada masalah penambahan investasi (modal). Oleh karena itu, investasi ini terus digenjot di seluruh wilayah, termasuk di Kabupaten Bandung. Melalui undang-undang investasi, dibuka peluang seluas - luasnya bagi para investor untuk menanamkan modal, termasuk investor asing. Mereka dipandang sangat dibutuhkan untuk pembangunan agar dapat mendorong kegiatan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan,  hingga tercapailah kesejahteraan. 

Namun, sekian lama keran investasi dibuka lebar, fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah kemiskinan, pengangguran, dan ketidakmerataan perekonomian semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa para investor tidak mempunyai kepentingan untuk menyejahterakan masyarakat. Satu-satunya orientasi mereka adalah untuk keuntungan mereka sendiri, yang didukung oleh kebijakan penguasa. 

Alih-alih mendengar jeritan rakyat, pemerintah malah menetapkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memuluskan para investor masuk dan leluasa menjalankan bisnisnya, termasuk melegalkan perampasan lahan atas nama investasi. Ini jelas menunjukkan posisi penguasa dalam sistem  kapitalisme sekularisme liberal hanyalah sebatas regulator, bukan pengatur urusan rakyat.

Dalam sistem demokrasi yang penuh dengan campur tangan cukong politik, kebijakan berpusat pada penguasa yang dibekingi pengusaha (kapitalis). 'Kolaborasi' keduanya telah menjadikan segala kebijakan penguasa dalam proses pelaksanaannya hanyalah untuk kepentingan mereka, tidak untuk kepentingan rakyat. Inilah wujud asli investasi ala ekonomi neoliberal yang sejatinya adalah penjajahan gaya baru yang mematikan. Investasi asing menjadikan suatu negara tidak bisa mandiri dalam membuat kebijakan dan mengalami ketergantungan.

Berbeda dengan kebijakan luar negeri dalam sistem khilafah. Dalam konsep Islam, kegiatan investasi wajib terikat pada syariat Islam. Orang yang ingin berinvestasi harus memahami hukum-hukum syariat. Khilafah tidak akan bekerja sama dan menyerahkan kepentingan masyarakat kepada orang-orang kafir. Khilafah sangat memperhatikan semua hal yang bisa merusak kedaulatan dan kepemimpinan sehingga tetap terjaga. 

Syariat Islam telah menetapkan negara-negara mana yang boleh dan tidak boleh untuk bekerja sama. Syariah Islam juga telah menetapkan sektor-sektor apa saja yang diperbolehkan untuk investasi dan sektor mana yang dihalangi untuk investasi. Maka, meskipun tawaran investasi sangat menggiurkan dan terlihat menjanjikan, Khalifah secara tegas tidak akan menyetujuinya. 

Beberapa syarat investasi dalam Islam yaitu:

Pertama, investasi tidak dijadikan alat penjajahan penguasaan non-muslim terhadap umat Islam. Jika dilakukan, maka hukumnya haram. 

Kedua, investasi juga tidak boleh dijadikan alat untuk merampas lahan masyarakat, karena cara itu tidak dibenarkan. 

Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak halal bagi seorang muslim mengambil harta saudaranya dengan cara yang tidak benar, hal itu karena Allah telah mengharamkan harta kaum muslimin yang lain." (HR. Ahmad dan Al-Bazzar)

Ketiga, Islam juga melarang mengubah kepemilikan umum menjadi kepemilikan pribadi. Namun, jika itu milik negara, maka negara boleh memberikan kepada siapa pun yang dikehendaki selama digunakan untuk kemaslahatan umat.

Dalam mendirikan pabrik pun Islam mengatur dengan teliti, jika pabrik tersebut memproduksi barang-barang haram seperti narkoba dll., maka pabrik tersebut hukumnya haram.

Lalu bagaimana investasi bisa berkembang dalam daulah khilafah? 

Iklim investasi sebenarnya berpusat pada kemudahan birokrasi, kepastian hukum, dan tidak adanya korupsi. Khilafah memiliki sistem ekonomi yang kuat, yaitu sistem ekonomi Islam. Menurut Abdurahman Al Maliki, politik ekonomi Islam adalah jaminan pemenuhan atas semua kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, dan papan setiap individu, serta kebutuhan sekunder dan tersiernya. 

Ekonomi Islam juga membedakan kebutuhan pokok individu dengan kebutuhan pokok masyarakat, termasuk mekanisme pemenuhannya. Maka, dalam daulah khilafah, ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara tidak dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tetapi dilihat dari terpenuhinya semua kebutuhan pokok bagi individu dan masyarakat, seperti sandang, pangan, dan papan beserta terpenuhinya  kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan setiap individu.

Sistem politik Islam juga telah menetapkan kepemilikan umum, sehingga negara bisa mengelola sumber daya alam dan menjadi pemasukan untuk kas negara. Dilibatkannya masyarakat secara langsung, membuat terbukanya lapangan pekerjaan sehingga masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya. 

Dengan demikian, tanpa investasi asing pun, ekonomi negara akan tetap stabil dan berkembang. Negara tidak boleh membiarkan rakyat hidup kelaparan dan terlunta-lunta. Hal tersebut adalah salah satu pelanggaran dalam syariat.
Maka, penting bagi negara meriayah (mengurusi) keperluan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya sebagai regulator seperti negara di sistem kapitalis sekuler saat ini. Namun, semua itu hanya bisa dilakukan oleh negara dengan sistem khilafah Islamiyyah.

 WalLaahu a’lam bish-showwab


Oleh: Ira Mariana
Sahabat Tinta media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :