Tinta Media - Serangan zionis Isra3l ke Gaza yang telah menewaskan 28.340 jiwa dan melukai 67.984 pasca serangan Tofan Al-Aqso oleh Hamas pada 07 Oktober 2022. Merupakan kejahatan perang yang luar biasa dan di kategorikan genosida. Pada saat ini serangan zionis di arahkan ke pengungsi warga Gaza di Rafah, maka mulai saat ini tidak ada lagi tempat yang aman di Gaza karena Rafah adalah tempat terakhir bagi mereka, yang sebelumnya sudah enam kali berpindah-pindah dalam pengungsian.
PBB, Liga Arab dan negara-negara lainnya menyeru Israel untuk menarik pasukannya dari Gaza dan melakukan gencatan senjata serta kembali melakukan perundingan dengan solusi dua negara yang pertama dicetuskan oleh Amerika.
Sesungguhnya apabila kita melihat masalah Palestina adalah masalah penjajahan, oleh Zionis Israel, yang diawali sejak dilaksanakannya kongres Zionis di Swiss pada tahun 1897 yang di gawangi oleh Theodor Herzl. Pada waktu itu Herzl sudah sukses mendapatkan dukungan dari negara-negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Italia. Untuk menembus ke penguasa Palestina yaitu Khilafah Utsmani, negara-negara Eropa tersebut dijadikan penekan kepada Sultan Abdul Hamid II (Khalifah Usmani), yang kala itu pemerintahan Utsmani sedang menghadapi krisis keuangan dan banyak berhutang dengan negara-negara Eropa. Ini merupakan kesempatan yang terbaik bagi Herzl untuk bisa mempengaruhi kebijakan politik Sultan. Dengan perantara penentu-penentu kebijakan dari negara-negara Eropa, Theodore Herzl dapat berdialog dengan Sultan Abdul Hamid II.
Pada bulan Juni tahun 1896 Herzl berkunjung ke Konstantinopel pada kunjungan ini dia ditemani oleh Neolaski yang mempunyai hubungan dekat dengan Sultan. Pada saat itu terjadi dialog antara Sultan dengan Neolaski. Kala itu Sultan berkata padanya, "Apakah mungkin bagi orang-orang Yahudi untuk tinggal di tempat lain selain Palestina?". Neolaski menjawab, "Palestina dianggap sebagai tanah tumpah darah pertama bagi orang-orang Yahudi, oleh karena orang-orang Yahudi sangat merindukan untuk bisa kembali ke tanah itu." Sultan menimpali, "Sesungguhnya Palestina tidaklah dianggap tempat kelahiran pertama bagi orang-orang Yahudi saja, namun juga oleh semua agama yang lain."
Maka Sultan Abdul Hamid Il segera mengirimkan surat pada Herzl melalui perantara temannya. Neolaski, dalam surat itu disebutkan, "Nasihatilah temanmu Herzl agar dia tidak mengambil langkah-langkah baru dalam masalah ini, sebab saya tidak bisa mundur dari tanah suci ini (Palestina) walaupun hanya sejengkal sebab tanah ini bukan milik saya, dia adalah milik bangsa. dan rakyat saya. Nenek moyang saya telah berjuang demi mendapatkan tanah ini, mereka telah menyiramnya dengan ceceran darah. Maka biarkan orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka. Jika negeriku tercabik-cabik, maka sangat mungkin mendapatkan Palestina tanpa ada imbalan dan balasan apa pun. Namun patut diingat bahwa hendaknya pencabik-cabikan itu dimulai dari tubuh dan raga kami. Namun tentunya saya juga tidak akan menerima, raga saya dicabik-cabik sepanjang hayat di kandung badan."
Semenjak itu keinginan Herzl membeli tanah Palestina untuk sementara gagal sampai terjadinya perang dunia I tahun 1914-1918 antara Jerman dan Khilafah Usmani melawan negara -negara sekutu Eropa dan Rusia dan kemenangan di pihak Eropa dan Rusia. Negara Khilafah Utsmani runtuh pada Maret 1924. Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, membagi wilayah Khilafah Utsmani antara Inggris, Perancis dan Rusia, dia menetapkan status internasional untuk Palestina. Pada tahun 1917, menteri luar negeri Inggris, Arthur James Balfour menyatakan dalam sebuah surat kepada Lord Walter Rothschild, salah tokoh penting kampanye zionis, "bahwa ia mendukung orang-orang Yahudi untuk mendirikan tanah air di Palestina."
Sejak itulah migrasi besar-besaran orang Yahudi dari berbagai negara ke Palestina, dan pada tanggal 14 Mei 1948 negara Israel di deklarasikan. Mulai saat itulah pengusiran, penggusuran rumah-rumah, pencaplokan tanah dan pembantaian penduduk Palestina terjadi sehingga wilayah yang dikuasai Zionis Israel mencapai lebih dari 80%
Dengan melihat sejarah tersebut di atas, sesungguhnya permasalahan Palestina adalah masalah penjajahan oleh Zionis Israel, yang ini terjadi karena hilangnya penjaga Palestina yaitu Daulah Khilafah. Maka dari itu solusi yang syar'i untuk Palestina adalah kembalikan penjaganya yaitu Khilafah dan usir Zionis Israel dari Palestina dengan jihad fisabilillah. Allahu akbar!
Oleh: Samsudin
Sahabat Tinta Media