Tinta Media - Bagaimana perasaan saudara saat mendengar berita pembunuhan, bunuh diri, perzinaan, atau pemerkosaan? Geram, emosi, atau biasa saja?
Sungguh menyayat hati, setiap hari kita harus mendengar berita-berita kejahatan yang tidak ada habisnya, bahkan makin hari kejahatan dilakukan makin bengis, keji, dan biadab. Perbuatan mereka melebihi hewan yang tidak berakal. Bahkan, ada yang tega membunuh dan menyetubuhi anaknya sendiri.
Kasus pembunuhan terbaru terjadi di Kalimantan Timur. Dalam kasus tersebut, satu keluarga dibantai habis menggunakan parang. Yang paling mengejutkan, pelaku tega menyetubuhi korban yang sudah meninggal dunia. (Detik. Com, 07/02/2024)
Pertanyaannya, mengapa hal ini banyak terjadi? Jika jumlah kasus kriminal di suatu negeri sangat banyak, maka sebenarnya permasalahan tersebut disebabkan oleh kegagalan sistem dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Kita tahu bahwa sistem yang mengatur kehidupan saat ini adalah sekularisme, yaitu agama mengharuskan terpisah dari kehidupan. Diakui atau tidak, hal ini terlihat jelas dari semua aspek kehidupan. Misalnya saja banyak pemuda dan pemudi yang mengabaikan aturan agama Islam. Di saat agamanya melarang pacaran, mereka malah bahagia melakukannya. Di saat agama melarang perzinaan, mereka justru melanggarnya tanpa merasa berdosa. Atau saat agama mengharamkan minum khamar, mereka justru semangat meminumnya, bahkan berani menjual barang haram tersebut.
Andai mereka tahu bahwa ada konsekuensi berat yang akan ditanggung nanti di akhirat dan pertanggungjawaban di sana standarnya adalah aturan Islam, bukan aturan manusia.
Maka, sungguh menyayat hati bahwasanya saudara-saudara kita banyak yang menjadi pelaku kriminal. Hal ini membuktikan bahwa negara gagal meriayah (mengatur) dan menjaga akidah rakyat. Padahal, sudah menjadi kewajiban bagi kepala negara untuk mengurus segala keperluan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a.)
Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Pemimpin dalam Islam sangat serius dan bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya. Mereka memahami bahwa apa yang dijalankannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
“Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Pemimpin dalam Islam akan menjadikan Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber hukum yang akan mengatur rakyatnya. Ketika Al-Qur'an mewajibkan perempuan menutup aurat, maka pemimpin atau khalifah akan menjadikan aturan tersebut sebagai peraturan yang mengikat bagi seluruh rakyat. Aturan bersifat tegas.
Begitu pun dengan ayat yang memerintahkan untuk memotong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi pezina. Maka, sang khalifah akan menjadikan ayat tersebut sebagai peraturan yang mengikat.
Jika semua hukum Allah dilaksanakan, maka keamanan, ketenteraman, dan keberkahan akan datang. Ini karena hal tersebut merupakan janji Allah Swt.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS Al-A'raf: 96)
Maka, tidak ada cara lain untuk menghentikan kasus-kasus kriminal tersebut, kecuali dengan mengganti sistem sekularisme menjadi sistem yang berasal dari Allah Swt. yaitu sistem Islam dalam naungan khilafah. Wallahualam bishawwab.
Oleh. Ririn Arinalhaq
Pemerhati Generasi