Tinta Media - Air merupakan sumber kehidupan. Tanpanya, makhluk hidup yang ada di muka bumi akan mati. Sebagai sumber kehidupan, tentu keberadaan air harus senantiasa dijaga. Lingkungan yang semakin rusak mengakibatkan ketersediaan air semakin menurun. Maka, ini akan berpotensi pada krisis air bagi masyarakat.
Hal ini sebagaimana dilansir dari Jabar EKSPRES, bahwa ketersediaan air di bawah tanah semakin menurun karena maraknya pengambilan air tanah untuk kebutuhan industri, perusahaan minuman kemasan, bisnis properti, hingga pertambangan dan geotermal.
Sebagaimana juga disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Wahyudin Iwang, perluasan kawasan pemukiman tumbuh begitu pesat sehingga air diprivatisasi oleh perusahaan. Menurutnya, jika tidak dilakukan pembatasan oleh pemerintah, maka akan jadi ancaman bagi masyarakat. Dampaknya pun akan semakin memperburuk situasi air bawah tanah ketika terus dieksploitasi secara berlebihan.
Air bawah tanah bukan hanya menyusut lagi, melainkan akan habis akibat lingkungan rusak. Masyarakat tentu akan kesulitan memperoleh air bersih. Hal ini terjadi karena pemerintah membebaskan para pemilik modal mengeksploitasi air. Pemerintah yang seharusnya menjaga kelestarian air dan mengelolanya agar bisa dinikmati oleh masyarakat, tetapi justru memberikan keleluasaan pada para pengusaha hanya untuk kepentingan mereka meskipun harus mengabaikan rakyat.
Dalam hal ini pemerintah tidak memberikan solusi ataupun menganalisis kenapa air bawah tanah semakin berkurang. Kalaupun ada analisis yang dilakukan, itu hanya sebatas melihat serta menghitung, berapa kubik atau volume air bawah tanah yang dieksploitasi besar-besaran setiap tahun oleh sektor industri, perumahan, perkantoran, dan lain-lain.
Tampaknya, pemerintah belum serius mencari solusi untuk menjaga lingkungan. Ini terbukti dengan tidak adanya transparansi data perizinan penggunaan air bawah tanah yang dikeluarkan. Perusahaan juga seolah dibiarkan.
Kemanfaatan dalam sistem kapitalisme sudah menjadi suatu keniscayaan, meskipun itu bukan milik mereka. Sumber daya alam seperti air seharusnya adalah milik umum yang hanya boleh dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, sumber daya alam justru diserahkan kepada pihak lain untuk dikelola hanya demi keuntungan semata, meskipun itu akan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Kekayaan milik rakyat secara umum dikelola untuk kesejahteraan masyarakat dengan pengelolaan secara mandiri oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara umum dan tidak diserahkan kepada investor seperti dalam sistem kapitalisme.
Hadirnya penguasa merupakan pelaksana syariah Islam secara kaffah yang menjadikan khalifah memiliki karakter penuh kepedulian dan tanggung jawab.
Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:
"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari).
Negara adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas jaminan pemenuhan kebutuhan hidup publik. Negara tidak berpose sebagai regulator dan menyerahkan tanggung jawab kepada pihak lain. Wallahu'alam bishshawab.
Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media