Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, negara ini sedang mengalami pergeseran dari negara hukum menjadi negara kekuasaan.
“Kenyataannya negara kita, dan ini sudah sangat sering disampaikan oleh para pengamat, oleh para kritikus, itu mengalami pergeseran secara fundamental dari apa yang disebut negara hukum menjadi negara kekuasaan,” tuturnya dalam acara Focus To The Point: Rezim Tanpa Oposisi, di kanal Youtube UIY Official Channel, Senin (15/1/2024).
Ciri utama negara kekuasaan lanjutnya, adalah ketika kekuasaan yang mengatur hukum, itulah negara kekuasaan. “Seharusnya, kekuasaan itu diatur oleh hukum, namun yang terjadi di negeri ini adalah kekuasaan mengatur hukum,” ujarnya.
Contoh yang paling menonjol, lanjut UIY, adalah lahirnya berbagai Perppu di sepanjang sembilan tahun terakhir, termasuk salah satunya adalah Perppu Cipta Kerja.
“UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK, namun malah dibuat Perppu dan mengabaikan putusan MK. Ini menegaskan pergeseran negara menjadi negara kekuasaan,” tegasnya.
Berbeda
Menurut UIY, akar persoalan kenapa kekuasaan demikian kuat pengaruhnya terhadap hukum karena hukum antara teori dan praktik berbeda.
“Hukum dalam teorinya dibuat oleh wakil rakyat. Karena wakil rakyat, maka akan bekerja sesuai aspirasi rakyat. Tapi dalam faktanya tidak begitu. Mengapa? Karena, betul dia menjadi wakil rakyat, tetapi dia di bawah kendali partai, partai di bawah kendali pimpinan partai, pimpinan partai di bawah kendali kekuasaan,” ulasnya.
Apalagi lanjutnya, jika ketua partai mempunyai kasus, maka kasus itu dijadikan sebagai alat untuk menekan pimpinan partai supaya partai mengikuti semua kemauan kekuasaan. “Termasuk dalam proses pembuatan keputusan dan perundang-undangan,” imbuhnya.
Menurutnya, umat Islam saat ini hanya menjadi obyek politik untuk melegitimasi wakil rakyat, sementara wakil rakyat digunakan sebagai alat untuk melegitimasi seluruh proses pembuatan peraturan perlindungan untuk kekuasaan.
“Begitulah cara penguasa hari ini mengakali undang-undang demi kekuasaan. Dua kepentingan yang senantiasa ada dalam benak penguasa, yaitu kepentingan politik dan ekonomi,” pungkasnya.[] Ikhsan Rivaldi