Tinta Media - Pembangunan jalan tol sejatinya menjadi solusi dari kemacetan yang selalu melanda negeri ini, kemacetan di ibukota dan pusat kota lainnya di Indonesia memang tak bisa dipungkiri, maka pemerintah menggandeng pengusaha swasta membangun jalan tol sebagai solusi atas kemacetan tersebut.
Jalan tol yang di bangun tak main - main, hampir di setiap wilayah kota dan provinsi di bangun jalan tol yang menghubungkan dari pusat kota yang satu, ke kota yang lain.
Namun sayang, seiring banyaknya jalan tol yang di bangun tidak lantas di sambut bahagia oleh masyarakat, sebab tol yang di bangun tersebut memiliki tarif yang cukup mahal, bahkan ada wacana kenaikan lagi dari tarif lama ke tarif baru yang cukup memberatkan bagi rakyat, khususnya pengemudi transportasi umum seperti BUS dan angkutan lainnya.
Sebanyak 13 ruas jalan tol akan mengalami kenaikan tarif, pada kuartal 1 -2024 . Itu termasuk ruas - ruas tol yang jadwal penyesuaian tarifnya pada tahun 2023, namun masih dalam proses, sehingga tetap akan di sesuaikan pada tahun 2024. Menurut kepala BPJT Miftahul Munir, menyebutkan ke 13 ruas tol yang akan mengalami penyesuaian tarif pada kuartal 1-2024 . Berikut daftarnya. Sebagaimana di kutip dari Kontan. (Co. id pada senin 15/01/24 )
Jalan tol Surabaya - Gresik, jalan tol Kertosono - Mojokerto, jalan tol Bali - Mandara, jalan tol Serpong- Cinere, jalan tol Ciawi Sukabumi, jalan tol Pasuruan- Probolinggo, jalan tol Makassar seksi 4, jalan tol Dalam kota Jakarta (cawang-tomang - Pluit, dan Cawang - Tanjung Priok Ancol Timur - jembatan tiga / Pluit)
Dan masih banyak lagi.
Adanya kenaikan tarif jalan tol menunjukkan adanya komersialisasi jalan tol, pemerintah selama ini membangun fasilitas publik untuk siapa?
Apakah benar untuk rakyat? Yang menjadi pertanyaan yang sangat menggelitik di benak kita, fasilitas jalan tol yang di bangun bukan dengan dana sedikit dan menggunakan uang rakyat seharusnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk menyulitkan rakyat, karena mau tidak mau rakyat harus membayar tarif yang tidak sedikit ketika menggunakan fasilitas jalan tol.
Dan hubungan ini adalah potret buruknya sistem kapitalisme sekuler yang menjadi landasan kehidupan, segala sesuatu berlandaskan asas manfaat, tak peduli apakah itu merugikan rakyat atau tidak, karena sistem ini tidak berpihak pada rakyat, namun berpihak pada pengusaha, sebagai pemilik modal yang menginginkan sebesar-besarnya keuntungan, dan pemerintah sendiri hanya menjadi regulator saja, untuk memuluskan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pengusaha.
Itulah bukti rusaknya sistem ini, rakyat hanya di jadikan sebagai konsumen yang di paksa untuk berjual beli oleh penguasanya, rakyat yang seharusnya di berikan fasilitas publik yang nyaman, murah dan efisien, karena itu merupakan tanggung jawab negara terhadap rakyat nya.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam memandang jalan raya adalah bagian dari pelayanan negara dalam memenuhi kebutuhan pokok dan penting, rakyat sangat butuh akses jalan sebagai penghubung antara satu wilayah dengan wilayah lain yang nyaman tanpa kemacetan.
Jalan merupakan milik umum, dan negara di larang untuk mengomersialisasi kebutuhan rakyat. Karena rakyat merupakan tanggung jawab negara dalam pemenuhan seluruh kebutuhannya.
Lain halnya dengan sistem Islam, negara di dalam Islam , akan menjamin setiap rakyat termasuk dalam bidang transportasi, fasilitas tersebut akan di buat sesuai dengan kebutuhan rakyat, sebagai sarana untuk memudahkan akses bekerja, berniaga, sekolah, ataupun dakwah, karena itu negara akan memelihara dan menyediakan dengan sebaik-baiknya, karena negara di dalam adalah raa'in (pemelihara) yang bertanggung jawab terhadap rakyat dan memberikan sarana maupun prasarana yang memungkinkan Ummat dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman.
Dan semua itu hanya bisa terwujud jika sistem Islam di terapkan dalam sebuah negara yaitu khilafah 'alaa minhajjin nubuwwah.
Wallahualam
Oleh : Ummu Ghifa
Aktivis Muslimah