Tinta Media - Memasuki tahun 2024, ada yang menarik sekaligus membuat miris saat berbicara tentang muslimah. Pasalnya, permasalahan yang dialami oleh kaum perempuan Indonesia yang mayoritas muslimah ternyata begitu kompleks. Proyek kapitalisasi besar-besaran yang menyasar kaum perempuan dengan segala narasi ‘manis dan menyenangkan’ telah sukses membawa kehidupan mereka semakin dilingkupi oleh berbagai kesempitan hidup. Narasi kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, perempuan bangkit ekonomi melejit, dan lain sebagainya nyatanya malah beracun. Fakta tingginya kasus perceraian, kemiskinan, pengangguran, kekerasan seksual, KDRT, human trafficking, kasus aborsi tidak terlepas dari kehidupan muslimah. Jika diungkap data per kasus, jelas akan membuat miris dan meringis. Dan masalah tersebut terus saja meningkat dari tahun ke tahun.
Setidaknya ada 4 tantangan besar muslimah di tahun 2024 ini, dengan melihat bagaimana kondisi mereka selama tahun 2023 yang baru saja dilewati. Pertama adalah tantangan ‘ekonomi.’ Tantangan ini begitu dirasakan oleh kaum perempuan khususnya muslimah. Godaan berat di ranah ekonomi telah menghipnotis mayoritas dari mereka untuk terjun sebagai pelaku aktif ekonomi. Di tengah makin sulitnya akses ekonomi yang menimpa kaum laki-laki. Akhirnya, secara tak langsung dan tak sadar, peran utama sebagai pendidik pertama generasi dan pengatur rumah tangga mulai bergeser orientasinya.
Tantangan kedua yakni berupa tantangan ‘politik.’ Ini yang sering kali membawa kaum muslimah pada kondisi dilema. Di mana muslimah dihadapkan dengan politik demokrasi yang menjadikan kesetaraan gender sebagai ‘jargon’ perempuan berpolitik dan memperjuangkan 30% kursi parlemen untuk mereka. Meski faktanya sistem politik yang ada memiliki karakter buruk, rusak dan merusak siapa pun yang masuk ke dalamnya. Lebih-lebih, standar untuk terjun ke dunia politik praktis hari ini adalah terletak pada kemampuan membeli suara. Sedangkan suara politik itu tidaklah murah, harus bermodal ratusan juta, miliaran bahkan triliunan tergantung level kekuasaannya. Akhirnya, muslimah yang telah sukses naik ke panggung politik harus berpikir bagaimana modal yang sudah dikeluarkan bisa kembali bahkan bertambah. Ujung-ujungnya, muslimah ikut terjerat praktik busuk korupsi berjamaah.
Tantangan ketiga yang tak kalah berat adalah tantangan ‘sosial dan budaya’. Semakin ke sini, dunia makin bebas. Budaya asing yang tidak berasal dari Islam justru menjadi ikon budaya yang dibuat trend dan digandrungi kaum muslimah. Baik fashion, musik, termasuk film mencerminkan hilangnya rasa malu pada diri muslimah. Canggihnya teknologi tak dibarengi dengan penerapan sistem sosial dan budaya yang manusiawi akhirnya menyeret mereka ke jurang masalah. Perselingkuhan, pelakor, aborsi, pelecehan seksual, masalah mental health, hingga bunuh diri menjadi buah dari kacaunya pengaturan dalam kehidupan sosial di tengah-tengah mereka.
Dan yang keempat adalah tantangan ‘ideologis’. Dari tantangan-tantangan yang ada, tantangan ideologis inilah yang paling berat. Sebab, muslimah berada dalam pengaruh kuat ideologi sekuler kapitalis yang sedang bercokol hari ini. Dan korbannya bukan hanya muslimah yang biasa-biasa saja. Tetapi muslimah yang sudah mengkaji Islam pun terkena imbasnya. Sesuai dengan namanya, ideologi ini menjadikan kebebasan dan hedonisme sebagai standar kebahagiaan. Wajar bila pengaruhnya mampu mengamputasi peran muslimah dalam ranah domestik maupun publik. Narasi kapitalisme tentang ‘muslimah tangguh, muslimah cerdas, muslimah mandiri’ itu adalah saat mereka mampu bangkit secara ekonomi. Padahal narasi tersebut justru telah melemahkan peran wajib mereka sebagai ibu, istri dan pejuang Islam. Walhasil, waktu hidup mereka terforsir untuk mengejar cuan dan merasa senang jika mampu membeli produk-produk kecantikan yang sejatinya mereka adalah pasar bagi para kapital.
Keadilan Islam Meletakkan Peran Utama Perempuan Dalam Kehidupan
Islam merupakan satu-satunya agama yang benar di sisi Allah SWT. Dan umatnya diberi predikat sebagai umat terbaik. Oleh karena itu, tidak ada kebaikan yang paling baik kecuali hanya pada Islam saja. Maka, saat menginginkan solusi terbaik bagi muslimah dalam menghadapi tantangan yang ada adalah dengan kembali pada standar Islam memandang tantangan-tantangan ini.
Solusi Islam ini bisa kita pahami dengan memahami bagaimana Islam memandang perempuan atau muslimah. Islam memiliki pandangan yang khas terhadap perempuan. Perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga. Oleh sebab itu, Islam memberikan posisi terhormat pada kaum hawa ini sebagai ‘ummun wa rabbatul bayyt’ yakni ibu dan istri (pengatur rumah tangga). Laki-laki dan perempuan diberikan hak yang sama. Dan kemuliaan keduanya ditentukan oleh kadar ketaqwaannya, bukan sekadar gender. Maka, Islam tidak pernah menjadikan materi sebagai mahkota dan tujuan yang dikejar-kejar. Melainkan hanya ridlo Allah SWT saja yang menjadi mahkota dan tujuan akhir dari setiap peran yang dilakukan.
Dalam mencapai ridlo Allah SWT, Islam telah mengatur jalur bagi laki-laki dan perempuan. tentu ada perbedaan jalur di antara keduanya. Misalnya, dalam perkara nafkah. Dalam Islam, jelas bahwa laki-laki adalah penanggung jawab nafkah rumah tangga. Sedangkan perempuan hanya mubah saja, itu pun jika suami mengizinkan. Terdapat sebuah hadist yang menggambarkan bahwa jalur perjuangan laki-laki dan perempuan itu berbeda. Yakni saat seorang muslimah bernama Zaenab mendatangi Nabi Saw. dan mengatakan, “Aku telah diutus kaum wanita kepada engkau. Jihad yang diwajibkan Allah kepada lelaki itu, jika mereka terluka parah, mereka mendapat pahala. Mereka hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki. Manakala kami kaum wanita sering membantu mereka. maka apakah pula balasan untuk kami atas semua itu?”, kemudian Nabi Saw. menjawab, “Sampaikanlah kepada sesiapa yang engkau temui daripada kaum wanita. Bahwasanya, taat pada suami serta mengakui haknya adalah menyamai pahala orang yang berjihad di jalan Allah. Tetapi adalah ‘sangat sedikit’ daripada golongan kamu yang dapat melakukan demikian”.
Dari hadist tersebut jelas bahwa menjadi ibu dan istri bagi perempuan merupakan peran yang paling utama dan mulia. Peran ini juga memiliki nilai politis dan strategis. Karena para ibu yang menjadi madrasah pertama inilah, lahir generasi yang berkualitas, calon pemimpin yang akan mengaruskan perubahan, mengganti bangunan peradaban kapitalisme yang rapuh dengan bangunan kokoh peradaban Islam. Karena hanya dengan tegaknya peradaban Islam, solusi berbagai masalah manusia akan terpecahkan.
Dengan demikian, menjadi kewajiban bagi muslimah untuk meningkatkan kualitas diri, yakni dengan memperkuat kepribadiannya dengan menjadikan aqidah Islam sebagai standar berpikir dan bersikap. Dan sekaligus menjadi PR besar muslimah di tahun 2024 untuk memperkuat pemahaman Islamnya dengan jalan mengkaji Islam secara intens dan istiqomah. Karena Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari perkara thaharah hingga perkara dakwah dan khilafah. Fiks, muslimah butuh ngaji!! Wallaahua’lam
Oleh: Yulida Hasanah
(Aktivis Muslimah Brebes)