Solusi Banjir Menurut Islam - Tinta Media

Selasa, 16 Januari 2024

Solusi Banjir Menurut Islam



Tinta Media - Pemkab Bandung telah mengalokasikan anggaran sebesar 6.9 miliar dari APBD untuk menangani banjir di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah dari 2022 sampai 2023. Dari APBD 2022, alokasi anggaran sebesar Rp996 juta. Dana sebesar itu antara lain digunakan untuk peningkatan Jalan Andir-Katapang, penutupan permanen pintu air yang ada di Tanggul Sungai Cisangkuy, pembuatan saluran drainase permukiman, dan normalisasi saluran.  Sedangkan APBD 2023 sebesar 5.9 miliar digunakan untuk normalisasi dan pembuatan saluran drainase pemukiman di lokasi RW 1,2,3,7,9 kelurahan Andir. 

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengklaim bahwa genangan di Kelurahan Andir sudah berkurang 99 persen. Kalau pun masih ada genangan akibat banjir sekitar 30 sentimeter, itu cepat surut dalam waktu satu-dua jam.

Bupati Bandung mengungkapkan bahwa untuk mengatasi banjir akan dibuat saluran U-Ditch di beberapa RW Kelurahan Andir. Saluran U-Ditch adalah jenis drainase yang berbentuk melengkung dan menyerupai huruf “U”. Fungsinya adalah untuk mengalirkan air hujan atau permukaan dari satu area ke area lain, mencegah terjadinya genangan air yang dapat menimbulkan banjir atau kerusakan infrastruktur. Untuk merampungkan proyek tersebut dibutuhkan anggaran sebesar 10 miliyar. 

Mengapa Bandung kerap terjadi banjir? Ahli Hidrologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) M Pramono Hadi mengatakan bahwa karakteristik fisiografi Bandung yang berupa cekungan menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir di kota itu. 

Di sisi lain, pemukiman di kawasan Bandung terus berkembang, tetapi tidak disertai adanya resapan yang memadai, terutama saat terjadi curah hujan yang ekstrem, sehingga menambah risiko terjadinya banjir. Belum lagi tidak adanya progres yang bagus untuk memperbaiki kerusakan landskap di Bandung Utara. 

Banjir berulang di perkotaan menunjukkan gagalnya tata kelola ruang yang dilakukan oleh pemangku kebijakan. Sudah semestinya pemerintah memilih dan memilah pengelolaan lahan, mana yang bisa dipakai untuk industri, perumahan, termasuk mana area yang diperuntukan sebagai daerah resapan. Hal tersebut telah diatur dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% luas wilayah kota. 

Namun, UU tersebut seolah tidak bergigi lagi pada saat pemerintah mengesahkan UU Ciptaker. Tampak dalam UU Ciptaker tersebut, pemerintah pusat lebih mengedepankan kepentingan investasi. Banyak pasal dalam UU Ciptaker yang menunjukkan ketidakharmonisan dengan UU Penataan Ruang, UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, dan UU sektor lainnya. Dengan disahkannya UU cipta kerja, jelas bahwa pemerintah lebih berpihak pada penguasa-penguasa (oligarki) 

Kebijakan pro-oligarki ini sangat lumrah dalam sistem kapitalis ini. Kapitalisme berasas manfaat dan menghalalkan cara apa pun untuk menyejahterakan kepentingan pribadi, meskipun yang menjadi korban adalah rakyat kalangan menengah ke bawah. 

Banjir di beberapa daerah di Indonesia menjadi momok yang harus diwaspadai setiap tahun. Dampak dari bencana banjir sangat luas, mulai dari kerusakan fasilitas publik, lumpuhnya jalur transportasi yang mengakibatkan roda perekonomian tidak berjalan baik, dan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat. 

Kerusakan yang terjadi akibat banjir merupakan ulah tangan manusia. Sistem kapitalisme terbukti melahirkan manusia yang serakah dalam mengelola lahan dan mengantarkan berbagai kerusakan. 

Allah Taala berfirman dalam QS Ar-Ruum: 41, 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” 

Meski demikian, perusahaan swasta masih tetap diberi wewenang dalam menguasai lahan. Konsep kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme membuat para pemilik modal menjadi penguasa yang sesungguhnya. Negara hanya bertindak sebagai regulator kebijakan yang abai pada persoalan rakyat. 

Ini berbeda dengan manajemen tata wilayah dan lahan di dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, yaitu daulah khilafah. Lalu bagaimana khilafah dalam mengatasi banjir? 

Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik dari hujan, glester, rob dll., maka khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya. Salah satu contoh bendungan yang dibangun pada masa khilafah dan masih digunakan sampai saat ini adalah bendungan Mizan yang berada di Provinsi Khuzastan daerah Iran Selatan. 

Khilafah juga akan memeratakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air akibat dari rob ataupun kapasitas serapan yang mini dan selanjutnya melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah tersebut. Jika ada dana yang cukup, khilafah akan membuat kanal-kanal baru agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialirkan alirannya. 

Khilafah juga akan menjaga kelestarian lingkungan dengan mencegah pembalakan secara besar-besaran karena memahami bahwa hutan adalah satu kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. 

Khilafah tidak akan sembarangan memberi izin dalam pembalakan dan penjualan hutan, karena secara syar'i kepemilikan umum tidak bisa berpindah menjadi kepemilikan pribadi. Islam sangat tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara serampangan. 

Adapun daerah yang awalnya aman dari banjir dan genangan, tetapi karena faktor penurunan tanah sehingga terkena banjir dan genangan, maka khilafah akan semaksimal mungkin mengatasi genangan tersebut. Jika tidak memungkinkan, maka masyarakat akan dievakuasi ke daerah yang aman banjir dengan memberikan ganti rugi atau kompensasi. 

Khilafah akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah juga menyediakan logistik berupa tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita sakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. 

Khilafah juga dengan ketat akan mengawasi kebersihan sungai dan kanal, dengan memberikan sanksi bagi siapa yang mencemari sungai, kanal, dan danau. khilafah juga akan membangun sumur resapan yang bisa digunakan sebagai tempat cadangan air saat musim kemarau. 

Dalam pembangunan pemukiman baru, khilafah membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan. 

Penguasa dalam Islam bahkan memastikan bahwa pembangunan benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan umat. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita menjadikan bencana yang terjadi di sekitar kita sebagai alat untuk bermuhasabah diri. 

Saat ini, banyak kerusakan yang terjadi akibat ulah tangan manusia, disebabkan sistem yang diterapkan bukanlah sistem yang datang dari Sang Pencipta, melainkan sistem buatan manusia. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang sahih, yang sesuai dengan fitrah manusia, sistem yang aturannya datang langsung dari Allah Swt., yaitu sistem Khilafah Islamiyah. Wallahualam.


Oleh: Ira Mariana
Sahabat Tinta Media 





Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :