Tinta Media - Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung meraih penghargaan Indeks Reformasi Hukum Nasional terbaik ke 1 dari Kemenkumham RI. Menhumham RI Yasonna H Laoly menyerahkan langsung piagam penghargaan tersebut kepada Pemprov Jabar yang diwakili Nurul Diana Irawati (Analis Hukum Ahli Madya) dan kepada Bupati Bandung M Dadang Supriatna. Penyerahan penghargaan tersebut dilakukan dalam acara puncak Rakor Kemenkumham di hotel Borobudur Jakarta, kamis (14/12/2023).
Dalam sambutannya, Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly mengucapkan terima kasih kepada semua jajaran Kemenkumham yang selalu melakukan inovasi dan memberikan pelayanan terbaik.
Penghargaan tersebut patut disyukuri, bukan untuk berbangga diri, akan tetapi untuk memotivasi supaya ke depannya sistem hukum di Indonesia lebih baik. (harapanrakyat.com)
Reformasi hukum nasional bertujuan untuk mewujudkan sistem pemerintahan agar lebih baik, transparan, serta tanggap terhadap peran publik dalam pengambilan keputusan atau kebijakan. Karena itu, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam sistem hukum.
Penggunaan aplikasi dan platform digital pun dilakukan untuk dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses informasi hukum dan layanan publik. Akan tetapi, jika kita lihat fakta saat ini, banyak terjadi pelanggaran hukum oleh para penegak hukum, misalnya kasus suap-menyuap kepada penegak dan aparat hukum, sehingga slogan ' pengadilan banyak, tetapi keadilan langka' seperti bukan pernyataan kosong belaka.
Banyak pihak merasa sulit mempercayai penegakan hukum di tanah air. Pada tahun 2020, survei Indonesia Political Opinion (IPO) memperlihatkan ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum yang mencapai 64 persen, tertinggi di antara kebijakan-kebijakan yang lain.
Kepolisian Republik Indonesia, menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia mendapatkan tingkat kepercayaan tinggi hingga mencapai 80,2 persen. Namun, itu seperti bertolak belakang dengan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebut bahwa Polri adalah institusi yang paling sering diadukan sepanjang Januari hingga September 2021. Pada tahun 2020, Komnas HAM melaporkan bahwa institusi kepolisian juga menjadi lembaga yang paling banyak diadukan, yakni mencapai 758 kasus. Karena itu, banyak orang skeptis bisa mendapatkan keadilan di negeri ini.
Pakar hukum Prof. Dr. Sudjito, S.H., M.Sc. menyebutkan bahwa hukum yang berjalan saat ini lebih banyak memihak penguasa, pengusaha, politisi, serta semakin memarjinalkan rakyat. Apalagi, kini hukum sering tajam kepada kalangan yang berseberangan dengan penguasa, tetapi tumpul pada orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan. Banyak warga diadili dengan tuduhan menyebarkan hoax atau menghina pejabat negara. Namun, para buzzer yang menista tokoh Islam dan menyebarkan berita palsu nyaris tak dijerat hukum.
Padahal, harus kita pahami bersama bahwa persoalan hukum di mana pun sebenarnya bersumber pada dua hal besar, yaitu kesahihan hukum itu sendiri dan moralitas para penegak hukum. Hukum yang sahih pasti adil. Penegak hukum yang amanah pasti akan menjamin keadilan untuk semua pihak. Jadi, hukum yang sahih, serta penegak hukum yang amanahlah yang akan memberikan keadilan, kepercayaan, transparan, serta tanggap terhadap peran pengambilan keputusan ataupun kebijakan.
Hukum selamanya tidak akan sahih jika datang dari akal dan hawa nafsu manusia, bukan dari ketetapan Pencipta manusia, yakni Allah Swt. Pakar hukum Prof. Dr. Sidjito, S.H , M.Sc. menyebutkan kondisi hukum di Indonesia akan semakin buram jika masih saja berkutat dengan penerapan paradigma hukum lama yang cenderung sekuler, materialistik, dan mengandung cacat ideologis.
Selain itu, hukum buatan manusia penuh dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Karena sarat kepentingan, hukum buatan manusia sering berisi pasal-pasal karet yang dapat ditarik ulur sesuka hawa nafsu penguasa. Padahal, Allah Swt. telah mengingatkan di dalam Al-Qur'an bahwa kehancuran akan datang jika kebenaran mengikuti hawa nafsu.
Allah Swt. berfirman,
"Andai kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya, Kami telah mendatangkan kepada mereka peringatan, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu." (TQS. al- Mukminun: 71)
Tentu berbeda dengan hukum Islam yang menjamin keadilan, karena berasal dari Allah yang Maha Adil, bebas dari hawa nafsu manusia, termasuk bebas kepentingan politik. Hukum Islam aturannya jelas. Setiap upaya menyelewengkan hukum Allah mudah diketahui, sehingga dapat diluruskan dengan segera.
Ketika orang-orang Bani Makhzum meminta Usamah bin Zaid r.a. melobi Nabi saw. agar membatalkan hukum potong tangan atas seorang perempuan bangsawan dari kaumnya, beliau murka dan menegur mereka, "Apakah engkau hendak meminta keringanan sanksi/ hudud Allah?" Lalu beliau berkutbah: "Sungguh yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya, jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang memotong tangannya!" (HR. al- Bukhari)
Karena itu, tidak ada hukum yang bisa menciptakan keadilan, kepercayaan, ketenangan, transparan, dan tanggap kepada pengambilan keputusan ataupun kebijakan, kecuali hukum-hukum Islam, bukan yang lain.
Allah Swt. berfirman,
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS. al-Maidah: 50).
Alhasil, keadilan dan penegakan hukum yang amanah, hanya akan terwujud di dalam kehidupan Islam. Di dalamnya, akidah Islamlah yang menjadi landasan, serta syariah Islamlah yang menjadi hukum-hukum yang diterapkan.
Wallahua'lam.
Oleh: Ummu Aiza
Sahabat Tinta Media