Tinta Media - Dalam memberikan refleksi akhir tahun 2023, Peneliti Forum Analisi dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, kebijakan fiskal pemerintah sepanjang tahun 2023 semakin buruk.
"Kebijakan fiskal pemerintah sepanjang tahun 2023 semakin buruk," ujarnya kepada Tinta Media, Ahad (31/12/2023).
Menurut Ishak, ini ditandai dengan pemerintah meningkatkan utang ribawi dengan akumulasi mencapai Rp 8.041 triliun pada November 2023.
Di tengah peningkatan utang, ujarnya, pemerintah malah ngotot melanjutkan proyek IKN yang menelan anggaran besar, dengan tambahan menjadi Rp40 triliun pada tahun depan.
"Besar kemungkinan dana APBN yang akan tersedot untuk membangun proyek itu akan semakin besar ke depan," simpulnya.
Ishak berdalih, investor yang direncanakan akan mendominasi investasi di kawasan itu hingga saat ini enggan berinvestasi karena belum menjanjikan secara ekonomi.
"Pemerintah telah memperpanjang izin HGU di kawasan itu hingga 190 tahun," cetusnya.
Pada saat yang sama katanya, pemerintah juga berencana untuk meningkatkan tarif pajak dan cukai barang dan jasa. Setelah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% sejak April 2022, tahun depan akan kembali dinaikkan menjadi 12%.
"Biaya yang ditanggung masyarakat setiap kali berbelanja menjadi semakin besar," tegasnya.
Ironisnya, menurut Ishak pemerintah malah berkoar-koar bahwa utang dan pajak digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, kenyataannya kondisi sosial ekonomi rakyat Indonesia tetap buruk.
"Data pengangguran pada Agustus 2023 mencapai 7,9 juta orang atau sekitar 5,3 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Sementara itu, jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau setara dengan 9,4 persen dari total penduduk Indonesia," terangnya.
Dengan demikian ujarnya, penduduk yang hidup kurang sejahtera lebih tinggi dibandingkan dengan data pemerintah.
Setali tiga uang dampak buruknya sosial ekonomi diperparah oleh sistem hukum yang buruk, menyebabkan maraknya berbagai kejahatan dengan motif ekonomi seperti pembunuhan dan perjudian. Selain itu, tingkat perceraian dan KDRT akibat masalah ekonomi juga meningkat.
"Dampak liberalisasi investasi terhadap sosial, ekonomi, dan lingkungan juga semakin buruk. Investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan konflik agraria, yang mengakibatkan penduduk kehilangan tanah dan rumah mereka," nilainya.
Menurutnya, Pemerintah hanya berpikir jangka pendek untuk kepentingan para investor, tetapi mengabaikan dampak jangka panjang bagi warga dan lingkungan.
Ia mengungkapkan ini hanya contoh dari banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh sistem dan kebijakan ekonomi yang berlandaskan kapitalisme.
" Penerapan sistem tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan, tetapi yang paling esensial adalah diabaikannya hukum-hukum Allah SWT dan Rasul-Nya dalam pengelolaan negara, termasuk dalam aspek ekonomi," bebernya.
Oleh karena itu, menurut Ishak agenda untuk mengganti sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem Islam merupakan agenda utama umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya. "Menuju Indonesia yang baik dan diridhai Allah SWT," pungkasnya.[] Muhammad Nur