PHK Massal, Sistem Ekonomi Kapitalis Gagal Total - Tinta Media

Senin, 29 Januari 2024

PHK Massal, Sistem Ekonomi Kapitalis Gagal Total




Tinta Media - Lagi-lagi PHK. Kepedihan kembali menyapa rakyat. Fenomena ini kembali terjadi. Ribuan karyawan dari berbagai perusahaan menjadi korbannya. Salah satunya  PT Hung-A Indonesia yang  akan  melakukan PHK atas ribuan pekerjanya karena akan menutup operasional mulai Februari 2024. Beredar kabar, pabrik ban asal Korea Selatan itu tengah berencana hengkang dari Indonesia dan beralih ke Vietnam yang akan jadi lokasi baru untuk membangun pabriknya.  (CNBC Indonesia, 20/1/2024). 

Miris, pada 2023 lalu, setidaknya ada 7.200-an pekerja yang menjadi korban PHK, baik karena perusahaannya tutup total, hengkang atau relokasi, maupun efisiensi biaya. Data tersebut baru mencakup perusahaan tempat anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) bekerja, belum termasuk pabrik lain yang non anggota KSPN. (CNBC Indonesia, 20/1/2024).

Dikutip dari Detik.com  29/12/2023, badai pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menghantam berbagai perusahaan di Indonesia dengan sangat keras. Bahkan hingga akhir 2023, tercatat ada lebih dari 20 perusahaan yang telah melakukan PHK massal. Kebijakan PHK ini diambil oleh sejumlah perusahaan Tanah Air karena berbagai alasan, mulai dari efisiensi hingga perusahaan mengalami kebangkrutan. Para pekerja yang di-PHK pun jumlahnya beragam mulai dari puluhan sampai ribuan.

Mengapa semua ini terjadi?

 Ada Sebab Ada Akibat

Gelombang PHK massal tentunya bukan tanpa sebab. Bangkrutnya perusahaan-perusahaan hingga memutuskan PHK terhadap karyawannya terjadi karena beberapa hal. Untuk pasar domestik, serbuan impor cukup menjadi mesin pembunuh. Dan untuk produk ekspor, situasi perang Rusia-Ukraina yang menimbulkan  krisis di Amerika dan Eropa,  menciptakan permasalahan bagi pabrik-pabrik di dalam negeri. Ditambah lagi kasus pandemi covid-19 belum bisa teratasi sepenuhnya. Penumpukan stok akibat perlambatan ekspor global pun menambah besarnya arus PHK. Belum lagi saat ini, modernisasi mesin juga menjadi penyebab PHK di pabrik-pabrik padat karya. Ketiadaan antisipasi pemerintah terhadap adanya modernisasi mesin di sejumlah perusahaan, mengharuskan perusahaan memangkas jumlah pegawai.

Lebih parah lagi, mengutip pernyataan Tauhid Ahmad Direktur Eksekutif INDEF, tentang relatif lambannya pemerintah  dalam merespons gejala penurunan industri manufaktur. Sehingga jika tidak ditangani, fenomena PHK masih akan berlanjut dan berpengaruh pada pemulihan ekonomi. Senada dengan hal tersebut, Nurjaman Wakil Ketua APINDO DKI Jakarta mengatakan meluasnya PHK di sektor manufaktur akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di masa depan. Nurjaman berharap pemerintah lebih hadir untuk mengatasi masalah tersebut.(CNBC Indonesia, 19/1/2024).

Kelambanan pemerintah tampak pada  perusahaan-perusahaan yang berorientasi pasar lokal. Pemerintah tidak tegas menghentikan arus impor, terutama yang ilegal. Pemerintah juga tidak tegas dalam hal seputar pembatasan perjanjian dagang. Jika ini terus terjadi gelombang kemiskinan pun semakin tak terkendali. Seperti apa yang disampaikan pengamat ekonomi Universitas Indonesia, kondisi badai PHK  harus diwaspadai karena dampaknya besar. Pekerja yang lama menganggur akan mengalami penurunan kemampuan hingga sumber pemasukan yang bisa menimbulkan kemiskinan.(CNBC Indonesia, 19/6/2023).

Penyebab PHK lainnya adalah adanya antisipasi resesi agar perusahaan tidak merugi. Sementara itu, empat dari sepuluh perusahaan mengatakan mereka akan memberhentikan karyawan dan mengganti pekerja dengan kecerdasan buatan (AI).

 Sistem Ekonomi Kapitalis Sistem Gagal si Biang Kerok

Dalam sistem ekonomi kapitalis, aktivitas produksi menjadi fokus utama. Tingkat produksi yang setinggi-tingginya dianggap cara paling ideal untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat, para pekerja menjadi salah satu faktor dan juga penentu biaya produksi di dalamnya.  Sehingga jika pada kondisi tertentu produsen mau menurunkan biaya produksi, PHK menjadi niscaya. Sebuah konsekuensi yang mengiringi perjalanan aktivitas produksi perusahaan.

Dalam sistem ekonomi kapitalis paradigma "yang bercuan menjadi tuan"  sangat dominan.  Yang bermodal besar mampu mempengaruhi kebijakan. Pengusaha yang beraktivitas di dalamnya tak punya  kepedulian pada nasib pegawainya, yang diperhatikan hanya keuntungan materi semata dan bagaimana menyelamatkan perusahaannya. 

Tragisnya, pemerintah hanya sebagai regulator saja yang keberpihakannya nyata pada para pengusaha, para oligarki kapitalis radikal. Regulasi prokapitalis sungguh telah menyengsarakan rakyat. Seperti yang terlihat dari disahkannya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU pada tahun 2020, yang dinilai merugikan para pekerja (buruh). Pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, merupakan salah satu isinya.

Sistem ekonomi kapitalis menjadi biang kerok gagalnya penguasa membuat kebijakan terbaik untuk rakyat. Kesejahteraan rakyat jauh panggang dari arang. Penguasa telah zalim dengan berbagai kebijakan yang mampu memicu PHK. Terputusnya jalur nafkah akibat PHK, menjadi dampak buruk bagi keluarga. Kehilangan sumber  nafkah menjadi pemicu stres pada anggota keluarga terutama bagi laki-laki yang memiliki tanggung jawab menafkahi Keluarga. Alih-alih menyejahterakan, yang terjadi malah menyengsarakan.

 Sistem Islam Anti Gagal

Dalam Islam, penyediaan lapangan kerja adalah kewajiban negara. Penguasa dalam sistem Islam senantiasa memelihara urusan umat, termasuk memastikan terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan juga pendidikan, kesehatan dan keamanannya. Dengan perhatian penuh, negara tak akan membiarkan adanya pengangguran.

Sabda Rasulullah saw.

ÙƒُÙ„ُّÙƒُÙ…ْ رَاعٍ ÙˆَÙƒُÙ„ُّÙƒُÙ…ْ Ù…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

“Imam/Khalifah itu laksana gembala (raa’in), dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan ketakwaannya, penguasa (Khalifah) akan menjalankan kewajibannya melapangkan jalan bagi warganya untuk mencari nafkah. Sumber daya alam sebagai harta milik umum, dikelola agar mampu menyerap tenaga kerja. Bantuan modal tanpa riba, juga menjadi perhatian negara untuk warganya yang akan membuka usaha, serta mendukung penuh berjalannya hasil usaha warganya dengan memperketat kebijakan impor agar tidak mematikan produk warga negaranya dan juga dalam mewujudkan kemandirian negara dalam menstabilkan perekonomian negara.

Walhasil, gelombang PHK dapat dicegah, tingkat pengangguran diminimalisir, kemiskinan dihindari, kesejahteraan pun terwujud secara paripurna. Demikianlah, sistem ekonomi Islam merupakan sistem anti gagal. Menerapkannya membuat rakyat hidup tenang dan bahagia.

Wallaahu a'laam bisshawaab.


Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty 
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :