Peneliti: Utang Ribawi dalam Sistem Kapitalis Itu Legal - Tinta Media

Selasa, 16 Januari 2024

Peneliti: Utang Ribawi dalam Sistem Kapitalis Itu Legal



Tinta Media - Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, utang  ribawi dalam sistem  kapitalis merupakan sesuatu yang legal. 

“Utang ribawi dalam sistem kapitalis memang merupakan sesuatu yang legal. Kalau kita lihat dalam Undang-Undang  APBN, utang itu dipersilakan untuk dilakukan selama tidak melampaui 60% dari GDP sehingga pemerintah terus menggenjot utang  tanpa merasa bersalah,” ungkapnya di Kabar Petang: Era Jokowi Utang Ugal-Ugalan, Setiap Warga Tanggung Rp28 Juta? Di kanal  Youtube Khilafah News, Sabtu (13/1/2024).

Oleh karena itu, tidak heran, lanjutnya, kebijakan rezim Jokowi selama 10 tahun terakhir utang negara naik sangat drastis. 

“Lonjakan utang negara naik sangat drastis. Saya mencoba menghitung dalam 10 tahun terakhir rezim Jokowi, utang negara meningkat 200 %,” ungkapnya. 

Ia memaparkan, utang negara sampai November 2023 mencapai Rp8.000 triliun. “Bulan Desember itu ada tambahan lagi sehingga mungkin lebih dari Rp8.100 trilun. Tahun ini juga akan  ada tambahan utang lagi sekitar Rp600 triliun. Jadi angka utang Indonesia di akhir pemerintahan Jokowi ini  bisa mencapai angka Rp9.000 triliun. Angka yang sangat besar,” ujarnya. 

Menurutnya, meski nilai utang sangat besar namun tidak berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 

“Ini aneh, utang kita semakin tinggi tapi ekonomi kita biasa-biasa saja, tidak ada perbaikan bahkan semakin buruk. Ini membuat kita berkesimpulan bahwa selama rezim Jokowi, pengelolaan utang negara, pengelolaan anggaran negara semakin buruk. Dan ini akan sangat berbahaya bagi masa depan ekonomi Indonesia dan juga bagi rakyat Indonesia,” ulasnya. 

Ia menyebut setidaknya ada dua bahaya. Pertama, harus membayar bunga yang lebih banyak. Apalagi menurutnya, sebagian besar utang pemerintah saat ini dalam bentuk obligasi atau SBN yang tingkat suku bunganya mengacu kepada pasar.

“Semakin beresiko suatu negara maka tingkat suku bunga obligasi semakin mahal. Tahun 2023 rata-rata suku bunga obligasi pemerintah Indonesia  dikisaran 6-7%. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia, Thailand, apalagi Singapura yang di bawah 5%. Artinya makin tinggi suku bunga maka beban anggaran untuk pembayaran bunga utang  makin besar,” terangnya.

Ini, lanjutnya, terbukti selama dua tahun terakhir biaya pembayaran bunga utang pemerintah sudah mengalahkan seluruh belanja pemerintah pusat. 

“Konsekuensinya ketika pemerintah tidak mampu menarik pendapatan yang lebih besar, maka anggaran untuk belanja-belanja produktif seperti membangun infrastruktur dasar, membangun jalan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan daerah, membangun irigasi, membangun bendungan membangun jalur kereta api, dan lain-lain itu menjadi semakin terbatas karena sebagian besar anggaran dipakai untuk membayar utang,” bebernya. 

Bahaya kedua ucapnya, jika rupiah melemah otomatis suku bunga pembayaran utang semakin tinggi. 

“Sebagian dari utang negara bunganya dalam bentuk floating rate (suku bunganya berubah mengikuti suku bunga di pasaran). Kalau ada gejolak di pasar keuangan dunia, pembayaran bunga kita semakin mahal,” terangnya.

Terakhir ia menyampaikan, jika utang tidak diremtidak menutup kemungkinan Indonesia  menjadi negara bangkrut.

“Ini  sebagaimana yang terjadi di negara-negara Amerika Latin, karena utang yang jatuh tempo tidak bisa dibayarkan. Juga di Yunani,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :