Pemanfaatan Tani Lahan Pekarangan, Solusi Kemiskinan? - Tinta Media

Minggu, 21 Januari 2024

Pemanfaatan Tani Lahan Pekarangan, Solusi Kemiskinan?



Tinta Media - Dalam rangka menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pemerintah kabupaten  melakukan salah satu upaya dengan mengubah perilaku ekonomi masyarakat, khususnya para petani, dengan  program pemanfaatan tani pekarangan di wilayah Kampung Tareptep, Desa Mekar Manik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. (Selasa, 12/12/2023)

Menurut Irawati, selaku  koordinator kelompok tani himpunan orang tani dan niaga (Hotani), pemanfaatan lahan pekarangan yang kosong ditanami tanaman produktif, seperti sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, tanaman hias, obat-obatan, dan lainnya, diharapkan akan memberikan hasil keuntungan dan manfaat lebih bagi petani.

Ini adalah salah satu program pemerintah dari sekian banyak program yang digulirkan kepada masyarakat untuk menurunkan angka kemiskinan. Namun, faktanya kemiskinan tidak berkurang, bahkan semakin bertambah. Salah satu penyebabnya adalah karena program tersebut  pendistribusiannya sering tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, bahkan sering menjadi ajang korupsi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Itulah yang terjadi pada program-program dalam bidang pertanian lainnya yang pernah ada, seperti program regenerasi pertanian, program kartu tani, program smart farming, bahkan pupuk gratis, dan sebagainya.

Terkait program pemanfaatan tani lahan pekarangan yang dilakukan untuk menurunkan jumlah angka kemiskinan tersebut, benarkah akan menjadi solusi? Karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa mempunyai lahan pekarangan saja tidak cukup jika ingin dijadikan lahan pertanian, sehingga mengharuskan pemerintah untuk benar-benar sepenuh hati dalam mengurusinya. 

Masyarakat yang memiliki lahan pekarangan pasti membutuhkan bibit, pupuk, pengairan, dan proses berikutnya seperti ketika panen, pemasaran, dan sebagainya. Sedangkan masyarakat yang  mempunyai lahan pekarangan tetapi sempit, atau bahkan tidak mempunyai sama sekali, tentu tani lahan pekarangan tidak akan menjadi solusi kemiskinan. Selain kebutuhan dana, keahlian pun harus dimiliki, mulai dari proses praproduksi, produksi, hingga packing dan pemasaran.

Karena merupakan program pemerintah, dukungan berupa modal dana dan keahlian untuk bertani pun harus disokong oleh pemerintah. Hal ini karena banyak masyarakat yang tidak mempunyai penghasilan tetap. Jangankan untuk modal usaha,  bertani lahan pekarangan, untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan sehari-hari pun terkadang kesulitan. Di sisi lain, para petani di pedesaan  yang mempunyai lahan sedikit saja, hidupnya dalam keadaan serba sulit, bahkan untuk biaya bertani pun tidak ada. Pada akhirnya, para petani tersebut lebih memilih menjual lahannya.

Di sisi lain, lemahnya dana di pihak petani kecil dimanfaatkan oleh para investor swasta, asing dan aseng untuk membeli lahan pertanian tersebut, dan melakukan kerja sama dengan pemerintah setempat dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat setempat. Tak jarang, mereka melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat rekreasi, perumahan, dan juga industri.

Jika pun para investor tersebut bergerak dalam bidang pertanian, maka para petani kecil dan program tani lahan tidak akan mampu bersaing dengan para investor yang memiliki kekuatan modal, bahkan pasar.
Dari realitas tersebut, jelaslah bahwa program tani lahan pekarangan tidak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini karena akar kemiskinan masyarakat adalah penerapan sistem  neoliberalisme-kapitalisme, yang asasnya hanya manfaat semata dan menguntungkan bagi para pemilik modal (kapitalis) saja, sehingga kehidupan rakyat terabaikan dan jatuh pada kemiskinan. Selama kebijakan neoliberal-kapitalistik masih diterapkan di negeri ini, kemiskinan tidak dapat dikurangi, apalagi diselesaikan hingga tuntas.

Dalam bidang pertanian, selain para kapitalis ini menguasai dari hulu hingga hilir, mereka juga sering melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi destinasi wisata atau pemukiman elite penduduk. Sementara, untuk pemenuhan komoditas pertanian, menyuplai kebutuhan pangan nasional, penguasa sering bekerja sama dengan para koorporasi untuk melakukan impor.

Ini berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Islam mengatur seluruh kehidupan dan manusia. Ketika aturan tersebut diterapkan secara kaffah (keseluruhan), maka janji Allah dalam QS Al-'Araf ayat 96 akan terwujud, yaitu:

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Dalam pengaturan masalah pengelolaan tanah, Islam menetapkan aturan yang terdiri dari:

Pertama, kepemilikan, meliputi kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Tanah milik individu dikelola oleh individu. Islam mewajibkan negara untuk membantu rakyat agar maksimal dalam mengelola tanah, mulai dari kemudahan bagi rakyat dalam mengakses ketersediaan benih, pupuk, air, dan dalam distribusi hasil panen, serta pemasaran.

Kedua, infrastruktur yang memadai untuk memudahkan arus barang (hasil pertanian), dan jasa.

Ketiga, sehatnya iklim usaha, termasuk pertanian, sehingga memotivasi petani untuk maksimal dalam produksi, distribusi, dan pemasaran. 

Keempat, independen dalam pertanian sehingga menciptakan ketahanan pangan, tidak harus impor. Dalam pengelolaan tanah pertanian, tidak diperbolehkan adanya monopoli oleh pihak tertentu, tidak diperbolehkan adanya investor asing (dari luar negara). Semua dalam pengelolaan oleh negara, melalui departemen pertanian.

Inilah tata kelola pertanian dalam Islam yang ada dalam penerapan sistem ekonomi Islam. Ditopang oleh sistem moneter Islam yang berasas emas dan perak, akan tercipta stabilitas ekonomi dalam negeri yang kokoh. Kesejahteraan dan keadilan rakyat akan terjamin, sehingga mampu mengentaskan kemiskinan di tengah rakyat. Hal ini adalah berkah dari penerapan Islam kaffah, yang memiliki kedaulatan dalam menentukan kebijakan negara, termasuk dalam bidang pertanian. Wallaahu'alam bishshawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :