Ketika Regulasi Kapitalis Legalkan Perampasan Lahan - Tinta Media

Senin, 08 Januari 2024

Ketika Regulasi Kapitalis Legalkan Perampasan Lahan



Tinta Media - Bagi-bagi sertifikat gratis kini masih dilakukan pemerintah. Program ini digadang-gadang  sebagai solusi bagi konflik lahan yang terjadi. Menurut pemerintah, salah satu sebab konflik lahan adalah ketiadaan sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan sebidang tanah. 

Namun, bagi-bagi sertifikat ini mendapat sorotan tajam dari Zainal Arifin, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi dan Jaringan. Beliau menyampaikan bahwa bagi-bagi sertifikat gratis ini bisa jadi hanya menyelesaikan persoalan mereka yang belum mempunyai sertifikat karena faktor lain, seperti dana, bukan ditekankan pada sertifikat tanah pada tanah yang sedang berkonflik. 

Masih banyak konflik lahan yang masih terjadi saat ini, salah satunya konflik yang terjadi dengan lahan yang bersinggungan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti di Rempang, Wadan, dan Pulau Obi. (VOAindonesia.com, 28/12/2023) 

Persengketaan lahan menjadi konflik yang masih belum tuntas hingga saat ini, terutama konflik agraria yang terjadi antara rakyat dengan perusahaan swasta. Konflik ini membuat rakyat tak bisa berkutik karena mereka memiliki tameng Undang-undang (UU) Cipta kerja yang telah diketuk palu DPR dan dijalankan pemerintah. 

UU ini juga menjadi gerbang utama masuknya kapitalis untuk terlibat dalam PSN. Sudah pasti program ini membutuhkan lahan yang strategis dan luas. Maka, mau tidak mau akan ada yang dikorbankan, entah lahan penduduk atau bahkan kawasan hutan dan kawasan adat. 

Kapitalis dengan mudahnya mengambil lahan rakyat dan menguras sumber daya alam (SDA) di dalamnya karena telah mendapat regulasi dari negara. Inilah mengapa dalam kapitalisme negara hanya berfungsi sebagai regulator. Standar yang digunakan adalah untung rugi, layaknya standar pebisnis, sedangkan rakyat tak merasakan kesejahteraan. Yang ada, setelah lahannya diambil, mereka juga harus merasakan dampak dari pertambangan, seperti yang terjadi di Bandar Lampung. 

Sebagai rakyat, mestinya kita mendapatkan perlindungan atas kepemilikan kita. Namun, sangat sulit kita harapkan yang demikian jika negara masih menggunakan sistem kapitalisme dalam asas pengambilan aturan karena negara akan senantiasa memenangkan kapitalis sekalipun harus mengorbankan rakyat dan juga merevisi aturan yang ada. 

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam sangat memperhatikan perihal kepemilikan yang masuk ke dalam sistem ekonominya. Islam sendiri membagi kepemilikan menjadi tiga bagian. 

Pertama, kepemilikan individu, yakni harta yang bisa dimiliki individu dengan bersumber dari hasil jual beli, warisan, hibah, dan juga pemberian negara atas lahan kosong yang tidak dikelola selama 3 tahun. 

Kedua, kepemilikan negara, yakni harta yang bersumber dari kharaj, jizya, usyr, dan lainnya yang digunakan untuk pegawai negara. 

Ketiga, kepemilikan umum, yakni harta yang bersumber dari pengelolaan SDA yang hasilnya digunakan untuk rakyat. Hasilnya bisa berbentuk pelayanan kesehatan dan pendidikan yang murah, bahkan gratis. 

Demikianlah Islam sangat memperhatikan mengenai kepemilikan, karena setiap bagiannya memiliki sumber dan peruntukannya masing-masing. Pun Islam sendiri dengan tegas memberi sanksi bagi mereka yang merampas lahan. 

"Siapa yang merampas tanah orang lain dengan cara zalim, walaupun hanya sejengkal, maka Allah akan mengalunginya kelak di Hari Kiamat dengan tujuh lapis bumi." (HR Muslim, dikutip dari terjemah Shahih Muslim).

Oleh: Elis Sulistiyani
Komunitas Muslimah Perindu Surga 


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :