Generasi Emas Hanya Ada di Sistem Islam, Bukan Demokrasi - Tinta Media

Jumat, 26 Januari 2024

Generasi Emas Hanya Ada di Sistem Islam, Bukan Demokrasi




Tinta Media - Kecerdasan artifisial perlu dimanfaatkan/ dilibatkan dalam sistem pendidikan nasional yang modern. Oleh karena itu, demi menyambut generasi emas yang akan terjadi pada tahun 2045, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mendukung program digitalisasi sekolah untuk mengakselerasi implementasi agenda pendidikan nasional, HIBAR PGRI. Untuk menciptakan efektivitas kerja stakeholder pendidikan, kecerdasan artifisial itu perlu dimanfaatkan. Maka, beliau mengingatkan agar semua elemen pemerintah Indonesia mempersiapkan perangkat pendukung yang mumpuni.

Hetifah mengungkapkan bahwa pendidikan berbasis digital berpotensi membawa manfaat, seperti peningkatan pelayanan, penghematan biaya operasional dan pengambilan keputusan berdasarkan data. Namun, upaya ini harus selaras dengan pengawasan penegakan hukum yang adil. Mengambil langkah strategis seperti pengembangan platform pelayanan daring, pemantapan konektivitas digital dan penyediaan akses gratis adalah langkah yang diharapkan akan dilakukan oleh pemerintah. Dukungan kecerdasan artifisial akan membantu mempercepat proses analisis data terkait pendidikan, lebih dari sekadar itu saja.

Pendidikan adalah hal penting untuk sebuah negara. Dengan pendidikan yang bagus, akan lahir generasi yang berkualitas seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Kita mengetahui bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah mengalami perkembangan pesat. Kecerdasan buatan ini memang sangat berpengaruh atau berdampak dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat diberikan kemudahan dalam mengerjakan tugas yang biasanya dikerjakan oleh manusia, juga dalam proses informasi, pendidikan serta pengambilan keputusan serta layanan kesehatan, keamanan, dan berbagai kemudahan lainnya.

Namun, di balik semua manfaat yang didapatkan, ada juga efek atau sisi negatif yang dirasakan oleh masyarakat, walaupun dengan segala kecanggihan teknologi digital yang disuguhkan. Di antaranya, penggantian pekerjaan manusia, privasi dan keamanan data dan ketergantungan yang tidak terkontrol. 

Apalagi, ketika sekularisme masih bercokol dan menjadi landasan berpikir dan bertindak seperti saat ini, justru semuanya bisa berakibat fatal. Dalam ranah pendidikan yang berbasis sekuler, berbagai kurikulum terus berganti. Pendidikan dengan kurikulum merdeka tidak akan menghasilkan generasi yang berkualitas, justru akan menghasilkan generasi rusak karena tidak adanya penjagaan secara sistematik. Imbasnya, banyak pelecehan seksual, perundungan, serta kekerasan yang terjadi di sekolah maupun pesantren yang notabene merupakan pendidikan Islam.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dengan adanya kecerdasan artifisial, akan hilang ladang pekerjaan yang berimbas pada guru, sehingga guru pun harus banting setir mencari alternatif pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi kalau hanya guru honorer yang gajinya tidak seberapa, bahkan sangat minim. Kecanggihan teknologi ini juga bisa menghilangkan pekerjaan manusia secara umum, ketika semua sudah diwakili oleh mesin atau robot. Ini menunjukkan bahwa kecerdasan buatan atau AI bukan jaminan keberhasilan generasi emas, walaupun ada manfaat yang bisa diambil oleh masyarakat. 

Untuk mewujudkan generasi emas, kita harus pindah haluan menuju ke pendidikan yang dibangun atas dasar paradigma Islam. Pendidikan dalam Islam berlaku untuk semua warga, tidak pilih-pilih. Islam mempunyai tujuan pendidikan, yaitu membentuk kepribadian Islam, ilmu dan teknologi, serta pemahaman Islam yang benar. 

Dengan kurikulum berbasis akidah Islam, kita akan mampu membentuk generasi tangguh dan bertakwa, karena hal itu memang tujuannya. Fasilitas pendidikan yang merata dan memadai untuk semua jenjang, wilayah dan kalangan  sangat diprioritaskan sebagai bentuk kewajiban seorang khalifah dalam mengurus urusan rakyat. 

Semua fasilitas pendidikan adalah dari hasil kepemilikan umum yang dikelola oleh negara untuk disalurkan lagi kepada rakyat, termasuk sarana dan prasarana pendidikan. Guru yang berkualitas dan profesional dipersiapkan dengan upah yang tinggi, karena begitu besarnya jasa seorang guru dan begitu besarnya Islam memuliakan seorang guru. 

Islam pun sangat memperhatikan masalah infrastruktur pendidikan yang memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar yang baik, mulai dari laboratorium, perpustakaan, dan semua sarana yang berkaitan dengan pendidikan. Dari segi biaya, Islam sama sekali tidak memberatkan rakyat, namun justru memudahkan dengan biaya yang murah, bahkan gratis.

Begitulah ketika konsep pendidikan berdasarkan akidah Islam. Semua pihak akan mendapatkan manfaat dan kemudahan. Hasilnya pun akan melahirkan generasi unggul yang berkualitas, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Kuncinya adalah dengan adanya sebuah institusi negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Jadi, jelaslah bahwa kecerdasan artifisial jika tidak ditunjang dengan penerapan syariat secara kaffah, maka tidak akan mampu mencapai tujuan yang hakiki, yaitu mencetak generasi emas sebagai agen perubahan. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :