DBH Bonus Geothermal Memang Hak Rakyat, Bukan Tanda Kanyaah Pejabat - Tinta Media

Kamis, 11 Januari 2024

DBH Bonus Geothermal Memang Hak Rakyat, Bukan Tanda Kanyaah Pejabat

Tinta Media - Tidak kurang dari 48 desa di Kabupaten Bandung mendapatkan bantuan keuangan khusus APBN 2024 berupa Dana Bagi Hasil (DBH) bonus produksi panas bumi dengan total nilai Rp18 Milyar.  Dana itu diberikan kepada desa-desa yang berada di sekitar Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) panas bumi atau geothermal Kamojang-Darajat. (Detak Indonesia.CO.ID)

Bupati Bandung Dadang Supriatna menjelaskan bahwa penyaluran DBH panas bumi tersebut didasarkan pada Perpub No 57/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Desa yang bersumber dari Bonus Produksi Panas Bumi di Kabupaten Bandung 2023. Sebelumnya,  desa-desa di sekitar WKP tidak pernah mendapatkan bonus produksi panas bumi. Baru pada masa kepemimpinan DS, ada DBH kepada desa-desa sekitar WKP. Ini merupakan bentuk kanyaah Bupati untuk masyarakat, katanya. Bupati berpesan agar para kepala desa menggunakan DBH untuk program pengurangan angka kemiskinan ekstrem, angka penderita stunting, sarana kesehatan masyarakat, dan beasiswa bagi anak-anak tidak mampu. 

Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan energi terbarukan. Salah satunya adalah energi panas bumi. 
Energi panas bumi atau geothermal adalah salah satu sumber energi  yang biasanya ada di negara-negara yang mempunyai gunung berapi. Salah satu manfaat energi panas bumi yaitu sebagai pembangkit listrik, sehingga teknologinya disebut Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).  

Di Indonesia ada beberapa PLTP besar,  di antaranya: PLTP Salak di kabupaten Bogor dengan nama Star Energi Geothermal Salak (SEGS) yang merupakan perusahaan milik taipan Prajogo Pangestu, PLTP Kamojang di Kabupaten Bandung dikelola oleh lintas BUMN PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). PLTP Kamojang ini termasuk WKP Kamojang-Darajat, juga ada PLTP Sarulla di Sumatera Utara yang merupakan konsorsium dari perusahaan terkemuka, seperti Medco Power Indonesia, Itochu Corporation, Kyushu Electric Power Company dan Ormat International. PLTP Sarulla merupakan PLTP terbesar di dunia dengan kapasitas listrik hingga 330 MW, mampu memasok listrik untuk 600 000 rumah tangga (Zonaebt,  30/10/23). Terlihat 2 dari 3 pengelola PLTP adalah swasta.

Indonesia saat ini menerapkan sistem kapitalisme liberal sehingga nyata sekali ada kebebasan dalam kepemilikan. Siapa saja yang mempunyai modal, mereka dapat mengelola sumber daya alam secara bebas.  Mereka meraup untung yang sangat besar dari pengelolaan SDA yang melimpah. 

Dalam hal ini, pemerintah hanya bertindak sebagai regulator, pembuat aturan yang diberi jatah persentase dari pengelolaan SDA itu. Rakyat sekitar hanya mendapat Bonus dari pengelola. Masih untung bila dapat ikut bekerja di proyek itu, karena kadang para pekerja didatangkan dari daerah lain dengan alasan pendidikan atau keahlian masyarakat sekitar tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akhirnya, masyarakat sekitar hanya menjadi penonton dan mendapatkan manfaat dari perusahaan bila pemerintah ingat pada mereka. Sungguh nelangsa jadi rakyat di dalam sistem kapitalis.

Berbeda dengan sistem Islam dalam naungan khilafah. Ada aturan kepemilikan SDA yang jelas, tergantung jumlah depositnya. SDA yang jumlah depositnya terbatas, boleh dimiliki oleh individu, tapi tidak untuk diperdagangkan. Hanya saja, pemilik harus memberikan 1/5 bagian deposit kepada Baitul Mal.  

SDA yang jumlah depositnya tidak terbatas, ibaratnya mengalir seperti air, seperti panas bumi. Ini menjadi milik umum dan dikelola oleh pemerintah dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaan penuh kepada swasta, apalagi pihak asing. Bila memakai pihak swasta atau asing, harus dengan akad ijarah (diupah sebatas sebagai pekerja), bukan sistem bagi hasil. Para pekerja diutamakan dari warga setempat yang telah menempuh pendidikan yang tepat.  

Dalam Khilafah, pemenuhan kebutuhan rakyat menjadi tujuan pertama dan utama, bukan sekadar bonus kanyaah penguasa. Landasan akidah menjadikan pengelolaan SDA akan dilakukan dengan penuh tanggung jawab karena adanya kesadaran semua pengurusan rakyat harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :