Tinta Media - Air merupakan salah satu elemen terpenting yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup di muka bumi ini. Tanpa air, manusia, tumbuhan, dan hewan tidak dapat bertahan hidup.
Namun sayangnya, saat ini ketersediaan air bawah tanah mulai terancam menyusut karena maraknya privatisasi air oleh perusahaan untuk kepentingan komersial demi meraih keuntungan. Seperti di wilayah Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, salah satu perusahaan yang tergabung dalam Mayora Grup, PT. Tirta Fresindo Jaya diduga melakukan pengambilan air dengan sistem artesis secara berlebihan.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, kondisi yang terjadi tidak hanya di Cicalengka, tetapi sejumlah daerah lain di Kabupaten Bandung pun mengalami hal yang sama. (kejakimpolnews.com, Rabu 17/01/24)
Inilah dampak dari tata kelola dalam sistem kapitalisme yang rusak. Demi meraih keuntungan, perusahaan-perusahaan dengan mudahnya melakukan privatisasi air tanpa memperhatikan dampak yang terjadi terhadap lingkungan, seperti kekeringan, kelabilan tanah, dan lain sebagainya.
Berbeda halnya dengan tata kelola di dalam Sistem Islam. Sumber daya alam dalam Islam adalah milik umum. Rasulullah SAW bersabda:
اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api."
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Hadis di atas mengatakan bahwa kaum muslimin berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu karena merupakan milik bersama. Manfaatnya pun dirasakan bersama.
Dalam Islam, negara berkewajiban mengelola harta milik umum, seperti air, tambang, dan lain sebagainya dan hasilnya dikembalikan secara gratis demi kesejahteraan rakyat. Sehingga, kebutuhan rakyat terpenuhi secara keseluruhan tanpa ada kekurangan sedikit pun.
Maka dari itu, tidak ada sistem lain yang mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada rakyat secara nyata, selain Sistem Islam. Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Agustriany Suangga
Sahabat Tinta Media