Tinta Media - Lagi dan lagi, pada Rabu, 20/12/2023 ditemukan janin bayi yang dibuang di septic tank di Apartemen Gading Nias, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Penemuan tersebut ditemukan oleh polisi saat hendak mengungkap praktik aborsi ilegal yang sudah beroperasi selama dua bulan di apartemen tersebut.
Pengelola klinik aborsi ilegal ini memanfaatkan salah satu kamarnya untuk menjalankan bisnis tersebut. Mereka juga menggunakan alat-alat tertentu obat-obatan keras untuk melancarkan proses aborsi terhadap pasiennya. Yang lebih menarik perhatian adalah bahwa mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan medis. Salah satunya lulusan menengah atas, dan yang lain menengah pertama. Betapa miris melihat kondisi saat ini.
Tak ayal, bisnis ini menjadi wadah yang saling menguntungkan bagi 2 belah pihak. Antara pengelola dan pasien. Mereka yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan akibat pergaulan bebas dapat mengatasinya tanpa khawatir memikul malu dalam lingkungan sosial. Pengelola pun mendapat cuan yang fantastis berkisar 10 sampai 12 juta setiap pasien, dan selama dua bulan ini sudah melakukan 20 kali aborsi.
Fakta ini mestinya semakin membuka mata kita, mengapa terus menerus ditemukan praktik aborsi (ilegal) di dalam negeri yang mayoritas berpenduduk muslim?
Aborsi Buah Sistem Sekuler Liberal
Klinik aborsi ilegal ini sudah biasa terdengar di telinga kita. Banyak klinik yang akhirnya terungkap, ada yang sudah belasan atau puluhan tahun beroperasi dan menangani ribuan pasien. Secara nasional, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi di Indonesia mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup (hellosehat, 30/11/2022). Ini adalah data yang terlapor, sedangkan yang absen (tidak terlapor) bisa jadi lebih banyak lagi.
Berulangnya kasus Aborsi ilegal mencerminkan rusaknya banyak hal. Liberalisme pergaulan/perilaku, aturan yang memberi celah terjadinya aborsi, lemahnya sistem sanksi dan juga dampak pengarusan pemikiran “hak reproduksi’ yang dikampanyekan global. Semua berpangkal pada penerapan kapitalisme sekularisme dalam kehidupan. Sebuah tatanan sistem kehidupan yang mengedepankan Hak Asasi Manusia. Manusia diberi hak untuk mengekspresikan dirinya tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun. Los, gas, bebas, trabas! Alhasil, manusia bebas dalam menjalin hubungan pergaulan dengan sesamanya. Asalkan suka sama suka, tidak ada paksaan dari pihak mana pun manusia berhak memenuhi apa yang diinginkan, sekalipun itu adalah kebutuhan atas seksualitas.
Didukung oleh Undang-Undang Tindakan Pelecehan Seksual (UU TPKS) No.20 yang mengatur sexual consent (seks dengan persetujuan) yang memandang bahwa hubungan seksual atas dasar persetujuan dua belah pihak bukan sebuah kriminal. Maka yang terjadi adalah maraknya perzinaan hingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Ujung-ujungnya apa, dispensasi nikah atau aborsi. Berdasarkan data Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estability 2022 mengungkapkan isu kehamilan yang tidak diinginkan mulai tahun 2015 hingga 2019 yakni sebanyak 40%. Angka ini mendekati angka kehamilan yang tidak diinginkan di dunia sebesar 60%. (Kompas, 03/08/2022). Sebanyak 8.607 anak mengajukan dispensasi nikah berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, selama triwulan terakhir tahun 2022. Menurut Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Atalia Praratya secara garis besar penyebab perkawinan anak di Jawa Barat adalah karena kehamilan yang tidak diinginkan. (tribunnews.com, 18/01/2023).
Merespons efek domino di atas akibat pergaulan bebas, berbagai program atau kebijakan dibuat untuk mengatasinya, yang justru malah membuka peluang kasus pergaulan bebas lebih besar. Karena dianggap ada solusi yang bisa ditempuh ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat pergaulan bebas, salah satunya aborsi. Dunia secara internasional pun memberikan hak pada seseorang dalam aspek reproduksi (baca: hak reproduksi) yang termaktub dalam draft konferensi The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). Seseorang berhak menentukan pilihan dalam memperlakukan kehamilannya. Dan ini yang dikampanyekan secara global oleh dunia internasional dan diadopsi oleh negeri ini. Maka tidak lah heran jika banyak bermunculan aborsi (illegal).
Menurut pandangan pegiat gender, maraknya aborsi ilegal adalah bentuk dari minimnya ketersediaan aborsi legal di negeri ini. Namun sebenarnya, bukan pada persoalan legal maupun ilegal. Namun pada persoalan sebuah aktivitas yang tidak lazim di negeri seribu masjid ini. Kalau pun ada undang-undang yang mengatur aborsi legal, maka justru sama saja membuka peluang besar aktivitas seks bebas. Membuat pelaku seks bebas tidak jera atas perbuatan yang dilakukan, padahal jelas-jelas itu adalah keharaman yang nyata, namun tidak ada hukum tegas yang menyelesaikan persoalan tersebut.
Inilah akibat jika manusia diberikan kebebasan menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada suatu standar yang menetapkan benar/salah, baik/buruk maka yang akan terjadi adalah kerusakan yang berkepanjangan. Kerusakan ini akan semakin parah ketika cara penyelesaiannya tidak berangkat dari akar permasalahan, yaitu liberalisasi kehidupan. Liberalisasi kehidupan adalah asas dari sistem sekuler. Yaitu meniadakan peran agama dalam setiap aktivitas manusia. Tidak lagi melihat halal/haram, apakah mendatangkan murka atau ridho Allah. Agama (Islam) cukup sebagai agama ritual belaka bukan sebagai pengatur hidup. Jika kehidupan seperti ini terus eksis, maka yang terjadi adalah lahirnya profil generasi yang kerap bermaksiat.
Jaminan Dalam Islam
Aborsi adalah tindakan kriminal sebagaimana membunuh. Makah ibunya, dokter, perawat melakukan keharaman dalam menggugurkan janin. Janin dalam kandungan ibunya memiliki hak untuk hidup. Pendapat terkuat (rajih) adalah pendapat yang menyatakan, jika usia janin sudah berusia 40 hari, haram hukumnya melakukan aborsi pada janin tersebut. Demikianlah pendapat Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizhamal-Ijtima’ifi al-Islam.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut: “Jika nutfah (zigote) telah lewat empat puluh dua malam [dalam riwayat lain ; empat puluh malam], maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim, dari Ibnu Mas’ud RA)
Maka berdasarkan hadis tersebut, penganiayaan terhadapnya adalah penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai ciri-ciri sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam), yakni maksudnya haram untuk dibunuh.
Islam menjawab penyimpangan tersebut dengan diberlakukan diyat atau denda seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diat manusia sempurna (yaitu 10 ekor onta). Dikutip dari tulisan Abdul Qadim Zallum pada 1998 bahwa dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan.
Demikianlah Islam menjamin hak hidup pada janin dan menjaganya. Kehidupan datang dari Allah SWT dan tidak boleh ada yang mengambilnya kecuali dengan jalan yang dibenarkan syariat. Kontrol negara juga tidak pernah lepas dalam menjaga para generasi dari paparan yang bertentangan dengan Islam. Media, pendidikan, masyarakat bahkan keluarga turut memberikan pendidikan yang mencerdaskan dan tersuasanakan dengan pemahaman Islam sebagaimana muslim idealnya. Sanksi yang diberikan juga mampu memberikan efek jera. Seperti jilid dan rajam bagi pelaku zina. Hanya Islam yang mampu menuntaskan problem kusut ini. Insya Allah Islam akan kembali memimpin kaum muslim dalam mengarungi medan kehidupan dalam naungan institusi yang dipimpin seorang khalifah, yaitu Khilafah Rasyidah.
Wassalam []
Oleh : Elima Winanta
Aktivis Muslimah