Utang Luar Negeri Warisan Jokowi Tinggi, IJM: Ini Sangat Berbahaya! - Tinta Media

Jumat, 15 Desember 2023

Utang Luar Negeri Warisan Jokowi Tinggi, IJM: Ini Sangat Berbahaya!



Tinta Media - Menyoroti tingginya utang luar negeri Pemerintah Republik Indonesia (RI) selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengingatkan, agar negara ini berhati-hati karena sangat berbahaya. 

"Waspadalah! Hati-hati dengan utang luar negeri. Ini sangat-sangat Berbahaya!" ujarnya dalam program Aspirasi: Meroket Tinggiiii... Utangnya? Di kanal YouTube Justice Monitor Kamis (14/12/2023). 

Agung menyampaikan, Ekonom dari Bright Institute Awalil Rizki memperkirakan bahwa jumlah utang Pemerintah RI yang akan diwariskan saat Jokowi lengser Oktober nanti nyaris menyentuh angka Rp9.000 triliun. 

"Dengan penambahan utang yang terus terjadi setiap tahunnya, utang Pemerintah pada 2024 akan mencapai Rp8.900 triliun, mendekati Rp9.000 triliun," ucapnya. 

Berkaitan dengan utang luar negeri untuk pendanaan proyek, Agung pun menilai, hal itu adalah cara paling berbahaya terhadap eksistensi negara miskin dan berkembang. 

"Utang merupakan jalan menjajah suatu negara. Utang luar negeri berpotensi menghasilkan kerugian dan bertambahnya kemiskinan pada negara yang berutang, walaupun utang tersebut digunakan untuk pembiayaan produktif," ungkapnya. 

Ia juga menegaskan, utang suatu negara terhadap pihak lain berbeda kedudukannya dengan utang piutang antar warga. 

Belum lagi, kata Agung, jika utang negara tersebut sangat besar dan harus dibayar terus-menerus bunganya sebelum pokoknya dilunasi. 

"Secara hukum ini adalah dosa besar dan membahayakan umat manusia, khususnya kaum Muslimin," tegasnya. 

Maka Agung memandang, cara pembiayaan yang demikian sangat berbahaya. 

Pada utang jangka pendek dampaknya, jelas Agung adalah kekacauan monoter ketika jatuh tempo masa pelunasan. 

"Mata uang negara yang berutang akan 'diserang', sehingga anjlok dan gagal melunasi," ungkapnya lagi. 

Sedangkan utang jangka panjang, sambung Agung, negara donor bersikap toleran saat pelunasan hingga utang menjadi menumpuk. 

"Sehingga APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang berutang pun menjadi kacau. Akibatnya, harus dilunasi dengan berbagai aset negara dan harus menerima didikte oleh negara atau lembaga pemberi hutang," terangnya. 

Ia pun memungkasi bahwa Negeri ini perlu sistem pengganti yang baik. "Tanpa pajak dan tanpa utang," tutupnya mengakhiri. [] Muhar
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :