TELIKUNGAN ORANG DALAM - Tinta Media

Senin, 18 Desember 2023

TELIKUNGAN ORANG DALAM

Tinta Media - Pasca debat Capres kemarin obrolan tentang orang dalam belum surut. Malah menjadi isu yang semakin kencang. Antar kubu saling bongkar praktik "Ordal (orang dalam)". Semua melakukan praktik itu.

Dalam debat kemarin semakin dipertegas bahwa praktik pemerintahan tidak sedang baik-baik saja. Ternyata penuh intrik dan perilaku culas. Case Mahkamah keluarga mengkonfirmasi bahwa praktik bernegara penuh dengan intrik-intrik yang merusak.

Belum lagi praktik yang lain. Kita masih ingat "No Viral No Justice". Ini adalah perlambang atas kegelisahan di masyarakat bahwa tidak bisa berharap pada keadilan tanpa ada faktor tertentu yang mendorong jadi "atensi". Dan sudah jamak di masyarakat jika punya orang dalam maka keadilan akan terealisasi. Dan kasus menjadi buah bibir atau viral di tengah masyarakat maka keadilan juga baru ketemu.
Kasus Sambo menjadi bukti akan hal itu. 

Betapa kuatnya aparat sendiri yang ingin menutupi kasus tersebut. Bahkan ada rekayasa sistematis. Namun karena "viral" maka opini berbalik. Keadilan ditemukan. Jika tidak viral maka akan keadilan akan remuk redam.

Jika kita lihat praktik orang dalam ternyata sudah menjadi habitat. Dalam mengurus apa pun, jika ada orang dalam maka bisa dipastikan akan lancar. Tanpa hambatan. Mungkin hal ini terjadi karena ada pemeo yang mengatakan "Kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah?" Praktik orang dalam menyengsarakan.

Kenapa bisa terjadi dan menjadi habitat? Ini karena sistem demokrasi. Kok bisa? Iya. Karena demokrasi logika saat ingin berkuasa dia harus mendapatkan jumlah suara per kepala. Semakin besar suara maka peluang menang semakin besar. Dia akan menduduki tampuk kekuasaan.

Celakanya untuk mendapatkan banyak suara, dalam demokrasi membutuhkan banyak modal cuan. Untuk konsolidasi, alat peraga, biaya kampanye, transportasi tim, iklan di media, biaya saksi dan masih banyak lagi biaya-biaya yang perlu dikeluarkan. Dan untuk level pemilihan presiden bisa tembus triliunan.

Wajar jika PPATK mengeluarkan rilis ada transaksi yang mencurigakan saat menjelang pemilu ini. Bukan ke rekening tim kampanye, namun ke rekening-rekening yang lain. Dan ada indikasi dari tambang ilegal. Intinya butuh logistik besar agar bisa bertarung.
Pertanyaannya adalah apakah uang yang keluar itu "diikhlaskan" begitu saja? Tidak kepikiran untuk mencari penggantinya? Tidak di ungkit-ungkit karena memang tujuannya untuk menjalani pesta demokrasi.

Sepertinya tidak mungkin. Pasti modal yang keluar harus balik lagi. Jika perlu ada tambahan untuk keuntungan. Dan jika bisa keuntungan yang sebesar-besarnya.

Inilah awal mula rusaknya pemerintahan dan kekuasaan. Akan menjamur rebutan proyek-proyek. Kapling-kapling BUMN strategis. Banjir ijin-ijin usaha. Banjir ijin HPH. Dan masih banyak lagi.

Dan sudah jelas bahwa untuk memuluskan di atas diperlukan "orang dalam." Tujuannya agar menjadi atensi. Proses lebih cepat dan kadang tidak perlu prosedur yang berlaku.
Jelas ini akan merusak. Merusak sistem pemerintahan yang sudah rusak. Dan juga merusak masyarakat secara umum. Adanya orang dalam dalam demokrasi adalah keniscayaan. Sesuatu yang "wajib". Tidak mungkin tidak ada.

Dalam Islam, Ini dilarang keras. Islam mengharamkan praktik-praktik kotor orang dalam. Ini tampak dari sikap Rasul saat mendapati "orang dalam" yang mencoba menego atas keputusan Rasul agar keputusannya bisa diringankan.

Kejadian ini diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ، فَقَالُوا: مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا: وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ، حِبُّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟» ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ،وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا»

“Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari bani Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri. Mereka berkata, ‘Siapa yang bisa melobi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak ada yang berani kecuali Usamah bin Zaid yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Maka Usamah pun berkata (melobi) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).

Islam telah memberantas praktik orang dalam sejak dulu. Rasulullah SAW sendiri yang mempraktikkan. Demokrasi justru menyuburkan. Walau semua orang berteriak memberantasnya, itu sia-sia belaka. Sebab sistem demokrasi membuka kran untuk itu. Dalam demokrasi orang dalam menelikung aturan yang ada. Wajar jika rusak segalanya. Demokrasi No More. Islam Forever.

Oleh: Gus Uwik
Kritikus Peradaban
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :