Tinta Media - Berseliweran provokasi di media sosial terkait pengungsi Rohingya. Hal ini sebenarnya membuat hati geram dan bergejolak marah. Mengapa mereka begitu tendensius terhadap muslim Rohingya? Sungguh tidak pantas dan di luar nalar sikap mereka tersebut.
Ketakutan dan kebencian yang berlebihan (xenofobia) terhadap muslim Rohingya harus dihentikan. Hal ini jangan membutakan hati dan pemikiran kita tentang bagaimana akar masalah dan asal-usul mereka sebenarnya.
Diusir dari negerinya, muslim Rohingya perlu perhatian dari kaum muslimin di seluruh dunia. Bukankah kaum muslimin itu bersaudara?
Sebagaimana Rasulullah saw. yang artinya:
"Perumpamaan kaum muslimin dalam hal saling mencintai dan menyantuni di antara mereka, laksana satu tubuh. Jika satu bagian dari tubuh itu menderita sakit, maka seluruh badan turut merasakan sakitnya dengan tak bisa tidur dan demam." (HR Muslim)
Upaya mendiskreditkan muslim Rohingya malah menambah runyam persoalan mereka. Bahkan, membuat mereka lemah mental dan lebih "nakal" lagi.
Persoalan Rohingya perlu adanya beberapa solusi:
Pertama, perlu merecovery kesehatan mental mereka akibat terusir dari tanah air, yaitu tanah tempat mereka secara turun-temurun dilahirkan dan dibesarkan.
Rohingya yang merupakan penduduk asli negeri Arakan (Rakhine) tidak dianggap melalui undang-undang yang dibuat Pemerintah Myanmar. Kebiadaban Zionis Myanmar luar biasa. Muslim Rohingya tidak menerima pendidikan yang layak, tidak bisa menjalankan agamanya, dan lain sebagainya.
Ini perlu kerja sama negara muslim di seluruh dunia, terutama di sekitar wilayah Myanmar. Tentu, apa yang terjadi saat ini sangat kuat dampaknya terhadap perempuan dan anak-anak. Mereka lebih labil dan paling riskan dengan guncangan ini, terutama pada masalah akidah. Jadi, perlu sekali recovery mental tersebut.
Kedua, menyerahkan persoalan Rohingya kepada UNHCR yang merupakan organisasi di bawah PBB sama saja seperti lepas dari mulut singa, masuk ke mulut buaya. Banyak pengungsi dari berbagai negeri muslim yang sedang terjadi konflik saat ini terlunta-lunta. Persoalan di negeri mereka tak kunjung usai. Mereka juga tak diperhatikan.
Peran ini harus diambil oleh umat Islam, terutama para penguasa. Sebagaimana hadis Nabi saw. beliau bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak menzalimi dan tidak membiarkan saudaranya untuk disakiti. Siapa saja yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, Allah akan menghilangkan satu kesusahan bagi dirinya dari kesusahan-kesusahan di Hari Kiamat. Siapa saja yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada Hari Kiamat." (HR al-Bukhari)
Ketiga, menyebut mereka sebagai penyelundup merupakan bentuk stigma negatif. Ucapan tersebut tidak boleh keluar dari Pemerintah Indonesia. Mereka bukanlah penyelundup dan orang yang dijual. Pengungsi Rohingya hanya ingin menyelamatkan jiwa dan kehidupan mereka.
Sebagaimana hadis Nabi saw. yang disebutkan sebelumnya, maka persoalan ini merupakan kewajiban setiap muslim. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Keempat, ini merupakan dampak ketika kaum muslimin menjadi minoritas. Mereka dipersekusi, dianiaya, diperkosa, dan dibunuh. Iklim kapitalisme membuat kaum muslimin di negerinya selalu menjadi santapan orang-orang kafir. Hak asasi manusia yang digemborkan hanya menjadi slogan. Rohingya tidak dapat menjadi warga negara Myanmar. Hak dan kewajibannya dirampas. Tiada lagi yang melindungi mereka. Di sinilah urgensi tegaknya negara khilafah rasyidah ala minhajin nubuwah.
Kelima, dakwah yang harus terus dilaksanakan. Amar makruf dan nahi mungkar harus tetap ada. Muhasabah kepada para pemimpin kaum muslimin tidak boleh berhenti. Mencari nushrah harus terus dilakukan agar tegaknya institusi khilafah tersebut terwujud.
Wallahu 'alam.
Oleh: Muhammad Nur
Intelektual Muslim