Refleksi Hari Ibu: Nasib Ibu Kian Pilu - Tinta Media

Kamis, 14 Desember 2023

Refleksi Hari Ibu: Nasib Ibu Kian Pilu

Tinta Media - Pilu rasanya mengamati berita yang muncul di media, sering membuat ketakutan maupun kesedihan luar biasa. Terlebih bagi seorang ibu, yang berperan sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga.

Kasus bunuh dirinya seorang anak kelas 5 SD di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, setelah dilarang memakai HP oleh ibunya, menambah deretan kasus bunuh diri yang menimpa anak usia sekolah dasar. (Kompas.com, 24/11/23)

Sungguh menyedihkan peristiwa ini, anak yang belum sempurna proses berpikirnya, menemui ajal dengan cara yang dilaknat dalam Islam. Adanya kejadian tersebut, patut menjadi perhatian bagi orang tua, khususnya ibu terhadap tumbuh kembang anak.

Keberadaan ibu sebagai pendidik utama dan pertama, nampak pudar seiring kita memasuki era digital. Memang, digital ini mempunyai efek positif dan negatif. Di satu sisi, segala informasi bisa diakses secara cepat, di sisi yang lain banyak bertebaran tayangan negatif dari ponsel yang mampu membuat anak seakan tersihir untuk main dan memegang telepon genggamnya. Jika diamati kejadian ini timbul dikarenakan ada 5 kondisi yang menjadi penyebabnya, yaitu :

Pertama, kurangnya pemahaman Islam yang ditanamkan dalam keluarga. Memang usia anak yang masih kecil, belum bisa memahami secara utuh, tugas orang tua terutama ibu untuk memahamkan kepada anak setahap demi setahap.

Kedua, kurangnya kedekatan hubungan antara ibu-anak. Banyak orang tua yang menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada lembaga pendidikan, seperti sekolah maupun TPA, tanpa ikut membersamai anak dalam menjalaninya. Sehingga anak menjalani pendidikan dengan pemahaman semampunya tanpa pendampingan dari orang tua.

Ketiga, kesibukan orang tua dalam menjalani aktivitas rutinnya, membuat mereka tanpa sadar menghilangkan waktu bersama anak, sehingga HP menjadi pengganti dalam menemani kehidupan mereka.

Keempat, karakter anak yang labil, berubah-ubah tidak diketahui oleh orang tua. Sehingga mereka tidak menyangka anaknya mengambil keputusan nekat tersebut.

Kelima, tidak adanya kontrol/pengawasan dari negara dan orang tua, terhadap tontonan yang disuguhkan oleh HP, maupun televisi. Adanya tampilan film, gambar, cerita, bisa menjadi inspirasi perbuatan.

Memang menjadi seorang ibu di era digital akan lebih berat, terlebih dalam lingkungan sistem yang tidak Islam (sekuler). Negara berlepas tangan dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok, diberikan dengan asas pemisahan agama dari kehidupan. Akibatnya kurikulum sering berubah tanpa landasan kuat berupa agama yang dianut oleh anak. Masalah agama dan pemenuhan kebutuhan pokok lainnya diserahkan kepada masing-masing individu rakyat. Harga kebutuhan hidup yang kian tinggi, kadang membuat ibu mengorbankan kebersamaan dengan anak, demi menambah penghasilan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup. Nasib ibu kian pilu ketika bertahan hidup dalam negara sekuler, yang hanya bertindak sebagai pembuat aturan belaka, sementara pelaksananya diserahkan kepada para pengusaha.

Maka dibutuhkan kesadaran bagi semua ibu dan muslim pada umumnya, untuk meninggalkan sistem sekuler yang jelas rusak dan batil. Pemahaman yang sahih akan mendorong setiap muslim termasuk para ibu untuk memperjuangkan tegaknya sistem Islam kafah yang terbukti selama tiga belas abad lebih telah memberi rahmat bagi umat manusia. Negara akan memenuhi kebutuhan rakyatnya secara makruf, baik muslim maupun non-muslim. Sehingga mampu mewujudkan generasi cemerlang dengan kokohnya iman yang tertanam dalam setiap jenjang pendidikan dan terpancar dalam kehidupan. Wallahu'alaam bishawwab

Oleh : Nita Savitri 
Pemerhati Kebijakan Publik dan Generasi

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :