Tinta Media - Dari hari ke hari, beban rakyat semakin terasa berat, mulai dari kenaikan harga pangan, sampai kebijakan-kebijakan pemerintah yang dirasa menambah berat beban kehidupan. Salah satu kebijakan yang menambah berat beban hidup rakyat adalah adanya kebijakan mengenai pajak. Selama ini, pemerintah menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara atau daerah.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Bupati Bandung pada saat menyosialisasikan penerapan manajemen risiko di Kecamatan Rancabali, pada Selasa (12/12/23). Beliau merasa optimis bisa merealisasikan target pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bandung hingga mencapai Rp1,3 triliun pada tahun 2023, yaitu dengan penerapan manajemen risiko pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Menurut Bupati Bandung, untuk mencapai realisasi PAD tersebut, harus dibarengi dengan pertimbangan risiko terendah. Bupati Bandung berharap apabila risiko diminimalisir, semuanya akan terkendali dan target realisasi pajak akan tercapai.
Di dalam sistem demokrasi, pajak adalah sumber utama pendapatan negara. Jadi, bagaimanapun caranya, negara akan terus melegitimasi cara untuk menambah, termasuk memungut pajak kepada rakyat. Padahal, pajak tersebut sangat memberatkan rakyat.
Belum lagi harga-harga kebutuhan pangan semakin melonjak, ditambah kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat. Hal ini semakin menambah beban hidup rakyat.
Di sini jelas bahwa pemerintah memalak rakyat melalui pajak. Selalu saja rakyat kecil yang jadi korban, sedangkan pejabat dan pengusaha kaya yang berpenghasilan triliunan rupiah mendapat amnesti pajak, meskipun mangkir dari kewajiban membayar pajak.
Bahkan, para pejabat bisa memanfaatkan jabatannya sebagai ladang korupsi, sehingga kasus korupsi di dirjen pajak sangat mencengangkan.
Pemerintah berdalih bahwa pajak yang terkumpul diklaim untuk membiayai sektor publik. Akan tetapi, pada kenyataannya, rakyat tidak merasakan manfaat pajak karena yang diklaim dibangun atau disubsidi oleh pajak, pada kenyataannya tetap mahal. Salah satunya tarif listrik dan air yang katanya disubsidi, ternyata harganya tetap mahal.
Begitu pun harga gas melon, semakin hari semakin naik harganya. Tentu saja ini dirasakan berat oleh rakyat kecil. Juga pada pembangunan kereta api, jalan tol, rumah sakit, sekolah, semua tarifnya mahal, sehingga rakyat kecil tidak bisa merasakan.
Apalagi untuk bisa mengakses kesehatan, rakyat harus membayar iuran BPJS dan itu dirasakan berat oleh masyarakat kecil. Sementara, BPJS dari pemerintah sangat sulit didapat.
Liberalisasi kepemilikan adalah salah satu produk dari sistem demokrasi kapitalis, yaitu ketika kekayaan alam dikuasai oleh swasta. Salah satu contoh adalah penguasaan BBM dan batu bara yang dikuasai oleh asing. Walhasil, harga BBM dan batu bara akan tinggi dan pastinya akan berpengaruh pada ongkos produksi tarif dasar listrik. Ini karena pembangkit listrik menggunakan BBM dan batu bara.
Akan tetapi, seandainya BBM dan batu bara dikelola oleh negara, tentunya tarif listrik bisa murah. Begitu pun pada pengelolaan sumber daya alam lainnya. Ketika negara menguasai dan mengelolanya, pasti masyarakat akan merasakan manfaatnya.
Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk pajak. Di dalam Islam, pajak bukan menjadi sumber pendapatan utama negara. Pajak atau dharibah dibebankan hanya kepada kaum muslimin yang kaya saja. Itu pun dipungut apabila kas negara kosong dan ada kebutuhan dana yang mendesak.
Akan tetapi, hal ini sangat jarang dilakukan karena baitul mal memiliki sumber pemasukan yang melimpah. Salah satu pemasukan kas baitul mal adalah dari kepemilikan umum.
Kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh swasta. Negaralah yang menguasai dan mengolah kepemilikan umum dan hasilnya untuk pemasukan negara yang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Inilah urgensi penerapan syariat Islam. Rakyat tidak akan dibebani dengan pajak dan pemimpin Islam akan menjadi raain yang akan mengurusi semua kepentingan rakyat. Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media