Tinta Media - Predator Seksual Hendri Cahaya Putra (26) akhirnya ditangkap. Terkuak pengakuan tersangka kasus pencabulan terhadap anak laki-laki di kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah tersebut dihadapan polisi. Saat konferensi pers yang dipimpin Kapolres Tapanuli Tengah AKBP Basa Emden Banjarnahor dan Kasat Reskrim AKP Arlin Perlindungan, pria yang bekerja sebagai montir ini menyatakan telah mencabuli 27 anak laki-laki. (TribunMedan.com, 7 Desember 2023)
Dalam pengakuannya tidak semua disodomi, melainkan 20 hanya diraba-raba alat kelaminnya dan 7 anak dirudapaksa. Jumlah ini diperkirakan dilakukan oleh predator seksual tersebut selama kurun waktu setahun belakangan. Modus tersangka ialah memanfaatkan keahliannya bermain game online yang sehari-hari di bengkel. Sehingga anak-anak berdatangan di tempatnya. Setelah korban terhanyut bermain game menggunakan handphone tersangka yang dipinjamkan, ia pun beraksi mulai meraba hingga menyodomi korban. (TribunMedan.com, 7 Desember 2023)
Kasus Predator anak (pedofil) ini terus berulang terjadi. Rentetan kasus pedofilia bikin para orang tua semakin kawatir bukan kepalang soal keselamatan anak-anak mereka yang merupakan generasi penerus bangsa ini diincar dari segala lini oleh predator-predator pedofilia.
Penegak hukum didesak untuk menjadikan kejahatan seksual terhadap anak ini sebagai kejahatan pidana luar biasa (extraordinary crime). Pelakunya pantas dihukum berat. Pelaku pedofilia harus diganjar hukuman dengan sanksi pemberatan sesuai Perppu 1 tahun 2016 yang telah disahkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016. Dalam revisi UU No.35/2014, pelaku kena tambahan pemberatan hukuman, 1/3 dari maksimal pokok pidana yakni 20 tahun dengan tambahan kebiri kimiawi, pemasangan Chip dan pengumuman di ruang publik. Namun, apakah sanksi-sanksi ini cukup untuk memberantas kasus pedofilia ini? Apakah pelaku akan jera dengan melihat kasus ini berulang kembali terjadi.
Predator Merajalela di Sistem Kapitalis-Liberal
Kasus pedofil semakin marak dan meningkat merupakan buah sistem yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini adalah sistem sekuler-kapitalis demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan dan HAM. Sistem yang menghilangkan rasa kasih sayang manusia karena tujuan utama dalam kehidupan adalah kepuasan jasmani. Jika dengan melakukan hal tersebut terpuaskan maka sah-sah saja. Pelaku semakin leluasa bergerak juga karena sistem.
Di dalam masyarakat sistem sekuler-kapitalis demokrasi, masyarakat tidak di setting untuk melakukan pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan. Sebagai contoh kasus perselingkuhan dan zina, tak pernah dianggap sebagai tindakan kriminal manakala tidak ada pengaduan dari pasangan yang sah dan dilakukan suka sama suka. Akibatnya, zina terjadi dimana-mana, bahkan dilegalkan, dan dilokalisasikan, dijadikan bagian dari retribusi pendapatan daerah.
LGBT yang merupakan penyimpangan seksual pun tidak dapat dimasukkan ke dalam tindak kriminal karena dianggap HAM. Setiap orang berhak untuk menyalurkan birahinya ke siapa saja. Selain itu, situs-situs yang mengumbar pornografi dan pornografi yang sangat mudah diakses pun menjadi pemicu untuk semakin menggeloranya rangsangan untuk menyalurkan birahi. Belum lagi, narkoba, minuman keras yang sampai saat ini masih menjadi kasus yang belum terselesaikan tapi semakin menjadi marak. Semua hal ini, bisa menjadi faktor para pelaku pedofil semakin merajalela dan menunjukkan lemahnya sistem untuk menjaga masyarakat. Kapitalisme demokrasi inilah sejatinya yang harus menjadi perhatian karena dialah akar permasalahannya.
Islam Memberantas Predator Secara Tuntas
Sistem sekuler kapitalis demokrasi yang diterapkan ditengah-tengah masyarakat saat ini tidak akan pernah memberikan kebaikan dan kemajuan, karena sistem itu adalah sistem rusak dan bertentangan dengan akidah Islam. Penerapan Islam secara menyeluruh merupakan kewajiban. Syariat Islam akan menjadi problem solving buat seluruh masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat. Tidak hanya problem solving tapi juga mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan diluar fitrahnya termasuk pedofilia.
Dalam kasus pedofilia tentu penanaman pendidikan berbasis akidah Islam sangat penting untuk masing-masing individu. Ketika keimanan dan ketakwaan tertanam dan tertancap kuat pada diri individu maka minimal individu telah memiliki “benteng” yaitu konsekuensi keimanan. Ini merupakan benteng pertahanan pertama dan mendasar.
Islam juga mewajibkan adanya amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat. Maka dari itu, dalam masyarakat iklim ketakwaan dan kepedulian sesama muslim sangat kental. Secara tidak langsung, individu pun akan terjaga dan terbentengi oleh kontrol masyarakat yang menjadikan akidah Islam sebagai rujukannya. Begitu pula peran Negara juga tidak kalah penting. Negara wajib memblokir konten-konten porno dan memberikan hukuman yang adil untuk pelaku pedofilia. Tentu saja definisi adil dikembalikan kepada syariat Islam.
Ketegasan hukum oleh Negara juga dilaksanakan untuk memutus mata rantai pedofilia yang berpotensi mencetak pedofil-pedofil baru. Inilah solusi Islam yang komprehensif dan sangat sesuai diterapkan di mana pun dan kapan pun manusia berada. Karena sejatinya, seluruh alam semesta termasuk Indonesia adalah kepunyaan Allah. Jika hukuman yang diberikan hanya dengan penangkapan dan pemberian sanksi, maka tidak akan memberi efek jera. Sumber hukum yang berdasarkan sistem kufur tak akan memberi keadilan karena hanya hukum Allah lah yang paling adil. Hanya dengan Syariat Islam, kebahagiaan anak-anak akan dijamin perlindungannya.
Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
(Dosen Fakultas Hukum UMA)