Perayaan Natal dalam Sistem Islam, Adakah? - Tinta Media

Kamis, 28 Desember 2023

Perayaan Natal dalam Sistem Islam, Adakah?



Tinta Media - Setiap masuk bulan Desember “Toleransi” menjadi pembahasan utama dimana-mana. Di bulan ini masyarakat Indonesia yang beragama Kristen/Nasrani akan merayakan hari besar keagamaannya yakni Natal. Indonesia dengan mayoritas beragama Islam diminta untuk bertoleransi dengan agama lain. 

Toleransi saat ini ditunjukkan dengan “ikut serta” dalam perayaan agama lain atau kegiatan-kegiatan agama lain. Contoh dengan masuknya bulan perayaan Natal maka segala dekorasi ditempat-tempat umum semua bernuansa Natal. Semua pegawai/pekerja pun diharapkan menggunakan aksesoris yang berhubungan dengan Natal dan yang terakhir yang menunjukkan memang kita toleransi adalah mengucapkan “Selamat Natal” kepada yang merayakannya. 

Bahkan tidak hanya mengucapkan selamat tapi juga ikut serta dalam kegiatan Natal yang diadakan di gereja (tempat ibadah). Apakah begini yang dinamakan toleransi atau ini sudah merupakan toleransi yang kebablasan? Apakah umat Islam tidak memiliki sikap toleransi pada penganut agama lain? 

Islam Agama Toleran 

Islam merupakan agama yang mengatur seluruh lini kehidupan. Islam akan terterapkan secara sempurna jika ada institusi yang menerapkannya yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Khalifah (kepala negara) dengan berlandaskan kepada akidah Islam. Meskipun Khilafah berdiri atas dasar akidah Islam tapi Khilafah memberikan kebebasan toleransi dan kebebasan kepada non-muslim untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Mereka dibiarkan untuk memeluk keyakinannya dan tidak akan dipaksa untuk masuk Islam. 

Namun, perlu diperjelas dan dicatat bahwa ahli dzimmah itu adalah non-muslim yang tunduk kepada sistem Islam (Daulah) dengan tetap memeluk keyakinannya dan mereka wajib membayar jizyah. Imbalannya mereka diberikan hak untuk hidup dalam Daulah Khilafah dan mendapatkan hak yang sama dalam hal hak kewarganegaraannya (kesehatan, pendidikan, hukum, dll). Dalam hak beribadah pun mereka diberikan kebebasan. Makanan, minuman berpakaian, nikah dan talak itu sesuai dengan agama mereka. Masalahnya mereka hidup dalam sistem Islam yang diterapkan dalam seluruh lini kehidupan maka tidak mungkin agama lain selain Islam lebih menonjol. Baik dalam hal syiar, simbol maupun atribut yang tampak di permukaan. 

Ketika ahli dzimmih mengajukan dzimmah kepada Khilafah maka mereka akan mengajukan proposal yang beberapa klausulnya berbunyi mereka tidak akan mengajak atau mempengaruhi muslim untuk mengikuti agama mereka. Mereka tidak akan mendirikan gereja, jika ada kerusakan tidak akan direnovasi. Mereka tidak  akan membunyikan lonceng, tidak akan memakai atribut mereka di depan muslim dan banyak lagi. Jika mereka melanggar maka dzimmah akan dicabut bahkan mereka dapat diperangi. Lalu bagaimana perayaan-perayaan hari besar non-muslim di dalam sistem Islam (Daulah Khilafah Islamiyah)? Apakah perayaan tersebut tidak boleh dilangsungkan atau boleh saja dengan bebas atau ada aturan yang berlaku? 

Perayaan Natal dalam Sistem Islam 

Perayaan agama merupakan salah satu ritual dari keagamaan. Dalam sistem Islam non-muslim pun dibiarkan untuk merayakannya. Hari raya Paska dan Natal contohnya. Natal yang diyakini sebagai Hari kelahiran Isa Almasih merupakan sentral perayaan agama Kristen. Perayaan ini tampak dari adanya pohon natal, malam kelahiran, pertemuan keluarga, sinterklas, dan pemberian hadiah. Mereka juga merayakan tanggal 31 Desember sebagai Tahun Baru Masehi setiap tahunnya untuk mengawali tahun baru. Selama setiap perayaan tadi merupakan bagian dari ritual agamanya maka semuanya diperbolehkan untuk mereka merayakannya. 

Namun, meski tidak dilarang, perayaan ini tidak secara bebas sebebas-bebasnya dapat dilangsungkan. Hal ini tetap diatur oleh Khilafah. Berdasarkan klausul dzimmah mereka dan juga filosofi Islam itu tinggi tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam yang harus dipegang teguh. Karena itu, perayaan ini dibatasi dalam gereja, asrama dan komunitas mereka. Diruang publik seperti televisi, radio, internet atau jejaring sosial yang bisa diakses dengan bebas oleh masyarakat tidak boleh ditampilkan.  Dengan landasan ini juga para ulama melarang untuk mengucapkan selamat baik individu/pribadi atau sebagai pejabat publik. 

Demikianlah sistem Islam bersikap toleransi kepada agama lain. mereka tidak diusik, diprovokasi malah diberikan perlindungan oleh Khalifah selama menjalankan klausul dzimmahnya. Sebaliknya mereka juga tidak boleh mendemonstrasikan dan memprovokasi muslim untuk mengikuti agama mereka. Seperti inilah Khilafah memberikan ruang kepada mereka. 

Intelektual Barat pun mengakui toleransi dan kerukunan umat beragama sepanjang masa kekhalifahan Islam. Will Durant dalam bukunya The Story Of Civilization, dia menggambarkan keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen di Spanyol di era Khilafah Bani Umayyah. T.W Arnold seorang orientalis dan sejarawan Kristen juga memuji toleransi beragama dalam negara Khilafah. Dalam bukunya The Preaching of Islam: A History of Propagation of The Muslim Faith, dia antara lain berkata: “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani-telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.” 

Mengapa hal ini tidak terlihat lagi? malah toleransinya umat Islam kebablasan dengan mengikuti agenda-agenda keagamaan agama lain. Sejarah ini hanya dapat terulang kembali dengan diterapkannya syariah di seluruh lini kehidupan dalam sebuah institusi yakni Daulah Khilafah Islamiyah yang tidak hanya menjaga akidah kaum muslim tapi juga menjamin kebebasan agama lain dalam menjalankan ibadahnya. 

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H. 
Dosen FH-UMA
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :