Penguatan Hegemoni Asing di Balik Perpanjangan Kontrak Freeport - Tinta Media

Selasa, 12 Desember 2023

Penguatan Hegemoni Asing di Balik Perpanjangan Kontrak Freeport




Tinta Media - Dikutip dari katadata.co.id, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan bahwa Freeport dapat memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 2061, setelah izin operasi berakhir pada 2041. Arifin menekankan bahwa dalam perpanjangan hingga 2061, mayoritas saham akan dipegang oleh Indonesia. Meskipun begitu, aspek teknis akan tetap diatur oleh perusahaan induk. "MIND ID akan menjadi operator. Namun, untuk aspek teknis pertambangan, kita masih membutuhkan keahlian yang mumpuni. (17/11).

Pembahasan mengenai perpanjangan izin dan divestasi saham telah menjadi bagian dari kunjungan Presiden Indonesia ke Amerika Serikat. Presiden Joko Widodo bertemu dengan Chairman Freeport McMoRan, Richard Adkerson, di Washington DC, AS. 

"Saya senang melihat pembahasan penambahan 10% saham Freeport di Indonesia dan perpanjangan izin tambang selama 20 tahun telah mencapai tahap akhir," ujar Jokowi kepada Adkerson, seperti yang dikutip dari Sekretariat Kabinet.

Jokowi berharap agar pembahasan divestasi saham dan perpanjangan izin tambang Freeport dapat diselesaikan pada akhir November ini. 

Perpanjang Kontrak dengan Freeport, Indonesia Dapat Apa?
Banyak pengamat tidak sependapat bahwa perpanjangan kontrak IUPK hingga 2061 akan menguntungkan. Achmad Nur Hidayat, seorang ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, berpendapat bahwa perpanjangan kontrak IUPK PTFI justru merugikan negara. Dia menyatakan kemungkinan adanya motif ekonomi dari pihak-pihak yang terlibat dalam perpanjangan kontrak tersebut.

Menurut laporan keuangan tahun 2022, pendapatan PT Freeport-McMoran Inc. mencapai USD 22,78 miliar atau setara dengan Rp341,7 triliun (dengan kurs Rp15.000/USD). Sekitar 37 persen atau sekitar USD 8,43 miliar (Rp126,39 triliun) berasal dari PTFI. Dengan Indonesia memiliki 100% saham PTFI tanpa perlu memperpanjang kontrak, semua pendapatan operasional sekitar USD 8,43 miliar akan menjadi pendapatan negara setiap tahunnya. Namun, saat Indonesia hanya memiliki 61% saham PTFI, penerimaan negara hanya sekitar USD 4,14 miliar per tahun.

Menurut Achmad, perhitungan ini bersifat teoretis dan tidak mempertimbangkan faktor lain, seperti biaya operasional, pemeliharaan, dan pengembangan tambang, serta fluktuasi harga komoditas, termasuk di dalamnya adalah dampak lingkungan dan sosial. Meski begitu, biaya tersebut tidak sebanding dengan potensi kerugian yang akan diderita jika penambangan tetap dikelola oleh PTFI.

Namun, itu hanya membicarakan kerugian finansial negara saja. Bagaimana dengan kerugian yang dirasakan oleh penduduk sekitar dan dampak buruk bagi lingkungan? Pada kenyataannya, setelah mendapatkan keuntungan, dampak dan kerugian bagi penduduk tidak lagi menjadi perhatian utama. Bukti nyata adalah bahwa kemiskinan masih melanda penduduk di sekitar tambang dan kerusakan lingkungan semakin parah dan menyebabkan bencana yang tak terhitung banyaknya.

Wujud Nyata Perpanjangan Hegemoni Asing

Perpanjangan kontrak dengan PT Freeport sebenarnya memperpanjang dominasi hegemoni asing. Seharusnya, setelah waktu yang begitu lama diatur oleh pihak asing, negara berupaya untuk melakukan nasionalisasi, mengelola tambang tersebut secara independen dengan mempromosikan transfer teknologi kepada warga negara.

Jika pengelolaan dilakukan secara mandiri, pendapatan negara dari penambangan emas di Papua akan sangat besar, yang bisa berkontribusi secara signifikan terhadap APBN. Ini hanya membicarakan Papua, sementara masih banyak potensi Sumber Daya Alam (SDA) di daerah lain yang menghadapi situasi serupa. Akibatnya, warga negara sebagai pemegang saham resmi hanya bisa menyaksikan aksi kolaborasi antara penguasa dan korporasi global yang merampas kekayaan mereka.

Ini adalah gambaran nyata bagaimana negara terus berada di bawah pengaruh luar. Kekayaan melimpah, tetapi tak dirasakan oleh warga sendiri. Saran untuk mengelola sumber daya tambang sendiri sudah sering diungkapkan oleh para ahli kepada para pemimpin. Dari perhitungan saja, pengelolaan independen akan jauh lebih menguntungkan daripada bergantung pada pengelolaan asing.

Namun, terdapat banyak alasan yang terus diungkapkan oleh pihak berwenang. Tetapi, alasan tersebut selalu berasal dari pandangan neoliberal yang klise. Jika alasan yang dikemukakan karena kurangnya teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan Indonesia yang telah merdeka selama 78 tahun, sulit dipercaya bahwa kita masih belum memiliki teknologi dan SDM yang kompeten.

Berkah Penerapan Islam dalam Pengelolaan SDA

Dalam ajaran Islam, pengelolaan aset publik, termasuk sumber daya alam (SDA) seperti emas, seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat. Hal ini karena Allah, sebagai Pencipta alam semesta, telah menetapkan tiga bentuk kepemilikan: kepemilikan individu, umum, dan negara. Dalam pandangan Islam, hutan, air, dan energi dianggap sebagai kepemilikan bersama masyarakat.

Ini didasarkan kepada hadis Rasulullah saw:

“Kaum muslimim berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Dari hadis tersebut, setiap bentuk pengelolaan sumber daya alam yang mengubah status SDA dari milik umum menjadi milik pihak lain, seperti swasta atau individu, dianggap tidak sah. Oleh karena itu, sistem kerjasama kontrak karya yang memungkinkan perusahaan swasta atau individu mengelola SDA milik umum dianggap melanggar hukum, karena sistem tersebut merampas kekuasaan rakyat terhadap SDA sepenuhnya.

Dalam perspektif Islam, memberikan izin kepada perusahaan tambang baik melalui KK atau IUPK dianggap sebagai pelanggaran, karena Islam menegaskan bahwa tambang adalah kepemilikan umum yang seharusnya dikelola langsung oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Oleh karena itu, memberikan izin kepada swasta untuk mengelola tambang, termasuk perpanjangan izin yang sudah ada, dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip Islam.

Namun, hal-hal tersebut bisa direalisasikan melalui penerapan Islam secara menyeluruh yang hanya dapat terwujud dengan penerapan sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti ajaran kenabian. Bahkan, sistem ekonomi Islam yang berbasis moneter emas dapat membawa negara yang menguasai emas menjadi negara yang kuat dan berpengaruh. 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Ressia Afriani 
(Ibu Rumah Tangga)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :