Tinta Media - Daerah merupakan bagian dari suatu negara yang perlu diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur. Ini karena kemajuan suatu daerah dapat mendorong perekonomian negara.
Senada dengan rencana Bupati Bandung Dadang Supriatna, dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2024, beliau berpesan agar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Beliau mencontohkan beberapa proyek strategis di Kabupaten Bandung yang menjadi proyek strategis nasional, seperti proyek Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang ada di Tegalluar, Bandung Selatan dan proyek pembangunan jalan tol Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap (Getaci) yang akan dimulai tahun 2024.
Setiap rencana pembangunan pemerintah, baik skala nasional ataupun daerah, tentunya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adanya sebuah pembangunan infrastruktur dapat berpengaruh dalam banyak hal, seperti aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan di setiap daerah harus merata agar tidak terjadi kesenjangan dan persaingan antardaerah.
Maka dari itu, dibutuhkan perencanaan pembangunan daerah karena dengan perencanaan yang tepat, pembangunan dapat terarah dan berkesinambungan. Dikarenakan proyek ini adalah proyek jangka panjang, maka dibutuhkan keseriusan dan kekonsistenan dari pihak-pihak terkait dalam menjalankan proyek sesuai dengan perencanaan agar hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara merata.
Sayangnya, terkadang proyek pembangunan infrastruktur yang sejatinya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah, dengan menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, faktanya tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
Sebetulnya, keinginan masyarakat di daerah sederhana, tidak muluk-muluk. Mereka lebih membutuhkan pembangunan infrastruktur sekolah, jalan, rumah sakit, listrik, air bersih, irigasi, pasar dan lain-lain, bukan kereta cepat atau pembangunan jalan tol.
Banyak daerah yang belum tersentuh terkait pembangunan infrastruktur. Seharusnya pemerintah dengan aparat daerah melakukan survei terlebih dahulu terkait apa yang di butuhkan masyarakat yang berada di daerah.
Banyak pembangunan infrastruktur yang dibangun pemerintah tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat daerah itu. Salah satunya adalah Kereta Cepat Jakarta Bandung dengan harga tiket Rp300 rb, pastinya sangat tidak berpihak pada masyarakat kecil. Fasilitas itu hanya bisa digunakan oleh kalangan elit saja, tidak untuk kalangan ekonomi sulit.
Sangat terlihat jelas bahwa pemerintah telah gagal dalam mewujudkan pemerataan pembangunan infrastruktur. Pemerintah lebih memanjakan masyarakat elit dengan menyediakan infrastruktur yang super canggih, sedangkan masyarakat kecil dibiarkan berbecek-becekan, meniti jembatan rusak, berjalan belasan kilometer demi mendapatkan fasilitas kesehatan yang bahkan tak memadai. Siswa-siswi belajar di bangunan tak layak. Para petani kesulitan mengairi sawah dan banyak lagi bukti dari abainya pemerintah.
Inilah dampak dari sistem kapitalisme yang tak berpihak pada rakyat kecil. Sistem ini memberikan kebebasan bagi para kapital untuk menjalankan perekonomian sesuai yang diinginkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sudah pasti yang menjadi target penghasil pundi-pundi rupiah adalah masyarakat elit, sehingga berapa pun biaya yang digelontorkan untuk membangun infrastruktur yang menjadi kebutuhan masyarakat elit pasti dipenuhi, walaupun harus berutang. Selain itu, ada hal-hal yang dikhawatirkan dari perencanaan pembangunan infrastruktur ini.
Pertama, di tahun politik ini, ada kecenderungan bahwasanya pembangunan yang jor-joran ini dilakukan pemerintah tak ubahnya sebagai lahan mencari dukungan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Kedua, proyek pembangunan infrastruktur ini membuka celah korupsi yang dilakukan pihak-pihak terkait dengan mengurangi spesifikasi atau volume infrastruktur, sehingga berdampak pada kualitas bangunan dan anggaran negara pun jebol.
Dana yang harusnya digunakan untuk membiayai pembangunan malah masuk ke kantong para koruptor. Menurut data ICW (Indonesia Corruption Watch), 250 kasus korupsi dalam bidang Pengadaan Barang/Jasa (PBJ), 58% adalah kasus korupsi pembangunan jalan dan jembatan.
Alhasil, tujuan pemerintah untuk menyejahterakan rakyat dalam wujud pemerataan pembangunan infrastruktur sepertinya hanya sebatas harapan palsu. Selama negara masih memakai sistem kufur ini, rakyat kecil selalu yang menjadi korban keserakahan para kapital.
Sistem sekuler kapitalisme yang diemban negeri ini menjadikan manusia hidup bukan dengan aturan Sang Khalik, melainkan dengan aturannya sendiri. Padahal, jelas manusia itu lemah dan terbatas sehingga hawa nafsu cenderung mengungguli akal.
Parahnya, nilai materi adalah sesuatu yang diagungkan dalam sistem ini sehingga apa pun caranya, entah halal atau haram, tak jadi soal. Salah satunya adalah dengan melakukan korupsi yang jelas-jelas sangat merugikan negara dan imbasnya menyengsarakan rakyat.
Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), perencanaan pembangunan infrastruktur betul-betul dipikirkan dan dibuat dengan tujuan memenuhi kebutuhan rakyat, serta memudahkan rakyat untuk menikmatinya. Pembangunan infrastruktur ini merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan untuk memudahkan aktivitas masyarakat, misalnya pembangunan jalan, kereta api, jembatan, air bersih, listrik, waduk, dan lain-lain.
Negara melalui aparaturnya akan terlebih dahulu melakukan survei turun ke masyarakat. Ini dilakukan untuk mengetahui pembangunan infrastruktur seperti apa yang dibutuhkan rakyat. Setelah itu, barulah Negara membuat rancangan dan merealisasikanya dengan mengerahkan para ahli dan pakar di bidangnya yang amanah dalam menjalankan tugas.
Inilah bentuk komitmen negara dalam melayani rakyat, yaitu memenuhi segala kebutuhan rakyat. Rasulullah saw. bersabda,
"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya yang diurus." (HR.Bukhari).
Atas dasar itulah, pembangunan infrastruktur ini merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah Swt., bukan memenuhi kebutuhan para pemilik modal seperti dalam sistem kapitalisme.
Negara dengan sistem ekonomi Islamnya sangat mampu membiayai seluruh pembangunan infrastruktur. Dengan kekayaan sumber daya alam yang dikelola, negara tanpa melibatkan pihak asing mampu menghasilkan pendapatan yang luar biasa. Semua hasilnya disimpan dalam baitul mal (kas negara) yang dialokasikan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, termasuk pembangunan infrastruktur.
Dengan demikian, pemerataan infrastruktur ini akan membawa dampak pada kemajuan perekonomian rakyat. Rakyat memiliki kemampuan secara ekonomi yang tentunya memengaruhi kualitas sumber daya manusia.
Khilafah dengan aturan yang paripurna mampu menghadirkan kesejahteraan untuk rakyat, termasuk dalam pemerataan pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan menjadikan manusia yang berkualitas dan berakidah Islam . Tak ada yang harus diragukan lagi, khilafah adalah rahmat bagi semesta alam. Maka, wajiban bagi seluruh umat Islam untuk berjuang mengembalikan kehidupan Islam. Wallahu'alam.
Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media