Tinta Media - Konflik perang saudara di Myanmar masih terus berlanjut. Konflik antara minoritas etnis muslim Rohingya dengan warga mayoritas budha Rakhine yang didukung oleh militer Myanmar ini sudah terjadi sejak bulan agustus tahun 2017. Bahwa perang saudara tersebut, seperti yang dilansir oleh Liputan6.com (26/5/2022) yang diambil dari penelitian sejarah konflik Rohingya yang dipublikasikan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Sumatera Utara, menyatakan bahwa ada 6 penyebab konflik Rohingya yaitu adanya perbedaan status, pemerkosaan, tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar, adanya diskriminasi budaya, ketimpangan sosial, dan puncaknya saat konflik diberitakan secara internasional pada tahun 2012.
Akibat hal-hal tersebut, maka kaum muslim Rohingya sebagai etnis minoritas mengalami kesengsaraan hidup yang tiada tara. Tidak ada keadilan dan perlindungan atas hak-hak mereka, mengalami pembantaian, pemerkosaan dan pembakaran atas pemukiman-pemukiman mereka dan pengusiran dari tempat-tempat tinggal mereka, juga pembatasan atas akses makanan, perawatan kesehatan, pendidikan dan mata pencaharian yang memadai.
Penderitaan yang mereka alami, menyebabkan banyak diantara mereka dengan semua keterbatasan yang ada, menyelamatkan diri dengan berusaha untuk mengungsi keberbagai wilayah disekitar Myanmar. Tapi apa hendak dikata, karena sekat-sekat negara yang ada sekarang ini menyebabkan keberadaan mereka tidak diterima dimana-mana. Mereka terkatung-katung di tengah lautan, tanpa tahu tempat yang hendak dituju. Sudahlah di negaranya tidak diakui, pergi ke negara-negara lain (meskipun negara dengan mayoritas penduduknya muslim), mereka juga tidak diterima. Jadilah mereka manusia-manusia tanpa identitas, tidak punya kewarganegaraan (stateless), hidup tanpa harapan, dan tidak tahu masa depan seperti apa yang akan mereka dapatkan nanti. Tidak ada yang peduli pada nasib mereka. Tidak ada tidakan serius dari wewenang internasional untuk menghentikan kekerasan terhadap mereka ini dan juga tidak ada yang berusaha menyelesaikan permasalahan ini.
Memang dalam era kehidupan sekarang yang dipimpin oleh hegemoni kapitalis, terhadap sesama kaum muslim akhirnya tidak bisa saling memberi pertolongan satu dengan yang lain dangan alasan merasa bukan masalah negaranya. Tiap-tiap negara punya kepentingan-kepentingan sendiri, dan kalau bukan warga negaranya maka bukanlah urusannya. Tidak pula bisa berharap banyak pada dunia internasional, tidak bisa mengharapkan pertolongan dari mereka, karena dengan ideologi mereka yang penuh kerakusan dan berdiri di atas prinsip penjajahan, maka sekiranya tidak bisa memberikan manfaat bagi mereka, mereka tidak akan peduli. Tidak akan pernah ada penyelesaian tuntas atas permasalahan ini. Umat Islam butuh seorang pemimpin yang mampu mengurusi rakyat dengan baik. Seperti halnya kepemimpinan dalam Islam, yaitu dalam institusi Kekhilafaan. Pemerintahan yang ada adalah benar-benar sebagai pelindung dan penjaga umat, warga negaranya, baik muslim maupun non muslim. Dalam Khilafah, pemerintahan akan mengurusi seluruh kehidupan warga negaranya, individu per individu, tanpa memandang perbedaan suku,bangsa, agama, bahasa dan warna kulit, semua akan di ri’ayah/diurus dengan baik,
Apalagi terhadap warga negaranya yang terdzolimi, maka tidak segan-segan khalifah akan mengerahkan bala tentaranya untuk melawan dan mengusir para penindas. Tidak cukup sampai disitu, dengan segala kemandirian dan kewibawaan khilafah, tidak akan ada negara yang berani melawan dan berbuat semena-mena pada kaum muslim.
Dengan kekhilafahan ini, tidak akan ada sekat-sekat negara, kaum muslim akan bersatu dalam satu ikatan akidah yang sama yaitu akidah Islam, dalam kepemimpinan yang satu yaitu dipimpin oleh seorang khalifah. Dimanapun ada saudara sesama muslim yang terdzolimi, akan sangat mudah bagi saudara muslim yang lain untuk memberi pertolongan dengan komando yang satu yaitu seorang khalifah. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw, bahwa kaum muslim adalah ibarat satu tubuh, jika ada satu bagian tubuh satu yang sakit, maka bagian tubuh yang lain akan ikut merasakannya.
Begitulah seharusnya kaum muslim, bersatu dalam satu ikatan akidah yang sama yaitu akidah islam, dan bersatu dalam satu kepemimpinan yang sama yaitu dalam kekhilafahan Islam, Dengan bersatunya kaum muslim, kejadian penindasan seperti yang terjadi pada saudara muslim kita di Rohingya (bahkan negeri-negeri muslim yang lain, seperti muslim Uighur, Palestina dll), tidak akan terjadi. Kaum muslim hidup dalam kewibawaannya, memimpin peradaban dunia dan memberikan kerahmatan bagi seluruh alam. Tidakkah kita merindukan kehidupan yang demikian, yang pernah di rasakan oleh pendahu-pendahulu kita hampir 13 abad lamanya.
Oleh: Tri Widyawati
(Aktivis Muslimah)