Kebijakan Impor Merugikan Rakyat - Tinta Media

Sabtu, 23 Desember 2023

Kebijakan Impor Merugikan Rakyat



Tinta Media - Swasembada pangan atau ketahanan pangan adalah sesuatu yang sangat diinginkan oleh rakyat Indonesia. Ini memang seharusnya dirasakan oleh rakyat karena Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk sumber daya pangan. Bahkan, Indonesia disebut sebagai lumbung padi. Akan tetapi, sungguh sangat ironi, pada faktanya negara Indonesia masih saja melakukan impor beras dengan dalih agar ada ketersediaan bahan pokok beras. 

Menurut Menteri Pertanian Andi Amran, yang penting bisa mengamankan pangan dan menekan impor beras tahun depan. Hal ini dikarenakan Indonesia berada pada dampak El Nino yang paling dahsyat. 

Untuk menekan impor beras akibat fenomena El Nino, Amran Sulaiman menargetkan Provinsi Jabar mampu memproduksi sebanyak 11 juta ton gabah pada tahun 2024. Untuk sekarang ini, impor beras 3,5 juta dan kemungkinan bisa naik lagi. 

Menurut beliau, saat ini Indonesia berada pada kondisi El Nino pada level paling parah dan bisa mengancam produksi beras dalam negeri. Amran meminta kepada para petani untuk mewujudkan swasembada pangan. Indonesia harus bangkit dengan meletakan pondasi yang kuat. 

Amran berharap, dengan didukung saluran irigasi dari berbagai bendungan yang telah dibangun oleh pemerintah pusat untuk mengatasi kekeringan, maka target produksi gabah pada tahun 2024 di Jabar ini bakal terealisasi. 

Menteri Pertanian Andi Amran terjun langsung ke lapangan dengan mendatangi daerah sentra padi yang ada di Jawa Timur, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, dan sekarang berada di Jawa Barat untuk mengetahui keluhan para petani di Indonesia. Beliau pun  akan memberikan solusi kepada para petani Indonesia.

El Nino adalah sebuah fenomena alam yang sudah biasa terjadi dan bisa diprediksi sebelumnya. Karena itu, alasan pemerintah melakukan impor beras dikarenakan El Nino adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Semestinya pemerintah sudah mengantisipasi keadaan ini sejak tahun lalu, dengan melakukan upaya untuk meningkatkan stok beras dari dalam negeri. 

Berbagai cara bisa dilakukan oleh pemerintah agar produksi beras lokal meningkat. Contohnya, pemerintah bisa memberikan bantuan benih, pupuk, dan sarana produksi pertanian, bukan malah meningkatkan impor beras yang justru akan merugikan para petani. 

Dengan biaya yang tidak sedikit, para petani mengeluarkan modal. Akan tetapi, ketika pemerintah melakukan impor beras, otomatis harga gabah lokal akan anjlok, sehingga merugikan para petani, dan harga beras di pasaran pun tetap naik, sehingga sangat dirasakan berat oleh masyarakat menengah ke bawah.  

Ketika pemerintah sering melakukan impor, tentunya hal ini akan membahayakan kedaulatan pangan dan memukul para petani. Akibat dari anjloknya harga gabah, banyak petani yang enggan menanam padi. Walhasil, produksi padi semakin menurun. Bahkan, generasi muda tidak mau berprofesi sebagai petani karena tidak menjanjikan keuntungan yang cukup. 

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan meng-impor beras bukan menjadi solusi persoalan mahalnya harga beras, karena beras tetap mahal harganya. Sangat jelas di sini bahwa kebijakan pemerintah tentang impor beras tidak berpihak kepada rakyat, bahkan merugikan para petani.

Rakyat pun semakin berat dengan harga beras yang terus naik. Kebijakan impor beras ini, hanya menguntungkan segelintir orang yang menjadi bagian dari rantai impor beras saja. Inilah salah satu produk dari sistem yang rusak.

Artinya, Indonesia diwajibkan meliberalisasi pasar. Selain itu, liberalisasi pangan semakin parah dengan disahkannya UU Cipta Kerja, yang membolehkan impor dilakukan kapan saja, tidak perlu menunggu adanya kekurangan stok dalam negeri.

Berbeda dengan sistem Islam. Bahwasanya, Islam mewajibkan negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang bersandar pada syariat Islam, dan sesuai aturan syara. Dengan demikian, di dalam sistem Islam, negara tidak boleh tergantung kepada impor, karena akan menyebabkan ketergantungan dan penguasaan oleh orang-orang kafir terhadap umat Islam. 

Negara harus mewujudkan kedaulatan pangan dengan mengoptimalkan produksi pertanian di dalam negeri. Inilah urgensi adanya kepemimpinan Islam, yaitu sebagai raa'in atau pengurus urusan umat. Pemerintah bertugas untuk melayani rakyat, bukan untuk memeras dan menzalimi mereka. 

Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :