Tinta Media - Bantuan Sosial atau bansos sebagai salah satu program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat telah menjadi program yang dijalankan pemerintah. Program ini tentu dinilai positif bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah yang masih mendominasi di Indonesia. Namun, anggaran untuk dana bansos bagi masyarakat tidak mampu telah dipangkas oleh pemerintah.
Dikutip dari CNN Indonesia, pemerintah mengurangi dana bansos beras 10 kg dari sebesar 21,35 juta menjadi 20,66 juta untuk 690 ribu keluarga penerima bansos. Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani mengatakan, bahwa pengurangan dana bansos ini karena adanya koreksi data penerima berdasarkan validasi dari Kementerian Sosial.
Dari data yang telah dikoreksi tersebut, disebutkan bahwa penerima bansos yang tercatat sebelumnya kini ada yang sudah meninggal dunia, ada yang berpindah lokasi, dan ada pula yang telah dianggap mampu sehingga tidak terhitung sebagai penerima bansos (cnnindonesia, 30/10/23).
Alasan-alasan di atas yang menyebabkan pengurangan dana bansos sampai akhir penyaluran di tahun 2023 ini perlu dikritisi kembali. Pada realitasnya, jumlah orang miskin di Indonesia masih berada pada angka yang tinggi. Terhitung pada Maret 2023 berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah orang miskin di Indonesia sebesar 25,90 juta orang. Sehingga pengurangan dana bansos ini artinya mengurangi jumlah penerima bantuan dari pemerintah.
Keluarga yang telah dianggap mampu sehingga tidak terhitung sebagai penerima bansos ini pun perlu dipertanyakan. Seberapa mampu kah keluarga-keluarga yang tidak terhitung sebagai penerima bansos ini? Apakah mereka benar-benar terbilang mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka? Di saat indikator garis kemiskinan di Indonesia tahun 2023 adalah disebut miskin ketika pengeluaran per hari kurang dari Rp. 17.851. Artinya yang memiliki pendapatan per kapita per bulan kurang dari Rp. 535.547 masuk ke dalam kategori miskin.
Pada realitasnya, dengan harga bahan pokok yang serba naik dan tuntutan kehidupan yang lain, suatu keluarga pun tidak akan cukup memenuhi kebutuhan hanya dengan pendapatan lebih dari 500 ribu per bulan. Namun, berdasarkan indikator garis kemiskinan, mereka tidak lagi mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah karena dinilai telah mampu.
Beginilah ironisnya program bansos yang dikatakan menjadi program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Orientasi peningkatan kesejahteraan tidak benar-benar meningkatkan kesejahteraan karena indikator kesejahteraan tidak hanya dari faktor ekonomi saja, namun didukung oleh faktor-faktor lain. Akan tetapi kesejahteraan itu tetap masih belum dicapai saat ini.
Islam memberikan gambaran konsep penyejahteraan masyarakat secara merata. Orientasi pemimpin di dalam Islam benar-benar untuk mengurusi urusan masyarakat hingga mencapai kata sejahtera. Lapangan kerja dibuka seluas-luasnya, didukung oleh fasilitas pendidikan yang didapatkan gratis bagi seluruh masyarakat. Fasilitas pelayanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat semua diberikan secara gratis, yaitu pendidikan, kesehatan, keamanan, layanan publik, dan sebagainya.
Hal ini didukung oleh sistem ekonomi yang mendanai negara secara mandiri dengan kas pemasukan yang banyak di dalam Islam. Sehingga pemasukan negara sangat cukup untuk memberikan pelayanan yang cuma-cuma bagi rakyat. Semua pengaturan ini didasarkan pada Al-Qur’an dan As Sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dengan Islam, kesejahteraan yang sesungguhnya dapat diwujudkan.
Wallaahu a’lam bish shawwab.
Oleh: Fadhila Rohmah
(Aktivis Muslimah)