Ilusi Zero Stunting di Tengah Kemiskinan dan Penyelewengan Dana Penanganan - Tinta Media

Sabtu, 09 Desember 2023

Ilusi Zero Stunting di Tengah Kemiskinan dan Penyelewengan Dana Penanganan



Tinta Media - Angka stunting di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Dari 149 juta atau 22℅ balita di seluruh dunia, 6,3 juta di antaranya adalah balita di Indonesia. Pada tahun 2022 lalu, Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara penyumbang stunting terbesar setelah India, Nigeria, dan Pakistan. 

Stunting, menurut UNICEF disebabkan kekurangan gizi dalam dua tahun pertama usia balita, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk. Akibatnya, sebagaimana yang disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), akan terjadi perawakan pendek pada balita akibat kekurangan gizi kronik. Hal ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar. Secara medis, stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah kurva pertumbuhan yang seharusnya. 

Problem tingginya angka stunting tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada individu-individu keluarga Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Memang, seorang ayah haruslah memperhatikan ketercukupan gizi anak-anaknya karena dia yang bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Namun, jika kepala rumah tangga tidak mudah mendapatkan lapangan pekerjaan, maka bagaimana mungkin dia bisa memberikan nafkah yang cukup pada keluarganya, apalagi tambahan gizi untuk anak-anak balitanya? 

Di sinilah urgensitas negara dalam memberikan ketersediaan lapangan pekerjaan bagi individu-individu rakyat.
Faktanya, saat ini negara abai atau bahkan lebih mementingkan para pemilik modal dalam mengembangkan kekayaan. Maka, problem pengangguran dan kemiskinan yang mengakibatkan para kepala keluarga tidak bisa mendapatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya akan semakin menambah tingginya angka stunting di negeri ini. 

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2023 sebesar 5,32 persen dari jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2023 sebanyak 147,71 juta orang (bps.go.id). Artinya, ada sekitar 7,8 juta orang yang belum mendapatkan pekerjaan. Belum lagi tambahan dari setengah pengangguran. Tentu ini adalah angka yang cukup besar. 

Upaya Pencegahan

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, ada tiga upaya pencegahan stunting yang dilakukan Kementerian Kesehatan.

Pertama, pemberian TTD atau tablet tambah darah kepada para remaja putri.

Kedua, pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil. 

Ketiga, pemberian makanan tambahan berupa protein hewani pada anak usia 6 sampai 24 bulan. 

Namun di sisi yang lain, anggota Komisi 9 DPR RI Rahmat Handoyo menyoroti penanganan stunting di Indonesia masih belum optimal. Rahmat menyebut bahwa program makanan tambahan untuk mencegah stunting di Kota Depok, Jawa Barat masih di bawah standar.

Sementara, guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Tabroni mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting atau kekurangan gizi pada anak di tingkat daerah. Sebelumnya, pemerintah juga mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas. 

Dengan menilik fakta kebijakan dan realisasi di lapangan yang tidak sejalan, ditambah sulitnya sebagian masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan, maka penyelesaian kasus stunting hanyalah sebuah angka yang hanya bisa dimainkan saja. Sementara, pencegahan bahkan upaya menjadikan zero stunting menjadi ilusi belaka. 

Solusi Konkret

Stunting adalah problem yang dialami oleh sebuah negara, bukan problem yang harus ditangani sendiri oleh individu keluarga. Meski peran individu keluarga penting, tetapi peran negara dalam menuntaskan masalah tersebut jauh lebih penting, bahkan mendesak. 

Kesehatan serta ketersediaan asupan gizi merupakan salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara, bukan sektor komersial seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Semua warga, baik miskin atau kaya, muslim atau kafirin, mereka mendapat pelayanan yang sama. 

Para ibu harusnya mudah memeriksakan kondisi kesehatan anak-anak mereka, termasuk konsultasi gizi. Para ibu juga harusnya mudah mendapatkan edukasi dari dokter anak, bagaimana merawat dan memenuhi kebutuhan gizi anak.

Lantas, dari mana sumber dana untuk semua pelayanan kesehatan yang gratis tersebut? 
Adapun sumber dana untuk menjamin agar pelayanan kesehatan gratis berasal dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum yang ada di Baitul Mal. 

Pos kepemilikan negara berasal dari harta jizyah, usyur, kharaj, ghanimah, fa'i, dan sejenisnya. 
Sementara, pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan sumber daya alam. Dana dari kedua pos ini begitu besar dan lebih dari cukup untuk penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan gratis. 

Inilah solusi tuntas dari kasus stanting dari kacamata Khilafah. Tidakkah penguasa dan umat menginginkannya?


Oleh: Langgeng Wahyu Hidayat 
MT Anwaratul Iman Surabaya

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :