Hanya dengan Islam Para Petani Dimuliakan - Tinta Media

Rabu, 06 Desember 2023

Hanya dengan Islam Para Petani Dimuliakan




Tinta Media - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) melakukan diskusi panel yang bertajuk Smart Farming for Sustainable Growth, dengan tema "Inovasi dan Tantangan Penerapan Standar Berkelanjutan dan Community Development untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Juga Mengatasi  Perubahan Iklim" di Jakarta Convention Center, Kamis (16/11). Kegiatan ini digelar sebagai upaya menjawab permasalahan terkait perlunya percepatan penerapan standar inovasi berkelanjutan dalam mendukung ketahanan pangan dan mengatasi perubahan iklim saat ini.

Perubahan iklim berdampak pada produktivitas lahan pertanian. Selain itu, terjadinya perang antar negara di beberapa kawasan dunia semakin mempersulit penyediaan bahan pangan, bahkan berakibat terhambatnya rantai pasok dan distribusi bahan pangan.

Guna mengantisipasi terhambatnya rantai pasok bahan pangan, Sekretaris Badan Standardisasi Instrumen Pertanian mengatakan bahwa harus ada upaya untuk memperkuat kemandirian produksi pangan dalam negeri di tingkat desa, kecamanatan, kabupaten-kota dengan memanfatkan potensi masing-masing, baik menggunakan kearifan lokal ataupun adopsi teknologi yang sesuai dan mendatangkan manfaat yang maksimal. Apabila hal ini dapat direalisasikan dalam waktu tidak terlalu lama, maka cita-cita banyak kalangan masyarakat agar kita berdaulat dalam pangan dapat direaliasikan.

Smart Farming menjadi gagasan yang dihadirkan pemerintah di tengah masyarakat untuk menghadapi permasalahan keterbatasan lahan, produktivitas yang rendah, perubahan iklim, nilai pasca panen yang rendah, dan terbatasnya air dan pupuk.

Smart farming yang telah dilaksanakan yaitu dengan penggunaan loT dengan fertigasi (penyiraman air dan pupuk) pada pilot projek perkebunan tomat yang terletak di Desa Cibodas, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 

Diharapkan, penggunaan IoT fertigasi ini mampu menghemat Pupuk hingga 50%, meningkatkan hasil panen sebanyak 40%, serta meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih dari dua kali lipat. Program smart farming yang diterapkan oleh petani ini juga diharapkan bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri saja, tetapi mampu menjangkau pasar ekspor.

Kemajuan dan kecanggihan di era digital ini memang membawa banyak perubahan di berbagai sektor kehidupan. Isu ketahanan pangan dan perubahan iklim merupakan isu global yang digaungkan negara-negara kapitalisme melalui PBB. Smart Farming yang digagas sebagai solusi dengan memanfaatkan teknologi modern dan digitalisasi, ujung-ujungnya hanya akan didominasi oleh korporasi-korporasi pertanian yang memiliki kemampuan modal besar dan masuknya produk-produk teknologi asing yang menguasai pasar dalam negeri.

Semua ini terjadi tak luput dari dampak sistem politik dan ekonomi yang lebih memihak pada para pengusaha yang mempunyai modal dengan menjadikan petani dan sektor pertanian sebagai penopang industri. Beberapa lahan pertanian telah beralih fungsi menjadi lahan infrastruktur industri modern. Ini adalah kebijakan yang tidak propetani yang mengakibatkan problem utama di dunia pertanian. Adanya teknologi-teknologi digital pertanian hanya akan menguntungkan sebelah pihak. Smart Farming memang memudahkan dalam pertanian, tetapi bisa menghancurkan para tenaga kerja petani itu sendiri.

Inilah watak dari sistem yang diterapkan saat ini. Walaupun berbagai kebijakan diterapkan, tetapi tak mampu menyejahterakan rakyat. Secanggih apa pun program itu sehingga memudahkan dalam penggunaannya, tetapi faktanya SDM yang ada tidak memiliki kemampuan untuk menerapkannya jika tidak dibarengi dengan edukasi dari program terkait 

Islam sangat memuliakan profesi petani. Selain mendapat manfaat ekonomi untuk mencukupi kebutuhan keluarga, bertani juga merupakan sebuah ibadah. Yang perlu kita ketahui, Al-Qur’an dan hadis telah mengemukakan kepada kita tentang paradigma Islam dalam bidang pertanian. Ini menunjukkan besarnya perhatian Islam terhadap dunia pertanian, karena menyangkut kebutuhan primer makhluk Allah dalam melangsungkan kehidupan, termasuk di antaranya hadis mengenai keutamaan bercocok tanam. Di antara kesimpulan yang dapat di ambil, yaitu:

Pertama, pertanian dalam pandangan Islam bukan semata-mata kegiatan yang bersifat sekularistik, melainkan usaha yang memunyai nilai-nilai transendental. Ini juga bisa dilihat dari pemberian nilai sedekah, sebagai penjelas adanya keterkaitan antara kegiatan menanam dengan keimanan kepada Allah.

Kdua, kegiatan pertanian harus berorientasi maslahat, bukan hanya bagi dirinya, tapi ditujukan untuk kebutuhan pangan orang lain, juga generasi sesudahnya. Ini bisa terlihat jelas dalam redaksi hadis tentang keutamaan menanam, bahwa Allah telah mengklasifikasikan kegiatan bertani sebagai perbuatan sedekah, jika apa yang ditanamnya dikonsumsi oleh manusia maupun makhluk Allah yang lain.

Ketiga, saatnya masyarakat Islam yang sebagian dibesarkan dan berasal dari lingkungan petani seyogyanya tidak meninggalkan profesi petani. Masyarakat seharusnya bangga dan mau terjun langsung dalam dunia pertanian. Semangat juga inovasi dan kreasi dalam dunia petanian perlu ditingkatkan dan digelorakan. 

Dampaknya, hasil pertanian dapat dimaksimalkan dengan biaya produksi yang lebih ditekan oleh pemerintah. Maka, hal ini akan berdampak positif pada naiknya pamor para petani, yang pada saat ini semakin lama semakin luntur. 

Keempat, perlu peran negara untuk bisa memaksimalkan para petani dalam bercocok tanam. Karena itu, dibutuhkan daulah Islam yang mampu mengatur dengan seadil-adilnya. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Yuni Irawati 
(Sahabat Tinta Media)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :