Dugaan Politik Uang Libatkan Bank Emok - Tinta Media

Jumat, 22 Desember 2023

Dugaan Politik Uang Libatkan Bank Emok


Tinta Media - Pemilu 2024 semakin dekat, para kandidat mulai sibuk dengan berbagai kegiatan demi meraih kesuksesan. Pemilu dilakukan dalam rangka memilih capres (calon presiden), cawapres (calon wakil presiden) ataupun caleg (calon legislatif). Masyarakat diberikan kebebasan untuk menyuarakan, menyampaikan, dan mengambil keputusan dengan cara memilih salah satu kontestan di antara beberapa kontestan yang maju mengusung diri sebagai capres, cawapres, ataupun caleg.

Jelang pemilu, kampanye mulai dilakukan dengan beragam cara oleh para kontestan pemilu dan juga oleh para pendukung masing-masing. Dalam melaksanakan kampanye, diberlakukan beberapa aturan tertentu agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang tak diinginkan yang mengakibatkan kegaduhan, kericuhan, dll. Akan tetapi, peraturan itu terkadang dilanggar oleh para pengusung paslon ataupun oleh paslon itu sendiri. 

Seperti yang terjadi di kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Kahpiana mengungkapkan bahwa ada caleg yang melakukan pelanggaran dengan politik uang yang melibatkan bank emok dalam evaluasi tahapan Pemilu di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung Rabu ( 6/12/2023). 

Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung membenarkan adanya salah satu caleg yang terindikasi menggunakan bank emok, dengan menawarkan pinjaman tanpa bunga, bahkan tanpa harus membayar pinjaman pokok. Indikasi pelanggaran lain juga terjadi di Kabupaten Bandung, yaitu dengan membagi-bagikan minyak goreng kemasan kepada masyarakat secara gratis. 

Kejadian seperti ini tentunya menjadi sebuah momok bagi paslon itu sendiri. Ini merupakan tantangan bagi bawaslu untuk tegas dalam menyikapi pelanggaran, bahwa hal tersebut merupakan salah satu permasalahan di dalam  perpolitikan di seluruh dunia. Ini adalah salah satu bentuk kecurangan dalam bentuk politik uang yang akan menghadirkan banyak dampak negatif.

Sudah menjadi hal yang biasa di dalam sistem demokrasi bahwa iklan alias pencitraan menjadi basis bagi dukungan calon yang tentu berbiaya mahal. Alhasil, hanya mereka yang didukung oleh para pemilik modal yang bisa menang, sedangkan yang tidak mempunyai uang atau tidak didukung para pemilik modal, kecil kemungkinan untuk bisa menang.

Praktik seperti inilah yang akan melahirkan para pemimpin yang pragmatis, tidak mempunyai kapabilitas dan integritas. Pada akhirnya, lahirlah para pemimpin korup karena ada beban target untuk mengembalikan modal plus keuntungan. 

Maka, tak heran jika banyak kebijakan yang dibuat lebih condong, bahkan pro terhadap para pemilik modal. Semua ini tentu akan menjadi permasalahan yang sangat besar sebab rakyat menjadi korban praktik politik kotor. Rakyat terus dibodohi. Masa depannya digadai demi memuaskan ambisi segelintir orang.

Inilah watak dari sistem politik demokrasi kapitalisme, politik uang menjadi sesuatu yang wajar demi meraih kekuasaan. Kebebasan menjadi landasannya, sehingga menjadikan kekuasaan tak ubahnya seperti komoditas yang diperebutkan untuk merealisasikan berbagai kepentingan, baik berupa materi, maupun jabatan.

Di sisi lain, pemerintah mewacanakan untuk mengeliminasi praktik politik uang. Dengan penerapan aturan yang termaktub dalam perundang-undangan pasal 47 UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta pasal 228 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Namun, itulah sistem demokrasi. Mereka yang membuat aturan, mereka sendiri yang melanggar aturan tersebut.

Sementara, Islam memandang bahwa kepemimpinan adalah amanah yang begitu besar. Kepemimpinan sejatinya adalah amanah dalam mengurusi segala urusan umat yang dimensinya bukan hanya duniawi, melainkan juga akhirat. Kepemimpinan diambil atas nama Allah Swt. untuk rakyatnya dan semata hanya untuk  menyempurnakan ketaatan kepada Allah SWT. 

Oleh karenanya, tujuan dari kepemimpinan dalam sistem Islam adalah hanya untuk dakwah, menyebarkan syariat yang sudah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta, Allah Swt. Pada dirinya tertanam rasa takut akan amanah yang mereka emban, yang pada akhirnya akan menjadi sesalan. Maka, sejarah menorehkan jika pemimpin- pemimpin Islam hidup dalam kesederhanaan, tanpa bergelimang harta, mengurus umatnya dengan bimbingan wahyu bukan nafsu. 


Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Heni Ruslaeni 
(Ibu Rumah Tangga)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :