Di Balik Capres Ada Oligarki? - Tinta Media

Selasa, 05 Desember 2023

Di Balik Capres Ada Oligarki?



Tinta Media - Para Oligarki dan pengusaha atau pemilik modal selalu bermunculan pada ajang kontestasi pemilihan presiden (pilpres). Hal ini dianggap wajar karena politisi dan pengusaha sama-sama memiliki kepentingan. Para politisi dan pejabat membutuhkan pengusaha untuk membiayai kampanye, sedangkan para pengusaha membutuhkan para pejabat untuk melindungi kepentingan bisnis dan ekonominya.

Dikutip dari situs MD Universe pada pilpres 2024, sederet pengusaha hingga konglomerat kelas kakap menjadi rebutan para capres untuk mengokohkan kekuatan finansial dan logistiknya, terlebih dalam masa kampanye. Kasus ini diperjelas ketika para kalangan pengusaha mulai merapat dan mendukung salah satu pasangan, bahkan masuk dalam daftar tim pemenangan demi keuntungan, terlebih untuk melanggengkan bisnisnya.

Kubu Ganjar Pranowo misalnya, capres yang didampingi Prof. Mahfud Md sebagai cawapres. Di kubu itu, terdapat para pengusaha kelas kakap yang berada di barisan tim suksesnya. Sebut saja Arsyad Rasjid sebagai ketua tim pemenangnya. Arsyad Rasjid selaku ketua KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) juga merupakan pebisnis dan Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang energi dan juga berbagai perusahaan yang bergerak di bidang media, pertambangan, keuangan, dan teknologi. 

Di sampingnya ada nama Sandiaga Uno yang masuk dalam jajaran 10 orang terkaya di Indonesia dengan aset mencapai 10,99 Triliun (CNBC Indonesia). Salah satu sumber kekayaannya berasal dari kepemilikan saham di beberapa perusahaan tambang dan energi. 

Di dalam jajaran wakil ketua TPN, ada sederet nama pengusaha besar, di antaranya Bagas Adhadirga, pendiri dan CEO PT Asia Aero Technology yang bergerak di bidang pengembangan dan pelayanan bandara udara, Angela Tano Sudibyo, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sekaligus anak dari konglomerat Hary Tanosudibyo, Orias Petrus Moedak Wakil Direktur Utama PT Freeport Indonesia, dan masih banyak lagi pengusaha yang menyokong capres Ganjar Mahfud.

Di samping itu, kubu Ganjar juga diusung oleh partai-partai yang juga berasal dari konglomerat. Sebut saja ada Hary Tanosudibyo, ketum Perindo, konglomerat kelas atas dengan bisnisnya di Media MNC Group yang kekayaannya menembus 16,35 trilun (CNBC Indonesia). Ini membuat dirinya sebagai ketum yang paling kaya dengan selisih cukup jauh dibandingkan ketum lainnya. Ada juga Osman Sapta Odang dengan gurita bisnisnya di bidang pertambangan yang bernama Oso Group.

Di kubu lain, ada Anis Baswedan dan Cak Imin. Capres ini paling sedikit dikelilingi oleh pengusaha dan konglomerat. Capres ini diisi tiga pengusaha besar. Pertama, Thomas Trikasih Lembong sebagai ketum pemenangnya. Investor dan pebisnis kelas kakap ini juga seorang pendiri perusahaan ekuitas swasta di Singapura yang bernama Quvat Management dan Presiden  Komisaris PT Graha Layar Prima  (BlitzMegaplex).

Kedua, Leotinus Alpha Edison, merupakan CO-Founder PT Tokopedia, sekaligus General Manager di PT Indocom Mediatama. Ketiga, ada I Gedhe Widiade, pebisnis yang bergelut di industri sepak bola Indonesia. Di luar itu, pengusungnya Surya Paloh, Ketum Nasdem, konglomerat yang kekayaannya mencapai 6,6 triliun (CNBC Indonesia) di bidang media, di antaranya Metro TV dan Media Indonesia di bawah naungan Media Group.

Tak pernah menyerah meski selalu kalah, Prabowo  Subianto kini terjun lagi di bursa capres dengan Gibran Rakabumingraka sebagai cawapresnya. Diusung oleh banyak pengusaha yang paling mentereng, meskipun Prabowo sendiri juga seorang taipan kelas kakap yang bergerak di berbagai perusahaan, seperti pertambangan, migas, perikanan, perhutanan, dan pertanaian, Prabowo masih saja menggandeng banyak taipan untuk modal kampanyenya.

Beberapa di antaranya adalah Roslan Roeslani, Wakil Menteri BUMN dan Wakil Komisaris PT Pertamina. Ada juga Taipan Abu Rizal Bakri, pemilik gurita bisnis Bakri Group yang menguasai media hingga pertambangan. Tak kalah, adik Prabowo pun ikut menyokong. Adik Prabowo yang bernama Hasyim Djojohadikusumo adalah seorang taipan di bidang pertambangan hingga perkebunan. Ada juga Pandu Syahrir, keponakan Luhut Binsar Panjaitan, penguasaha batu bara dan juga direktur PT Toba Bara Sejahtera. Ada juga Putri Kuswisnu Wardani, pemilik perusahaan kosmetik terkenal, Mustika Ratu, dan masih banyak lagi.

Dalam pesta demokrasi, bukan menjadi rahasia apabila ongkos politik untuk menjadi penguasa di negeri ini membutuhkan sponsor dan modal yang sangat besar. Kondisi ini memunculkan simbiosis mutualisme antara pengusaha yang mengincar sumber daya melimpah, dengan para politisi yang berharap memenangkan dan meraih bangku kekuasaan.

Tak heran jika para politisi lebih mengutamakan dirinya untuk menggandeng para Taipan daripada rakyat. Lagi-lagi rakyat menjadi tumbal di dalam pemilu di sistem demokrasi. Dengan kondisi yang masih stagnan meskipun berganti pemimpin sebanyak tujuh kali, ditambah lagi rakyat yang semakin sengsara, pekerjaan semakin susah, harga kebutuhan pokok terus naik, keadilan yang tumpul, membuat kepercayaan pada pemerintah semakin berkurang di mata rakyat. 

Seharusnya, dengan kondisi seperti ini, rakyat sadar bahwa sistem ini sudah tidak bisa diharapkan lagi. Perubahan memang perlu, tetapi bukan hanya sebatas pergantian pemain, melainkan perubahan hakiki sebagaimana yang diharapkan umat, yakni perubahan dengan syariat Islam. Dengan syariat Islam, insyaallah negara akan menjadi negara maju, baldatun thayyibatun warrabun Ghafur.

Wallahualam

Oleh: Setiyawan Dwi,
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :