Tinta Media - Ya Allah, Bimbinglah aku dengan cahaya petunjuk-Mu sebagaimana Kausinari bumi dengan cahaya matahari-Mu selamanya.
Sobat. Pencerahan dan petunjuk Allah – Hidayah adalah cahaya spiritual yang terang benderang menerangi kalbu. Dengan cahaya itu, manusia mengetahui jalan kebenaran dalam kehidupan. Inilah hal termahal dalam hidup. Cahaya Allah demikian kuatnya menyemburat ke seluruh penjuru langit dan bumi, menerangi dan memberi petunjuk kepada penduduk langit dan bumi.
Allah SWT berfirman :
۞ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشۡكَوٰةٖ فِيهَا مِصۡبَاحٌۖ ٱلۡمِصۡبَاحُ فِي زُجَاجَةٍۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوۡكَبٞ دُرِّيّٞ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٖ مُّبَٰرَكَةٖ زَيۡتُونَةٖ لَّا شَرۡقِيَّةٖ وَلَا غَرۡبِيَّةٖ يَكَادُ زَيۡتُهَا يُضِيٓءُ وَلَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡهُ نَارٞۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” ( QS. An-Nur (24) : 35 )
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah adalah Pemberi cahaya kepada langit dan bumi dan semua yang ada pada keduanya.
Dengan cahaya itu segala sesuatu berjalan dengan tertib dan teratur, tak ada yang menyimpang dari jalan yang telah ditentukan baginya, ibarat orang yang berjalan di tengah malam yang gelap gulita dan di tangannya ada sebuah lampu yang terang benderang yang menerangi apa yang ada di sekitarnya. Tentu dia akan aman dalam perjalanannya tidak akan tersesat atau terperosok ke jurang yang dalam, walau bagaimana pun banyak liku-liku yang dilaluinya.
Berbeda dengan orang yang tidak mempunyai lampu, tentu akan banyak menemui kesulitan. Meraba-raba ke sana kemari berjalan tertegun-tegun karena tidak tahu arah, maka pastilah orang ini akan tersesat atau mendapat kecelakaan karena tidak melihat alam sekitarnya. Amat besarlah faedahnya cahaya yang diberikan Allah kepada alam semesta ini. Cahaya yang dikaruniakan Allah itu bukan sembarang cahaya. Ia adalah cahaya yang istimewa yang tidak ada bandingannya, karena cahaya itu bukan saja menerangi alam lahiriah, tetapi menerangi batiniah.
Sobat. Allah memberikan perumpamaan bagi cahaya-Nya dengan sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan oleh manusia pada waktu diturunkannya ayat ini, yaitu dengan cahaya lampu yang dianggap pada masa itu merupakan cahaya yang paling cemerlang. Mungkin bagi kita sekarang ini cahaya lampu itu kurang artinya bila dibandingkan dengan cahaya lampu listrik seribu watt apalagi cahaya yang dapat menembus lapisan-lapisan yang ada di depannya. Sebenarnya cahaya yang menjadi sumber kekuatan bagi alam semesta tidak dapat diserupakan dengan cahaya apa pun yang dapat ditemukan manusia seperti cahaya laser umpamanya.
Sobat. Allah memberikan perumpamaan bagi cahaya-Nya dengan cahaya sebuah lampu yang terletak pada suatu tempat di dinding rumah yang sengaja dibuat untuk meletakkan lampu sehingga cahayanya amat terang sekali, berlainan dengan lampu yang diletakkan di tengah rumah, maka cahayanya akan berkurang karena luasnya ruangan yang menyerap cahayanya. Sumbu lampu itu berada dalam kaca yang bersih dan jernih. Kaca itu sendiri sudah cemerlang seperti kristal. Minyaknya diperas dari buah zaitun yang ditanam di atas bukit, selalu disinari cahaya matahari pagi dan petang. Maka pada ayat ini diibaratkan dengan tumbuh-tumbuhan yang tidak tumbuh di timur dan tidak pula di barat, karena kalau pohon itu tumbuh di sebelah timur, mungkin pada sorenya tidak ditimpa cahaya matahari lagi, demikian pula sebaliknya. Minyak lampu itu sendiri karena jernihnya dan baik mutunya hampir-hampir bercahaya, walaupun belum disentuh api, apalagi kalau sudah menyala tentulah cahaya yang ditimbulkannya akan berlipat ganda.
Di samping cahaya lampu itu sendiri yang amat cemerlang, cahaya itu juga dipantulkan oleh tempat letaknya, maka cahaya yang dipantulkan lampu itu menjadi berlipat ganda. Demikianlah perumpamaan bagi cahaya Allah meskipun amat jauh perbedaan antara cahaya Allah dan cahaya yang dijadikan perumpamaan.
Sobat. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya untuk mendapat cahaya itu sehingga dia selalu menempuh jalan yang lurus yang menyampaikannya kepada cita-citanya yang baik dan selalu bertindak bijaksana dalam menghadapi berbagai macam persoalan dalam hidupnya. Berbahagialah orang yang mendapat pancaran Nur Ilahi itu, karena dia telah mempunyai pedoman yang tepat yang tidak akan membawanya kepada hal-hal yang tidak benar dan menyesatkan. Untuk memperoleh Nur Ilahi itu seseorang harus benar-benar beriman dan taat kepada perintah Allah serta menjauhi segala perbuatan maksiat.
Imam Syafi`i pernah bertanya kepada gurunya yang bernama Waki' tentang hafalannya yang tidak pernah mantap dan cepat lupa, maka gurunya itu menasehatinya supaya ia menjauhi segala perbuatan maksiat, karena ilmu itu adalah Nur Ilahi, dan Nur Ilahi itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.
Seperti dalam syair di bawah ini:
Aku mengadu kepada Waki' tentang buruknya hafalanku,
Lalu ia menasihatiku agar meninggalkan kemaksiatan.
Ia memberitahuku bahwa ilmu itu adalah cahaya,
Dan Cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.
Yahya bin Salam pernah berkata, "Hati seorang mukmin dapat mengetahui mana yang benar sebelum diterangkan kepadanya, karena hatinya itu selalu sesuai dengan kebenaran." Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah SAW.
Berhati-hatilah terhadap firasat orang mukmin, karena ia melihat dengan Nur Allah. (Riwayat al-Bukhari dalam kitab at-Tarikh al-Kabir dari Abu Sa'id al-Khudri)
Sobat. Tentu saja yang dimaksud dengan orang mukmin di sini ialah orang-orang yang benar beriman dan bertakwa kepada Allah dengan sepenuhnya.
Ibnu `Abbas berkata tentang ayat ini, "Inilah contoh bagi Nur Allah dan petunjuk-Nya yang berada dalam hati orang mukmin. Jika minyak lampu dapat bercahaya sendiri sebelum disentuh api, dan bila disentuh oleh api bertambah cemerlang cahayanya, maka seperti itu pula hati orang mukmin, dia selalu mendapat petunjuk dalam tindakannya sebelum dia diberi ilmu. Apabila dia diberi ilmu, akan bertambahlah keyakinannya, dan bertambah pula cahaya dalam hatinya. Demikianlah Allah memberikan perumpamaan kepada manusia tentang Nur-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
Sobat. Baginda Rasulullah SAW bersabda, “ Kalian harus bergaul dengan para alim ulama dan mendengarkan perkataan hukama’ karena Allah SWT menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah ( Ilmu yang bermanfaat ), sebagaimana dia menghidupkan tanah yang tandus dengan air hujan.”
Dalam hadits yang diriwayatkan ath-Thabrani dari Abu Hanifah, “ Bergaullah dengan para tokoh dan bertanyalah kepada para ulama serta bersahabatlah dengan orang-orang bijak.”
Sobat. Ulama itu terdiri atas tiga golongan : Pertama. Ulama yang menguasai hukum-hukum Allah SWT, ulama kategori ini adalah mereka yang banyak mengeluarkan fatwa yang terkait dengan masalah hukum. Kedua. Ulama yang menguasai ilmu tentang Dzat Allah SWT ( ilmu makrifat) mereka kerap di sebut hukama’ yaitu orang-orang alim yang serius pada upaya perbaikan akhlak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Hati mereka selalu bersinar oleh makrifatullah dan jiwa mereka tercerahkan oleh keagungan sifat Allah SWT. Ketiga. Ulama yang menguasai dua hal di atas, biasa disebut juga dengan al-Kubara’. Demikian penjelasan Imam Nawawial-Bantani.
Sobat. Sesungguhnya bergaul dengan para ahlullah ( orang yang dekat dengan Allah) itu mampu membentuk keluhuran jiwa. Bahkan, terkadang kerlingan mata mereka lebih bermanfaat dari ucapan. Jika seseorang , yang dengan kerlingannya saja ia memberi manfaat, ucapannya pasti jauh lebih bermanfaat.
Sobat. Baginda Rasulullah SAW mengingatkan pada kita dengan sabda beliau, “ Akan datang suatu masa, saat itu umatku lari dari para ulama dan fuqaha. Lalu Allah akan menimpakan kepada mereka cobaan berupa tiga musibah : Pertama. Allah akan mencabut keberkahan rezeki mereka. Kedua. Allah akan angkat penguasa zalim untuk mereka. Ketiga, mereka akan keluar dari kehidupan dunia (meninggal) tanpa membawa iman.”
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur