Tinta Media - Sejak tahun 1928 Setiap tahunnya pada tanggal 22 Desember Indonesia memperingati Hari Ibu Nasional dengan mengusung tema yang berbeda-beda.
Untuk tahun 2023 ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) telah merilis tema utama Peringatan Hari Ibu ke-94 tahun ini adalah “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. Dengan beberapa sub tema lainnya yaitu: Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan, Perempuan dan Digital Ekonomi, “Perempuan dan Kepemimpinan, dan sub-tema yang terakhir adalah Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya.
Dari 4 sub-tema yang dipaparkan tersebut, seolah mendefinisikan dari tema utamanya. Bahwa yang dimaksud Perempuan berdaya adalah perempuan yang berwirausaha dan menjunjung kesetaraan dengan kaum lelaki. Perempuan berdaya ialah perempuan yang berperan serta dan mengikuti arus digitalisasi ekonomi baik dalam skala rumahan ataupun industri. Perempuan berdaya ialah perempuan yang bukan hanya mengikuti arus tapi juga berperan penting dalam politik praktis sebagai pemimpin dalam komunitasnya dan mengedepankan kesetaraan gender.
Dari sini terlihat jelas bahwa negara melalui KemenPPPA melihat perempuan hanya sebatas aset ekonomi negara. Apalagi kondisi penduduk Indonesia yang hampir setengahnya adalah perempuan, sehingga posisi perempuan yang dianggap menguntungkan negara dan bernilai ekonomi jika dijadikan sebagai faktor produksi . Sebaliknya, bagi perempuan yang tidak bekerja, tidak menghasilkan pendapatan dianggap sebagai perempuan tidak produktif dan cenderung dianggap beban ekonomi negara.
Negara melihat fungsi domestik perempuan di dalam rumah bukanlah sesuatu yang penting. Seperti contohnya fungsi perempuan sebagai istri yang melayani suami di rumah, atau seorang ibu rumah tangga yang fokus di rumah untuk merawat anak-anaknya dan mengurusi serta memenuhi segala kebutuhan di rumah tanpa melakukan aktivitas ekonomi dianggap sebagai kegiatan yang membuang-buang waktu karena tidak menghasilkan uang.
Inilah contoh jelas cara pandang negara kapitalis.
Padahal sejatinya ketika seorang perempuan dijauhkan dari rumahnya mengakibatkan banyak masalah terjadi , renggangnya hubungan suami-istri, masalah hubungan anak dan orang tua. Banyak sekali kenakalan anak remaja dan tindak kriminalitas yang disebabkan rapuhnya pertahanan keluarga. Ibu dan bapak sama-sama bekerja mengakibatkan anak tidak punya figur pendidikan dan keteladanan dari rumah dan hanya mencontoh dari tontonan media yang tidak mendidik.
Hal tersebut sungguh sangat berbeda jika menggunakan kacamata pandang Islam. Sebagai agama yang sempurna dan menjadi petunjuk hidup bagi siapa saja kaum yang meyakini dan mengambilnya. Islam memandang fungsi utama perempuan adalah sebagai ummu warobbatul bait yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ini adalah tugas yang mulia dan akan mencetak generasi yang melanjutkan perjuangan dan meninggikan kalimat Allah.
Begitu mulianya peran sebagai ibu bahkan Rasulullah bersabda: Surga berada di bawah telapak kaki ibu. Maka menjadi seorang ibu rumah tangga yang fokus di rumah merawat dan memenuhi kebutuhan keluarga bukanlah kegiatan yang sia-sia, justru itu adalah perbuatan yang sangat mulia.
Hanya saja, fungsi domestik perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga ini bukan berati Islam melarang melakukan aktivitas lainnya. Perempuan juga diperbolehkan melakukan kehidupan umum di ruang publik.
Bahkan Allah SWT mewajibkan perempuan untuk mengemban dakwah dan menuntut ilmu. Juga membolehkan perempuan bekerja membantu suami selama aktivitas tersebut tidak melanggar hukum syara.
Kemuliaan ini hanya akan sempurna ketika Islam diterapkan secara kaffah. Karena Islam yang diterapkan secara parsial hanya akan mengantarkan umat muslim ke dalam keterpurukan di dunia maupun di akhirat. Wallaahua'lam.
Oleh: Citra Dewi Astuti
(Ibu dan Aktivis Muslimah)