Tinta Media - Infrastruktur merupakan kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk menunjang seluruh aktivitas manusia, misalnya jalan, kereta api, waduk, rumah sakit, listrik dan lain-lain. Pembangunan ini bertujuan untuk kemaslahatan bersama, baik dalam aspek ekonomi, sosial, ataupun lingkungan.
Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Bandung terus mendorong pembangunan infrastruktur jalan di daerah agar semua jalan berstatus jalan mantap. Bupati Bandung mengatakan bahwa untuk biaya pembangunan infrastruktur jalan sudah disiapkan dana sebesar Rp500 miliar setiap tahun dari APBD 2024. Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk terus meningkatkan fasilitas lainnya, seperti sistem penyediaan air minum (SPAM) dan juga anggaran pekerjaan mendesak untuk perbaikan jalan pasca bencana.
Pembangunan infrastruktur jalan di daerah tentunya mempunyai peranan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena daerah dengan kecukupan Infrastruktur, dalam arti mempunyai aksesibilitas yang tinggi, akan mempunyai produktivitas yang tinggi pula. Maka dari itu, untuk mewujudkan infrastruktur dibutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
Pemerintah pusat pun telah menganggarkan Rp32,7 triliun untuk perbaikan jalan rusak di seluruh daerah selama tahun 2023-2024. Namun, yang akan dilaksanakan tahun ini sebesar Rp14,9 triliun, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah.
Penambahan anggaran ini tentu saja akan menambah jumlah pembangunan infrastruktur di daerah. Dengan adanya proyek pembangunan jalan ini, diharapkan semua berjalan sesuai rencana dan target pemerintah.
Pengawasan yang lebih ketat wajib dilakukan oleh pemerintah dan pihak yang berwenang untuk mencegah adanya kebocoran dana yang sering terjadi pada proyek pembangunan. Jangan sampai anggaran yang sangat besar ini malah masuk ke kantong-kantong tikus berdasi.
Selain itu, harus pemerintah ketahui bahwa selain dampak positif, ada juga dampak negatif dari pembangunan jalan yang terus dilakukan ini. Dampak negatifnya adalah berkurangnya lahan produktif pertanian, berkurangnya lahan terbuka hijau, rusaknya lingkungan hidup di sekitar pembangunan jalan, dan meningkatnya polusi udara.
Pertanyaannya adalah apakah pemerintah memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan oleh pembangunan jalan yang jor-joran? Apakah penambahan anggaran pembangunan jalan tersebut murni untuk mempercepat pemerataan pembangunan di daerah?
Kemungkinan besar, di sistem demokrasi kapitalisme ini pembangunan jalan dibuat atas asas manfaat sehingga pemerintah membangun akses jalan untuk menggelar karpet merah kepada para pelaku usaha bermodal besar atau kapitalis untuk mengguritakan usahanya ke daerah-daerah.
Dalam sistem ini, penguasa menyerahkan kedaulatan di tangan pemilik modal. Alhasil, terwujudlah politik oligarki yang menyatukan kekuasaan yang korup dengan keserakahan pemilik modal. Akhirnya, rakyat yang selalu jadi korban.
Negara dengan sistem ekonomi kapitalisnya, dengan tangan terbuka mempersilahkan pihak asing untuk berinvestasi dan mengelola SDA negeri ini. Selama kerja sama tersebut menghasilkan keuntungan bagi oligarki, pembangunan pun akan terus dilakukan, tidak peduli pada kondisi lingkungan yang rusak akibat alih fungsi lahan yang serampangan.
Lebih dari itu, seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa penambahan anggaran pembangunan jalan ini dilakukan demi mengejar ketertinggalan infrastruktur dari negara-negara berkembang lainnya.
Inilah kenyataan yang terjadi di sistem demokrasi kapitalisme ini. Pembangunan dilakukan hanya sebatas pencapaian di dunia dan pengakuan dari manusia saja, bukan atas dasar tanggung jawab penguasa kepada rakyat, terutama sebagai bentuk ketakwaan kepada Sang Pencipta.
Atas dasar itulah, bisa kita simpulkan bahwa negara telah gagal meriayah rakyat dengan mengesampingkan dampak kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang jor-joran yang bisa menyebabkan terjadinya bencana. Lagi dan lagi, rakyat yang selalu menjadi korban kerakusan para penguasa.
Pemerintah harus belajar dari sistem Islam, bahwasanya infrastruktur dibangun dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap Sang Pencipta. Jangan sampai ada yang dirugikan, baik alam ataupun manusia.
Oleh sebab itu, sebelum pembangunan dilaksanakan, Khalifah sebagai pemimpin melalui aparaturnya terlebih dahulu melakukan survei atau penelitian ke daerah-daerah yang betul-betul masih kekurangan infrastruktur. Tentunya dengan mempertimbangkan dampak baik dan buruk bagi lingkungan dan juga terkait kepemilikan lahan. Semua dilakukan agar pembangunan ini tidak menimbulkan masalah ke depannya.
Khalifah akan berdialog dengan rakyat, mencari solusi jika ada lahan atau tanah rakyat yang termasuk ke dalam proyek pembangunan. Jika tidak ada kesepakatan, Khalifah tidak akan memaksa, tetapi akan terus bernegosiasi sampai rakyat setuju dan mendapat kompensasi yang layak sebagai ganti rugi lahan yang terpakai.
Karena itu, dalam sistem Islam, tidak akan ada pembangunan yang merugikan rakyat. Ini berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme yang sering kali memanfaatkan kekuasaan untuk bertindak semena-mena terhadap lahan milik rakyat, bahkan dengan memberikan kompensasi yang tak sepadan.
Sistem Islam menyandarkan seluruh kebijakan dalam pembangunan infrastruktur bagi rakyat hanya pada Al-Qu'ran dan Sunnah. Maka, bisa dipastikan bahwa penambahan anggaran pembangunan pun tidak akan asal-asalan. Semua itu dilakukan semata-mata karena ikrarnya seorang pemimpin kepada Sang Khalik untuk meriayah umatnya lahir dan batin.
Inilah kenapa negara dengan sistem Islam mampu meriayah umat hampir 14 abad lamanya, baik muslim ataupun kafir. Selama mau hidup dalam aturan Islam, maka akan terjamin kesejahteraannya. Maka dari itu, hanya khilafah yang mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki, termasuk masalah penambahan anggaran pembangunan.
Khalifah menjamin bahwa anggaran itu akan digunakan dengan amanah. Haram hukumnya jika memakan hak milik rakyat. Selama demokrasi kapitalis masih hidup di negeri ini, petaka terus silih berganti. Saatnya kita ganti dengan sistem Islam sebagai solusi hakiki.
Wallahu'alam.
Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta media