Anakku Sayang, Anakku Malang - Tinta Media

Jumat, 08 Desember 2023

Anakku Sayang, Anakku Malang




Tinta Media - Rentang kurun 2023 terjadi 20 kasus bunuh diri anak-anak. Dilansir dari www.rri.co.id,  Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak, Nahar menyatakan bahwa setidaknya ada dua puluh kasus bunuh diri anak sejak Januari 2023. 

Contoh kasus secara spesifik yaitu kasus SR, gadis periang yang akhirnya kehilangan nyawa karena menjatuhkan dirinya dari lantai empat di SDN 6 Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Menurut Diyah Puspitarini, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 60 % kasus bunuh diri anak terjadi karena perundungan, sisanya karena faktor ekonomi keluarga dan asmara remaja. (www.kompas.id)

Tren bunuh diri anak ini disebabkan oleh kurang baiknya mental anak, kurangnya perhatian dari orang terdekat, terutama orang tua, pengaruh media sosial, dan kegagalan sistem kemasyarakatan dalam memberikan rasa aman dan nyaman bagi anggota masyarakat, terutama  anak-anak. 

Anak sebagai aset paling berharga dunia akhirat. Anak-anak sekarang adalah calon pemimpin masa depan bangsa dan peradaban manusia ke depannya. Apa yang akan terjadi di masa yang akan datang jika anak-anak merasa tidak aman, mengalami keterpurukan mental, dan hidup di lingkungan yang tidak kondusif untuk tumbuh kembangnya? Agar tren negatif ini menurun maka diperlukan perhatian dari banyak pihak, tak hanya dari orang terdekat anak, tapi juga masyarakat sekitar, serta peran negara dalam melindungi anak-anak.

Islam memandang anak yang sholih, bermental kuat, meletakkan cintanya untuk taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang tua, serta menjadi pemimpin masa depan umat sebagai standar sempurna sosok anak. Namun, pada faktanya saat ini, sosok-sosok anak yang demikian sulit untuk diwujudkan, tanpa sinergitas yang sempurna dari banyak pihak. 

Nilai pandang masyarakat yang materialisme, jasadiyah belaka, menjadikan standar pemikiran masyarakat hanya melihat pada hal-hal fisik, dan kekayaan. Jika dikaji secara mendalam kasus SR yang bunuh diri karena kasus perundungan disebabkan pola pikir memandang rendah orang lain yang berbeda dengan arus komunitas di sekelilingnya. Sudut pandang merendahkan orang lain muncul dari kesombongan diri pelaku terhadap korban, karena bisa jadi penampilan fisik yang dianggap tidak sesuai, tidak kaya, atau kognitif yang di bawah standar.  Perundungan ini akan memicu memburuknya kondisi psikis korban, merasa diri sangat buruk, depresi, menjauh dari teman, bahkan memicu bunuh diri.

Kesalahan pola pikir individu dalam memandang makna kebahagiaan, baik, buruk, terpuji dan tercela disebabkan karena kesalahan sudut pandang sistemik yang mengatur masyarakat saat ini. Sistem kapitalisme yang melahirkan sudut pandang materialisme menyebabkan yang seharusnya tidak terjadi menjadi lebih buruk lagi. 

Peran orang tua yang menganggap hanya sebagai pemberi nafkah, uang, tanpa memperhatikan kesehatan mental anak juga mendukung kondisi anak-anak Indonesia menjadi rentan. Bahkan Indonesia mendapat predikat Fatherless ke-tiga di dunia. Orang tua yang seharusnya membimbing, mendidik, dan mengantar anak-anak menjadi anak-anak yang berkepribadian Islam yang kuat, saat ini cenderung mengikut arus materialisme, mencukupkan diri sebagai pemberi nafkah, tanpa terlibat dalam pembentukan karakter anak. Padahal, kebanyakan anak-anak di sekolah mengalami masalah, bersumber dari rumah yang sejak awal sudah bermasalah. Kasus-kasus di atas seharusnya menjadi pelajaran bagi orang tua dalam mendidik, memperhatikan, kebutuhan anak, tidak hanya sekedar fisik tapi juga jiwa, hati, mental, dan memasang pondasi yang benar dalam keimanan, serta sudut pandang memandang dunia. 

Pengaruh media sosial memberikan  pengaruh signifikan dalam pembentukan pola pikir anak, begitu juga sistem informasi untuk masyarakat. Anak-anak dengan gadget di tangan, bisa mengakses segala macam informasi. Bahkan informasi tata cara bunuh diri pun bisa diakses dengan mudah. Melalui gadget anak-anak rentan menjadi korban scamming, bulliying di media sosial, pornografi dan pornoaksi. Gadget dan internet bak pisau bermata dua, seharusnya ada pengawasan, dan pembatasan penggunaan gawai untuk anak-anak.  Serta keamanan konten yang menjadi tanggung jawab negara dalam menyensornya. 

Sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan saat ini sudah gagal. Apakah kita akan tetap mempertahankan siatem sekularisme dan kapitalisme? Sistem yang tidak sesuai fitrah manusia, hanya akan membuat anak-anak kita memiliki mental yang rusak, hilang fitrahnya, dan menjadi generasi yang lemah.

Sistem Islam sebagai solusi satu-satunya untuk memberikan rasa aman, dan membentuk anak-anak yang berkepribadian mumpuni, seperti saat Rasululllah shalallahu’alaihiwassalam mendidik dan menata sistem masyarakatnya sesuai Islam. Dari rahim peradaban Islam lahir sosok-sosok yang memiliki mental yang kuat, akidah yang kokoh, dan tidak cinta dunia. Ketaatan dan cinta-Nya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya, karena sudut pandangnya terhadap dunia bukan pandangan materialisme seperti yang saat ini terjadi.

Oleh : Hayyin
Sahabat Tinta Media 
 


 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :