Rakyat Kekeringan, Penguasa Kebanjiran Cuan - Tinta Media

Rabu, 22 November 2023

Rakyat Kekeringan, Penguasa Kebanjiran Cuan

Tinta Media - Beberapa pekan lalu, masyarakat dibuat heran dengan adanya aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan masyarakat untuk meminta izin khusus kepada pemerintah jika ingin menggunakan air tanah. 

Surat Keputusan Menteri ESDM  Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah telah resmi ditandatangani pada tanggal 14 September lalu. Hal ini mendapat sorotan dari Pengamat Planologi dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga. Dia mempertanyakan, bagaimana cara Kementrian ESDM melakukan pengawasan penggunaan air tanah tersebut. Lebih lanjut lagi, Nirwono juga mempertanyakan tentang solusi yang ditawarkan pemerintah, yaitu agar masyarakat beralih dari air tanah ke PAM. Apakah pemerintah bisa menjamin kualitas, kuantitas, serta kontinuitas air PAM itu sendiri? (BBC News Indonesia, 31/10/2123)

Akibat disahkannya aturan tersebut, kelangsungan pemenuhan hajat hidup masyarakat secara luas menjadi terhambat. Pasalnya, setiap individu, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum, atau lembaga sosial yang menggunakan air tanah dan sungai paling sedikit 100.000 liter per bulan diwajibkan untuk meminta izin kepada pemerintah.

Lebih rinci lagi, aturan ini berlaku saat air tanah dipergunakan untuk kebutuhan pokok sehari-hari, seperti pengairan untuk lahan pertanian, penelitian, kesehatan, pendidikan, rumah ibadah, taman kota, fasilitas umum, dan pemerintahan.
 
Kebijakan ini muncul didasari oleh kekhawatiran akan terjadinya penurunan kualitas air tanah. Menurut Plt Kepala Badan Geologi ESDM Muhammad Wafid, kebijakan ini dibuat bukan untuk membatasi pemanfaatan air tanah untuk masyarakat. Akan tetapi, pemerintah berupaya  mengelola cekungan air tanah ini, khususnya akuifer dengan sebaik-baiknya supaya semua masyarakat bisa memakai, agar semuanya bisa terlayani dengan baik.

Nirwono Joga juga memiliki catatan penting yang perlu diperhatikan dari Keputusan Menteri ESDM ini. Salah satunya adalah tentang pengawasan penggunaan air tanah. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut perlu didetailkan lagi, terkait teknis pelaksanaan di lapangan berkenaan dengan pengawasan penggunaan air tanah menggunakan pompa secara berlebihan di setiap rumah tangga, rumah kos, sekolah, hotel, pasar, mall, rumah sakit, apartemen, gedung perkantoran atau pemerintahan.

Ia juga menambahkan, pemerintah harus berani memberikan jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air PAM jika ingin masyarakat berhenti menggunakan pompa air tanah di masa yang akan datang. 

Berdasarkan segala informasi di atas, dapat kita tarik benang merah bahwa ada yang salah dalam tata kelola terkait persoalan ini. Air merupakan salah satu hajat hidup masyarakat yang paling mendasar. Tanpanya, akan ada kebutuhan primer yang terhambat. Oleh karena itu, seharusnya ketersediaan air di tengah-tengah masyarakat wajib diatur dan dijamin oleh pemerintah. Seharusnya, negara menyediakan secara gratis, serta mengusahakan dengan berbagai cara agar kebutuhan pokok ini terpenuhi. 

Namun, fakta saat ini justru bertolak belakang. Pemerintah mengambil kesempatan dalam kesempitan. Saat masyarakat tengah kesulitan mendapatkan air bersih, negara dengan mudah memberi izin pengelolaan air pada perusahaan swasta atau yang memiliki modal besar dan alat yang lengkap untuk menyuplai air bersih tanpa batas, seperti pada pelaku industri, hotel, dan apartemen. Negara mencukupkan diri sebagai regulator dan negosiator  untuk menetapkan kebijakan dengan perhitungan untung rugi yang sangat kentara dan secara  gamblang melakukan kapitalisasi atas sumber daya air.

Di sisi lain, pemerintah tampak tidak memiliki wibawa dan kuasa di hadapan para pemilik modal. Mereka seakan lari dari tanggung jawab atas dampak yang dihasilkan dari kebijakan yang dibuat sendiri. Hal ini merupakan efek dari penerapan sistem kapitalisme. Di sini, pemerintah dengan mudah melimpahkan segala urusan kepada swasta maupun pemilik modal. Lebih bahayanya lagi, pemerintah telah meniscayakan pengambilan keuntungan pada pemilik modal tanpa memikirkan rakyat kecil yang selalu jadi korban.

Sungguh sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, pemerintah atau negara bertanggung jawab penuh terhadap segala kebutuhan pokok masyarakat, baik berupa sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan juga keamanan. 

Sama halnya dengan sumber air bersih ini, rakyat bisa mendapatkan air bersih dengan mudah dan gratis. Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengadakan dan mendistribusikan air bersih tersebut langsung kepada masyarakat tidak lewat perantara ataupun menyerahkan kuasa sepenuhnya kepada swasta untuk memperjualbelikan kebutuhan pokok tersebut.

Pemilik modal atau  swasta sebenarnya boleh saja ikut andil dalam proses penyediaan air bersih, tetapi posisinya sebagai pekerja, bukan pemilik usaha, apalagi pengambil alih kekuasaan. Agar penyediaan dan  pendistribusian air bersih tetap terkontrol dalam pengawasan pemerintah, maka pihak pemerintah juga memiliki hak untuk menghentikan kontrak kerja sesuai dengan akad ijarah yang telah disepakati bersama di awal.

Itulah seperangkat aturan Islam. Ketika diterapkan dalam kehidupan bernegara, tidak akan pernah terjadi ketimpangan dalam pemberian bahan pokok untuk masyarakat. Kesejahteraan rakyat pun menjadi prioritas dalam. Semoga Islam segera bangkit kembali, membawa perubahan menyeluruh untuk seluruh dunia. Aamiin. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Husnul
Pemerhati Masyarakat

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :