Perundungan Terus Terjadi, Buah Sistem Kapitalisme - Tinta Media

Minggu, 05 November 2023

Perundungan Terus Terjadi, Buah Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Pasangan pasutri di daerah Baleendah, Kabupaten Bandung menjadi korban penusukan seorang santri yang berusia 16 tahun. Keduanya merupakan pemilik warung di kawasan tersebut. Namun, salah satu dari korban bernama Abdul Kopdar meninggal dunia dikarenakan sejumlah luka tusukan senjata tajam. Sedangkan istrinya yang tengah hamil 4 bulan pun tak luput dari serangan tersebut. Ia mengalami luka tusukan di punggung, meskipun selamat.

Motif pelaku melakukan hal tersebut dikarenakan pelaku merasa tersinggung karena ditatap sinis oleh pemilik warung tersebut hingga kemudian melakukan penusukan. 

Usut punya usut, ternyata pelaku merupakan korban perundungan di salah satu pondok pesantren di daerah tersebut. Saat itu, pelaku hendak melarikan diri dari pondok karena mengalami perundungan dari teman-temannya. Ketika pelaku lewat di depan warung korban, ia tersinggung lantaran merasa ditatap sinis sehingga peristiwa penusukan tersebut pun terjadi.

Miris memang, korban perundungan menjadi pelaku  pembunuhan. Dalam kasus ini, pelaku mengalami gangguan emosional akibat kesal karena mendapatkan perundungan dari teman-temannya, sehingga melampiaskan kekesalan tersebut kepada orang lain sampai menghilangkan nyawa orang lain.

Acap kali, kasus perundungan ini terjadi di lingkungan pendidikan. Sekolah yang seharusnya mampu mendidik akhlak serta adab para muridnya, malah menjadi tempat yang berpotensi menimbulkan kasus perundungan.

Ini tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, korban bisa mengalami gangguan emosional dan mental, seperti kecemasan, depresi, stress, krisis kepercayaan diri, hingga kehilangan nyawa. Seperti yang terjadi di Tasikmalaya, Juli 2022 lalu. Korban perundungan yang masih duduk di bangku sekolah dasar mengalami depresi karena mengalami perundungan dari teman-temannya hingga mengalami depresi dan akhirnya meninggal dunia. (Republika Online)

Beberapa faktor penyebab terjadinya perundungan di antaranya adalah pengaruh dari tontonan, game online, circle pertamanan, pola asuh dalam keluarga, adanya persaingan atau kompetisi, dll. 

Sistem pendidikan yang berbasis sekuler menjadi penyebab kasus perundungan kian marak terjadi. Dalam sistem pendidikan sekuler, sekolah hanya sebagai alat untuk mencetak generasi yang siap berdaya saing, tetapi minim adab dan pengetahuan agama.

Bahkan, sekolah yang berbasis pendidikan agama seperti madrasah atau pesantren pun kini dituntut untuk mencetak generasi yang siap bertarung dalam dunia kerja. Belajar agama pun tidak dituntut untuk difahami serta diamalkan, tetapi hanya sebatas transfer ilmu saja. Kurikulum yang terus berganti juga tidak mampu membuat generasi memiliki akhlak yang baik. Malah sebaliknya, membuat mereka semakin rapuh.

Media sosial dan game online turut andil dalam meningkatnya kasus perundungan. Keduanya menampilkan berbagai tontonan serta game yang sarat kekerasan akan memberikan contoh kepada generasi untuk melakukan kekerasan fisik kepada teman-temannya. 

Pola asuh keluarga yang salah juga menjadi salah satu penyebab. Ini dikarenakan orang tua yang sibuk dengan pekerjaan sehingga mereka acuh terhadap hal-hal yang dilakukan anak-anak. 

Kejadian perundungan di sekolah juga kerap diabaikan oleh pihak guru maupun orang tua. Guru yang seharusnya dapat menjaga kesehatan mental peserta didik, malah terkesan tidak peduli dengan perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah. Mereka menganggap bahwa hal seperti itu sudah biasa. Terkadang orang tua pelaku perundungan tidak mengetahui, bahkan mengelak bahwa anaknya sebagai pelaku perundungan. 

Tak jarang pula orang tua yang melaporkan anaknya menjadi korban perundungan malah dianggap berlebihan atau lebay. Korban malah disudutkan oleh pihak sekolah dan orang tua pelaku karena dianggap berlebihan atau lebay, tanpa mengetahui beban mental yang tengah korban alami. Akibatnya, dengan berbagai tekanan yang dirasa semakin berat, korban bisa saja meluapkan atau melampiaskannya dengan melakukan tindakan di luar dugaan seperti pembalasan terhadap pelaku atau dengan sasaran orang lain, atau bahkan melakukan bunuh diri karena tidak tahan lagi dengan perundungan yang ia alami. 

Melihat kejadian tersebut, akhirnya mereka pun justru hanya menyalahkan dan memandang korban sebagai pelaku kejahatan saja. Sementara, pelaku perundungan justru merasa aman dan bebas melakukan kembali perundungan kepada teman-temannya yang lain.

Kasus perundungan sejatinya akan terus berulang apabila akar permasalahannya tidak terselesaikan dengan baik. Untuk itu, negara wajib mengganti sistem pendidikan yang berbasis sekuler menjadi sistem pendidikan Islam yang mampu membentuk karakter anak yang beriman dan bertakwa dengan menanamkan akidah Islam yang kuat, serta mengamalkan syariat Islam di dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, anak tidak akan mudah terpengaruh oleh arus moderenisasi budaya serta pemikiran asing yang sangat bertentangan dengan syariat Islam.

Negara juga harus menyaring berbagai tontonan dari media, serta game online yang terindikasi menampilkan kekerasan dan pornografi. Media hanya akan digunakan untuk sarana informasi, belajar, serta syiar Islam saja.

Lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat harus mendukung tumbuh kembang karakter generasi dengan melakukan pengawasan dan pengontrolan agar tidak mudah terpengaruh hal-hal buruk.

Dengan demikian, kasus perundungan dapat tertuntaskan dan akan tercipta lingkungan yang aman bagi generasi dalam menempuh pendidikan. Budaya liberal ala Barat dan pemikirannya hanya dapat menimbulkan berbagai macam kerusakan yang tak berujung. Umat Islam wajib menerapkan syariat Islam secara menyeluruh agar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun negara. Wallahu alam bi shawab.

Oleh: Dini A. Supriyatin
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :