Tinta Media - Kasus perundungan atau bullying ahir-ahir ini kembali merebak. Kekerasan di dunia pendidikan semakin mengkhawatirkan.Tindakannya makin berani, brutal, dan sadis. Mereka bukan sekadar melakukan kekerasan, tetapi juga sampai pada hilangnya nyawa. Yang lebih miris lagi, tindakan ini dilakukan pada teman seusianya.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat bahwa kasus bullying di institusi pendidikan sekitar Jauari-September 2023 sudah berada pada 23 kasus. Dua di ataranya sampai melayang nyawanya, yaitu siswa SDN di Sukabumi yang mendapat kekerasan fisik dari teman seusianya dan yg lainnya siswi MTS di Blitar. (kompas, 04/10/2023.
Sungguh miris dan sangat mengkhawatirkan. Sudah sepatutnya semua pihak mencari solusi untuk masalah tersebut.
Ketua komisi DPRD Kabupaten Bandung dari praksi PKS Maulana Fahmi mempunyai keinginan untuk melakukan mitigasi perihal banyaknya anak yang saling membully. Kang Fahmi mengaku pernah memberikan sebuah terobosan mengenai sebuah sistem tentang apa yang harus dilakukan anak dan guru. Beliau mengutarakan, harus ada persamaan pandangan antara guru dan orang tua siswa bahwa anak itu dididik, bukan sekadar dititipkan di sekolah tanpa ada ikatan emosional.
Deputi Bidang Khusus Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar menyampaikan bahwa pola pengasuhan yang positif dan komunikasi yang terbuka dengan anak menjadi kunci dalam mencegah anak terpapar perilaku negatif. Beliau pun menegaskan agar orang tua selalu memperhatikan perilaku anak, serta lingkungan tempatnya bergaul, sehingga kejanggalan yang terjadi pada anak mudah diketahui.
Kemendikbudristek pun sudah menetapkan 3 program untuk memperkecil kasus kekerasan di lembaga pendidikan, di antaranya,
Pertama, memperkuat pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TTPK) di lembaga pendidikan. Adanya TTPK ini diharapkan menjadi solusi terbaik, karena pengurusnya melibatkan guru ataupun orang tua.
Kedua, melakukan intervensi melalaui kampanye publik terkait kekerasan.
Ketiga, menggagas program root anti-perundungan.
Ketiga program tersebut sebenarnya telah dijalankan sejak 2021. Namun, masalah yang ada belum tertuntaskan. Sudah hampir 3 tahun, tetapi hasilnya belum terlihat juga.
Seperti halnya keluarga, lingkungan masyarakat pun sangat berpengaruh atas maraknya kasus perundungan yang dilakukan anak, misalnya orang tua yang sibuk bekerja dan tidak mampu menjalankan fungsi seperti yang seharusnya. Mudahnya anak mengakses informasi lewat internet juga menjadi salah satu penyebab atas maraknya kasus bulying tersebut.
Namun, semua ini hanyalah akibat. Sejatinya, sekularismelah biang keroknya. Masuknya sekularisme pada sistem pendidikan telah melahirkan kurikulum yang jauh dari agama. Hasilnya, anak didik tidak paham dengan ajaran agamanya. Mereka cenderung memenuhi keinginannya dengan menghalalkan segala cara, walaupun dengan kekerasan.
Prinsip seperti inilah yang melahirkan ide kebebasan, terutama kebebasan berakidah yang membuat mereka bebas untuk beribadah atau tidak. Selain itu, kebebasan bertingkah laku telah mencetak generasi yang semaunya sendiri di lingkungan ataupun masyarakat.
Di sinilah pentingnya agama bagi kehidupan. Agama mampu menyelesaikan dan mengatasi semua problematika kehidupan.
Semua kerusakan ini diakibatkan oleh penerapan sistem sekularisme. Maka, cara mengatasinya adalah dengan mengganti sistem pendidikan sekuler menjadi pendidikan Islam, yaitu menjadikan Islam sebagai landasan membuat peraturan.
Dari landasan tersebut akan lahir kurikulum Islam yang bertujuan untuk membentuk anak didik yang berkepribadian Islam, menanamkan akidah Islam pada pendidikan dasar. Dengan begitu, anak-anak akan memahami mana yang benar dan mana yang salah.
Islam juga mampu menjaga keimanan mereka. Apabila imannya kuat, maka standar dalam perbuatannya adalah meraih rida Allah ta'ala.
Lain halnya dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam atau Khilafah mampu menjadikan akidah Islam sebagai asas yang memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna. Terlindunginya anak dari segala bentuk kajahatan ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, lingkungan masyarakat dan juga negara yang memiliki andil dan peran besar dalam mewujudkan anak-anak sehat, cerdas, dan berkepribadian Islam yang senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.
Tuntasnya, kasus perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar sebagai berikut:
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Inilah yang akan mendorong setiap individu untuk senantiasa taat pada aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya, yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya
Kedua, kontrol masyarakat. Hal inilah yang bisa menguatkan apa yang dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat penting untuk mencegah merebaknya berbagai tindakan brutal dan jahat yang dilakukan anak-anak.
Budaya beramar ma'ruf nahi mungkar di tengah masyarakat serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi semua bentuk kemungkaran akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat, sehingga semua tindakan kriminalitas dapat diminimalkan.
Ketiga peran negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyat dari berbagai peluang untuk berbuat dosa, termasuk perundungan. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang handal sehingga terhindar dari berbagai tindakan yang tidak seharusnya. Negara pun harus menjamin terpenuhinya pendidikan yang berkualitas dan cuma-cuma untuk semua rakyat.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan mampu mengatasi persoalan perundungan dengan sempurna, Ini semua hanya akan terlaksana jika aturan Islam diterapkan secara totalitas dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiyah, walahualam bishawab.
Oleh: Imas Cucun
Sahabat Tinta Media