Tinta Media - Dalam situasi yang kini sedang genting antara dua negara yang berkonflik, serta semakin dekatnya pesta rakyat menjelang pemilu, nyanyian "terorisme" kembali dibunyikan, seakan permasalahan utama dalam negeri ini hanya radikalisme.
Dilansir dari Sindonews.com (03/11/2023), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa perang Yahudi-Palestina bisa membangkitkan sel teroris di Indonesia. Karena itu, Kapolri telah meminta anggotanya siaga dan menindak tegas semua hal yang mengganggu keamanan, termasuk ancaman terhadap Pemilu 2024.
Hal tersebut didukung oleh Pimpinan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, KH. Ibnoe Athaillah Yusuf. Menurutnya, tindakan Kapolri terkait konflik Yahudi-Palestina adalah hal wajar demi menjaga keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), apalagi hal ini mencakup keamanan dunia Internasional.
Adanya konflik antara Yahudi-Palestina, dengan potensi konten media sosial mampu menghidangkan fakta yang ada tentang permasalahan yang terjadi. Hal ini menyadarkan umat, khususnya umat Islam di seluruh dunia bahwa konflik yang menelan banyak korban jiwa di Palestina akibat dari serangan Zionis Yahudi ini bukan hanya sekadar persoalan kemanusiaan, tetapi lebih kepada persoalan agama. Tidak sedikit dari umat Islam yang pro-penjajah Yahudi karena terbawa arus opini menyimpang dan sesat yang diembuskan Barat yang licik dalam memutarbalikkan fakta.
Namun, kesadaran yang jernih tentunya mampu membangkitkan umat untuk merespon dan menentukan di posisi mana ia akan berdiri, yang tentunya semata hanya mencari rida Allah Swt. Kebangkitan ini mampu menggerakkan pemikiran, perasaan, serta sampai pada tindakan untuk membantu saudara-saudara di Palestina. Namun, kesadaran ini sepertinya menjadi hal yang diwaspadai di negeri ini. Mengapa?
Belum lagi di sepanjang bulan Oktober 2023, Densus 88 antiteror Polri telah menangkap sebanyak 18 tersangka pelaku tindak terorisme di sejumlah daerah di Indonesia. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah aksi teror, khususnya menjelang pelaksanaan pemilu 2024.
Hal ini seolah menjadi rutinitas negeri dengan alasan tindakan preventif pengamanan Pemilu. Meski begitu, kadang penangkapan terjadi di lapangan pada seseorang yang masih berstatus terduga teroris. Fakta ini mengindikasikan kuatnya program deradikalisasi dan moderasi beragama.
Terlebih, pasca diasahkan PP No.58 Tahun 2023 mengenai penguatan moderasi beragama. Di sini, umat harus sadar bahwa program deradikalisasi dan moderasi beragama ini sejatinya adalah program yang disetting secara global dan dibidani oleh Amerika.
Amerika sebagai negara pengemban ideologi kapitalisme memahami betul akan potensi kekuatan kaum muslimin dan berusaha menghilangkan kekuatan tersebut bagi mereka. Sangat berbahaya jika kaum muslimin menyadari pentingnya persatuan umat di bawah kepemimpinan Islam.
Karena itu, kaum muslimin harus menyadari betapa mulianya aktivitas dakwah dan jihad. Jika kesadaran itu terwujud, maka sekelompok negara kapitalisme akan hilang. Karenanya, sebuah lembaga 'think tank' milik Amerika, seperti Rand Corporation membuat rencana besar untuk menancapkan moderasi Islam, atau Islam sesuai Barat.
Semua kebijakan Barat ditujukan untuk menjauhkan umat Islam dari pemahamannya. Untuk itu, Amerika mengajak sekutunya mengadopsi kebijakan ini. Beberapa istilah ajaran Islam yang dianggap Barat berbahaya akan dikaburkan maknanya, seperti jihad, khilafah, dan lainnya. Bahkan, istilah-istilah itu busa diganti sesuai tujuan mereka.
Kaum muslimin yang mengkaji Islam secara mendalam akan mendapat cap dan narasi-narasi, seperti teroris, radikalis, dan lainnya. Allah Ta'ala menurunkan syariat jihad sebagai salah satu ajaran yang mulia, bukan ajaran terorisme, sebagaimana narasi Barat saat ini.
Seiring narasi yang bergulir, patut juga diduga bahwasanya kewaspadaan itu ditujukan pada konten-konten dakwah kaffah yang mereka sebut “radikal atau fundamental”. Padahal, masih banyak konten yang lebih berbahaya, yakni konten liberalisme, sekularisme, hedonisme, pornografi, dan lainnya yang jelas lebih merusak dan menghancurkan bagi generasi negeri. Mengapa hal ini tidak disebut sebagai ancaman berbahaya bagi NKRI?
Penguasa negeri ini juga terkesan lebih rela generasi negeri ini berkepribadian sekuler, berpikir liberal, dan bergaya hidup hedonistik ketimbang berkepribadian Islam yang taat pada syariat Islam. Faktanya, definisi terorisme atau radikalisme sendiri sampai saat ini tidak jelas dan samar, bisa ditarik sesuai tujuan dan kepentingan. Buktinya, narasi ini selalu digunakan untuk menstigma Islam dan kaum muslimin.
Di sisi lain, jihad didegradasikan maknanya oleh Barat dengan makna bahasa, yaitu bersungguh-sungguh, apa pun aktivitasnya. Padahal, menurut makna syara', jihad merujuk pada akivitas perang. Hal ini dapat dibuktikan dengan nas-nas terkait jihad.
Di antara dalilnya adalah dalam QS. At-Taubah ayat 29 dan 41. Syekh Taqiyuddin An Nabani menjelaskan definisi jihad dalam kitab Asyahsiyah Islamiyah jilid 2, yakni jihad adalah mencurahkan kemampuan untuk berperang di jalan Allah secara langsung atau dengan bantuan harta, pemikiran, memperbanyak perbekalan dan sebagainya.
Al-Hafizh Ahmad bin 'Ali bin Hajar al-'Asqalani rahimahullah dalam kitab Fathul Baari (VI/3) menjelaskan bahwa jihad secara syar'i adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir. Secara implementasi adalah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Jihad ada dua bentuk, yaitu:
Pertama, jihad secara ofensif (Futuhat) adalah jihad yang dilakukan ketika kaum muslimin memiliki negara atau Daulah Islam (Khilafah). Jihad ini bertujuan untuk mendakwahkan Islam. Salah satu contoh jihad ofensif yang dilakukan pada masa Rasulullah adalah perang Hunain dan Tabuk. Sedangkan di masa para khalifah, jihad ini terjadi pada penaklukan Persia, Syam, Mesir, Andalusia, dan Semenanjung Balkan.
Wajib dipahami bahwa jihad futuhat ini berbeda dengan penjajahan dalam kapitalisme. Futuhat bukanlah merampas kekayaan alam, tetapi justru mengurus rakyat dalam naungan Islam dan mewujudkan kesejahteraan. Peradaban Islam ini telah tertoreh dalam tinta emas sejarah selama 13 abad lamanya.
Kedua, jihad defensif, yaitu jihad yang dilakukan saat kaum muslimin mendapat serangan musuh. Tanah mereka diduduki, kemerdekaan mereka dirampas di wilayah yang mereka tinggali. Contoh jihad ini adalah jihad kaum muslimin yang kini dilakukan oleh rakyat Palestina melawan Zionis Yahudi.
Pada faktanya dengan adanya jihad, musuh-musuh Islam akan gentar, seperti pada masa Rasulullah saw. dan kekhilafahan. Saat itu tidak ada negara yang berani menghinakan kaun muslimin seperti hari ini. Ketika ada kaum muslimin yang berdakwah memperjuangkan Islam agar semua syariat dapat terlaksana, maka dikatakan sebagai tindakan yang menebar teror. Akan tetapi, justru mereka sedang menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan dalam firman Allah:
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka iitulah orang-orang yang beruntung." (TQS. Ali Imran ayat 104). Wallaahu a'lam.
Oleh: Nia Umma Zhafran
Sahabat Tinta Media