Tinta Media - Pilu mendengar kabar seorang perempuan muda bernama Fitria di Pasuruan, Jawa Timur terbunuh di tangan bapak mertuanya. Motif pembunuhannya membuat geram khalayak. Bapak mertua marah karena perempuan yang tengah hamil 7 bulan ini melawan saat dipaksa berhubungan badan. Bukan kisah ini saja, beberapa waktu lalu, kita juga mendengar dibunuhnya seorang istri oleh suami. Ini membuktikan bahwa saat ini perempuan semakin rentan menjadi korban pembunuhan, bahkan oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya.
Para aktivis pembela kesetaraan gender mengecam dan menamakan aksi kriminal ini sebagai femisida. Mereka menyesali belum ada pasal atau undang-undang khusus untuk pelaku femisida. Akan tetapi, benarkah maraknya pembunuhan perempuan semata karena ketidaksetaraan gender dan belum adanya undang-undang khusus untuk femisida?
Sekulerisme Pangkal Femisida
Femisida dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa oleh WHO. Pembunuhan terhadap perempuan karena kondisinya sebagai perempuan adalah akibat ketidaksetaraan gender. Hal ini karena perempuan berposisi kalah dari laki-laki.
Namun, benarkah femisida terjadi akibat ketidaksetaraan gender mengingat di beberapa daerah menunjukkan indeks ketidaksetaraan gender semakin menurun? Seperti yang terjadi di Jawa Timur, indeks ketidaksetaraan gender semakin menurun, tetapi pembunuhan terhadap perempuan masih terjadi.
Kalau kita cermati lagi, sesungguhnya perempuan sebagai korban pembunuhan terjadi karena sistem kehidupan sekuler. Dalam kehidupan sekuler, individu, masyarakat, hingga negara, semuanya lepas dari syariat Islam. Individu, masyarakat, dan negara menjalani hidupnya dengan bebas, seolah tak ada pahala dan dosa sebagai ganjaran di akhirat nanti. Membunuh karena marah, membunuh karena lari dari tanggung jawab adalah hal yang sangat ringan dilakukan. Tak ada ketakutan kepada Allah sebagai Al-Khalik, apalagi konsekuensi yang akan diterimanya. Apalagi, hukuman yang diterima oleh para pelaku kejahatan hanya begitu-begitu saja, tak ada seram-seramnya dan tidak menjerakan.
Hanya Islam yang Memuliakan Perempuan
Perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam Islam. Perempuan dan laki-laki bisa disematkan sebagai orang yang bertakwa karena ketaatannya kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw. Keduanya memiliki peran yang sama dalam masyarakat agar tercipta kehidupan yang harmoni dan saling menolong.
Kalaupun ada perbedaan dalam beberapa hal, itu bukan dalam rangka menghinakan perempuan, tetapi agar perempuan tenang dalam menjalani fitrahnya dan terlindungi. Syariat Islam mengatur hak nafkah perempuan atas wali dan suaminya. Syariat Islam juga mengatur tentang pengasuhan anak, menutup aurat, dan hal lainnya.
Perlindungan sistem Islam terhadap perempuan nampak jelas dalam cerita masyhur Khalifah Muktashim Billah. Untuk kemuliaan seorang muslimah yang dilecehkan oleh seorang Romawi, sang Khalifah mengerahkan pasukannya dalam jumlah yang besar.
Penerapan hukuman qisas yang tertera jelas dalam Al-Qur'an menjadikan kasus pembunuhan yang terjadi pada perempuan hampir tidak pernah terjadi. Jangankan kepada perempuan, pembunuhan kepada laki-laki pun juga sangat jarang terjadi. Dalam kurun ribuan tahun ditegakkannya Islam, hanya seratus lebih kasus kriminal yang terjadi. Bandingkan dengan hari ini.
Jadi, sangat layak bila umat Islam menginginkan sistem Islam ini kembali tegak. Bukan semata melindungi perempuan, tetapi melindungi laki-laki, anak-anak, bahkan lingkungan tempat manusia hidup dan mendapatkan kehidupan. Wallahu alam bissawab.
Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Pengajar Ponpes Nibrosul Ulum, Siwalan Panji Sidoarjo