Tinta Media - Pemuda adalah harapan bangsa. Sayangnya, kondisi para pemuda Indonesia saat ini sangat rapuh seperti buah strawberry, cantik luarnya, tapi lembek mentalnya. Mereka mudah patah dan putus asa. Hal ini dibuktikan dengan adanya 971 kasus bunuh diri sejak awal tahun 2023 sampai akhir Oktober ini, naik dari 900 kasus pada tahun 2022. Padahal para pelaku bunuh diri ini ternyata banyak yang kuliah di universitas terbaik. Mereka pun berprestasi dan berasal dari keluarga yang baik- baik saja. Tentu ini menimbulkan pertanyaan, kenapa terjadi seperti itu? Kenapa mental pemuda rapuh?
Aska Fadia, seorang aktivis pers kampus berpendapat bahwa rapuhnya mental para pemuda, khususnya mahasiswi, dikarenakan sistem kapitalisme yang dianut di negeri ini. Sistem kapitalisme menetapkan standar kebahagiaan pada materi. Tujuan hidupnya adalah mendapatkan materi (uang) sebanyak-banyaknya. Segala sesuatu harus didapatkan dengan uang.
Seorang mahasiswa begitu masuk kampus dihadapkan dengan biaya UKT yang mahal, lalu biaya hidup bila harus nge- kost, kemudian kurikulum merdeka yang membuatnya sibuk dengan tugas tertulis dan praktik yang juga perlu biaya, muatan kuliah yang banyak. Belum lagi tuntutan dari orang tua agar berhasil dengan nilai tinggi, lulus tepat waktu kemudian mendapat pekerjaan dengan gaji besar. Semua itu menjadi beban berat bagi mahasiswa, lahir dan bathin.
Akidah sekularisme memperparah beban pemuda karena jauhnya agama dari kehidupan membuat mereka mudah kehilangan pegangan saat mendapat masalah. Mereka hanya disarankan untuk _self healing_ dengan hiburan, liburan atau konsultasi kepada psikolog. Ini aday solusi yang tidak menuntaskan masalah karena sifatnya hanya sementara.
Sungguh berbeda dengan sistem Islam yang dapat mencetak pemuda-pemuda berprestasi tingkat dunia. Hasil karya para pemuda di masa kejayaan Islam masih relevan sampai sekarang.
Sejarah membuktikan bahwa sejak masa Daulah Islam di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. sampai Kekhalifahan Usmaniyah, syariat Islam diterapkan secara kaffah sehingga para pemuda penuh semangat menuntut ilmu. Mereka berlomba memberikan yang terbaik untuk masyarakat.
Tertulis dalam sejarah, tokoh-tokoh muslim berprestasi seperti Ibnu Sina (ahli kedokteran dan filsafat), Al Khawarizmi (ahli matematika dan astronomi), Jabir ibn Hayyan mendapat julukan sebagai Bapak Kimia modern, dan lain-lain. Kumpulan karya mereka menjadi landasan ilmu sains modern saat ini.
Hal ini terjadi karena negara dengan sistem Islam kaffah (khilafah) sangat mendukung para pemuda dalam menuntut ilmu. Negara Khilafah menyediakan fasilitas pendidikan terbaik, berupa sekolah, asrama, uang saku, perpustakaan, dan guru-guru yang ahli di bidangnya secara gratis. Semua dibiayai oleh Khilafah sehingga para siswa hanya fokus menuntut ilmu. Para guru pun mendapat imbalan yang tinggi dalam mengajar.
Hal pertama yang dipelajari adalah akidah dan adab penuntut ilmu sehingga iman menjadi landasan berpikir dan bertindak, baru kemudian ilmu terapan yang berguna untuk seluruh aspek kehidupan. Mental siswa sudah dibentuk kuat terhadap ujian dari sekolah maupun dari lingkungan. Mereka mengetahui cara menyelesaikan masalah dengan benar. Standar kebahagiaan mereka bukan pada materi, tetapi pada Rida Allah Swt.
Maka, sudah saatnya pemuda Indonesia mempelajari dan menerapkan Islam secara kaffah seperti pemuda muslim dahulu, yang kuat mentalnya dan tinggi ilmunya agar menjadi agen perubahan yang sesungguhnya, yaitu menjadi pemuda harapan umat. Wallahu a'lam bish shawwab.
Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media